‘Selamat Tinggal Syariat Islam’

Oleh Teuku Zulkhairi UPAYA penghilangan kata ‘syariat’ secara sistematis sejak setahun terakhir sesungguhnya bukanlah persoalan kecil....

Oleh Teuku Zulkhairi

UPAYA penghilangan kata ‘syariat’ secara sistematis sejak setahun terakhir sesungguhnya bukanlah persoalan kecil. Kalau kemudian ada anggapan bahwa tidaklah penting mengurus sebuah istilah, maka tentu saja anggapan ini tidak berlaku bagi para pihak yang menghendaki kata tersebut dilenyapkan. 
sumber: www.bamah.net

Secara logika, kalau kata ‘syariat’ tidak penting, lalu mengapa kata ini perlu dihilangkan dengan alasan-alasan yang sulit diterima oleh logika sehat kita, seperti dengan alasan untuk menghilangkan kesan keras atau radikal?
Jadi kalau Kepala Dinas Syariat Islam (DSI) mengingatkan kita jangan terjebak mengurus istilah, lalu mengapa DSI mempelopri penghilangan kata ‘syariat’ tersebut? Tulisan ini bukanlah untuk menyoalkan sebuah kata-kata, melainkan hanya untuk mengingatkan pemimpin Aceh, bahwa ada yang salah dengan mental dan struktur logika orang-orang tertentu di lingkungan pemerintahan.
Bukan persoalan kecil
Polemik seputar penghilangan kata-kata Syariat Islam menjadi ‘Dinul Islam’ muncul ke permukaan saat setelah beberapa hari lalu Dinas Syariat Islam (DSI) melaksanakan kegiatan “Evaluasi 11 Tahun Penarapan Dinul Islam di Aceh” di Aula Pascasarjana UIN Ar-Raniry (Serambi, 25/11). 

Secara tersirat, kegiatan ini menandakan bahwa DSI sebagai pembantu pemerintah Aceh telah mengikhlaskan kata `syariat’ dihilangkan. Dipelopori oleh DSI di bawah kepemimpinan Prof Syahrizal Abbas, penghilangan kata syariat ini juga di-back up oleh Abdullah Saleh dari DPRA, yang dari statemennyalah kita mengetahui salah satu alasan kata ‘syariat’ dihilangkan, yaitu untuk menghilangkan kesan radikal dan menakutkan. 

Mencermati persoalan dihilangkannya kata ‘syariat’ ini, kita membayangkan kembali peristiwa paling pahit dalam sejarah umat Islam di Indonesia pada awal kemerdekaan ketika tujuh kata dalam Piagam Jakarta ditentang oleh beberapa pihak dengan alasan bisa mengancam disintegrasi bangsa. Ketujuh kita ini yang berbunyi “Ketuhanan Yang Maha Esa dengan Kewajiban melaksanakan Syariat Islam bagi pemeluknya”, pada akhirnya diubah menjadi “Ketuhanan Yang Maha Esa” saja. 

Efek dari dihilangkan kata-kata ini pun begitu besar, hingga saat ini perjuangan umat Islam Indonesia untuk mewujudkan kehidupan yang berlandaskan pada sistem syariah belum juga terwujud, dan negeri ini pun terus terpuruk dalam semua tatanan kehidupan. Bahkan, kita umat Islam yang ingin menerapkan sistem syariah menjadi semakin asing di negeri kita sendiri. 

Padahal, umat Islam di negeri ini adalah mayoritas dan syariat Islam pun hanya diperuntukkan bagi umat Islam, tidak bagi nonmuslim.

Secara tidak langsung, penghilangan kata ‘syariat’ agar Aceh tidak terkesan kejam di dunia luar adalah bentuk nyata dari upaya mengkambinghitamkan syariat Islam atas berbagai kehancuran yang menimpa Aceh hari ini. Kalau pemerintah mau berfikir jujur, sesungguhnya kesalahan pemerintah sendirilah, sehingga Aceh terus terpuruk. 

Apa yang sudah dilakukan pemerintah Aceh untuk penegakan syariat Islam, sehingga secara tidak langsung kemudian menyalahkan syariat Islam? Bukankah anggaran untuk syariat Islam yang diplot selalu minim setiap tahun? 

Bukankah plot anggaran yang maksimal untuk pendidikan dayah juga kerap ditolak? Bukankah pemerintah juga masih terkesan ragu-ragu dalam melawan praktik ribawi yang telah diharamkan oleh Allah? Lalu, apa keteladanan para pemimpin Aceh dalam berislam yang bisa ditunjukkan kepada masyarakat? 
 
Jadi, yang menjadi masalah dalam penerapan syariat Islam selama ini, sesungguhnya bukanlah ‘syariat’ sebagai sebuah aturan yang digariskan Islam, melainkan karena tidak adanya keseriusan dan komitmen yang kuat dari pengelola pemerintahan negeri ini. 

Maka pemerintah dengan segenap SKPA-nyalah yang harus dievaluasi tentang sejauh mana kerja mereka dalam penerapan syariat Islamnya, bukan syariat Islam itu sendiri yang tidak berjalan maksimal karena memang tidak adanya usaha maksimal dari para stakeholder dan pemegang kekuasaan untuk menyukseskan penerapannya.

Kalau memang dunia luar memandang syariat Islam di Aceh kejam sehingga investor enggan masuk ke Aceh lalu kata ‘syariat’ dihapus atau dihilangkan, lalu mengapa pemerintah Aceh tidak berupaya menjelaskan kepada dunia luar bahwa syariat Islam di Aceh tidak seperti yang mereka bayangkan? 

Padahal, dewasa ini kita sedang menyaksikan sebuah fakta sejarah yang sangat menakjubkan bahwa semua elemen masyarakat Aceh, dari akademisi, pengusaha hingga wartawan semakin siap menjelaskan kepada dunia luar bahwa syariat Islam tidak seperti yang mereka bayangkan. 

Syariat Islam di Aceh tidak seburuk yang ditulis oleh jurnalis yang anti syariat Islam seperti berita di The Jakarta Globe, beberapa waktu lalu, yang menggiring opini publik bahwa Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Kasatpol PP) Aceh yang ditangkap adalah kepala polisi syariah, sehingga menimbulkan kesan bahwa syariah itu buruk sekali.

Dan jika pun benar dunia luar memandang syariat Islam di Aceh kejam dan radikal, lalu mengapa kita menurut saja pada cara pandang mereka? Mengapa mental kita ini lemah dan rendah sekali? Mengapa mental kita ini menjadi penakut sehingga menurut saja pada kemauan dan kritikan-kritikan pihak luar? Kalau benar kita hanya takut kepada Allah, apakah kita akan risau jika investor enggan datang ke Aceh karena kita menerapkan syariat Islam? Apakah kita akan lapar jika pun ‘syariat’ menjadi penghalang investor masuk? 

Lalu, lupakah kita, bahwa Allah Swt telah berjanji dalam Alquran (Surah Al-A’raf: 99) bahwa pintu keberkahan dari langit dan dari bumi hanya akan terbuka ketika kita beriman dan bertakwa? 

Tidakkah kita yakin bahwa kita umat Islam hanya akan maju bersama Islam dan bukan dengan meninggalkannya? Dan, tidak siapkah kita dihadapan celaan orang-orang yang suka mencela sebagaimana digambarkan dalam Alquran (Surah Al-Maidah: 54) tentang ciri-ciri generasi Islam yang dicintai Allah Swt, dan Allah mencintai mereka?

 Ulah para pembisik
Setelah penulis mengkaji secara seksama, proses penghilangan kata syariat terjadi oleh ulah para pembisik. Para pembisik inilah yang telah meracuni pemikiran pemerintah untuk menghilangkan kata ‘syariat’. 

Sebab, sesungguhnya kita yakin dan tahu betul bahwa para mantan kombatan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang hari ini menguasai Aceh dalam wadah Partai Aceh (PA), bukanlah kumpulan orang-orang sekuler yang phobia dengan syariat Islam dan upaya penerapannya di Aceh. Mereka adalah orang-orang yang dekat dengan para ulama. 

Masih segar dalam ingatan kita pada 1998 ketika tokoh-tokoh GAM berpidato dari satu gampong ke gampong lainnya, menggelorakan semangat rakyat Aceh untuk berjuang dengan tujuan melawan ketidakadilan dan menerapkan syariat Islam. 

Gubernur dan Wakil Gubernur yang menduduki tampuk pemerintahan Aceh sekarang, adalah sosok yang dekat dengan para ulama. Di masa konflik, mereka begitu dekat dengan dayah. Dan, di era damai, banyak tokoh PA yang mengambil ijazah dayah untuk tembus ke lembaga legislatif dan eksekutif. Jadi, penulis sangat yakin penghilangan kata ‘syariat’ ini bukanlah agenda dari pemerintah yang sedang berkuasa.

Semoga, tulisan ini menjadi catatan bagi PA khususnya, agar menstrerilkan lingkaran kekuasaan pemerintah Aceh dari pemikiran dan pengaruh orang-orang sekuler yang masih takut kepada manusia, bukan kepada Allah Swt. 

Jika orang-orang yang hanya takut kepada manusia ini tidak disterilkan, maka tidak mustahil di masa yang akan datang akan banyak lagi istilah-istilah Islam juga akan diminta untuk diubah, tergantung bagaimana dunia luar menghendakinya. Jika begini, maka kita kita hanya bisa melambaikan tangan sambil mengucapkan: “Selamat Tinggal Syariat Islam” di Aceh. 

* Teuku Zulkhairi, MA Ketua Senat Mahasiswa Pascasarjana IAIN Ar-Raniry Periode 2010-2011, dan Ketua Departemen Riset Rabithah Thaliban Aceh (RTA). Email: khairipanglima@gmail.com

sumber:  http://aceh.tribunnews.com/2013/11/29/selamat-tinggal-syariat-islam

Related

Paradigma Islam 459092994501143758

Posting Komentar Default Comments

emo-but-icon

Terbaru

Pesan Buku Klik Gambar

AMP code

Gerakan Santri Aceh

Karya Tulis

Karya Tulis
Buku

Buku Syariat Islam Membangun Peradaban

Buku Syariat Islam Membangun Peradaban
Buku

Facebook 2

Populer Setiap Saat

Popular Minggu Ini

My Facebook

Comments

item