Kebangkitan Peradaban Aceh
Pengajian yng diisi oleh ulama muda Aceh, Tgk.H. Muhammad Yusuf A.Wahab [Foto: Tgk Bahri] Oleh Teuku Zulkhairi KITA lupakan seje...
https://jalanpertengahan.blogspot.com/2015/06/kebangkitan-peradaban-aceh.html
![]() |
Pengajian yng diisi oleh ulama muda Aceh, Tgk.H. Muhammad Yusuf A.Wahab [Foto: Tgk Bahri] |
Oleh Teuku Zulkhairi
KITA lupakan
sejenak berbagai persoalan aktual pemerintahan di Aceh. Bahwa ketimpangan masih
terjadi, tentu saja tidak mungkin dihentikan sama sekali walaupun tentu saja
kita berharap sebaliknya.
Di balik berbagai persoalan yang dihadapi Aceh hari ini,
jika kita perhatikan secara serius dan teliti, sesungguhnya ada arus besar yang
sedang bergerak membangkitkan kembali peradaban Islam di Aceh yang pernah
berjaya. Arus inilah yang akan membangun kembali peradaban Aceh yang penulis
maksudkan dalam tulisan ini.
Memang sedikit ironis, bahwa kebangkitan ini justru tidak
dipelopori oleh para pemimpin secara khusus. Gerakan kebangkitan ini justru
lahir dari generasi baru masyarakat Aceh dan kaum intelektualnya. Sebab,
seperti yang kita saksikan, sebagian pemimpin kita, hingga level Gubernur dan
apalagi Presiden, mereka masih belum selesai dengan urusan mereka sendiri.
Mereka masih sibuk dengan diri mereka dan kelompoknya
sehingga narasi kepemimpinan mereka belum mampu menjangkau visi peradaban.
Narasi peradaban nyaris tidak pernah terdengar dari pemimpin kita.
Sebagai bukti, perhatikan dan simaklah saat para pemimpin
kita berpidato. Mereka hampir tidak bisa berpidato tanpa teks yang ditulis
timnya. Jikapun sesekali mereka berbicara tanpa teks atau materi yang telah disiapkan,
mereka akan berbicara secara tidak karuan. Tidak jelas apa yang disampaikan.
Namun sekali lagi, kita lupakan sejenak tentang mereka. Mari kita terus melihat
gerakan positif disamping kita yaang sedang bergelit saat ini. Mereka adalah
generasi baru Aceh yang mereka mencintai Allah dan Allah mencintai mereka.
Meskipun tanpa dukungan pemerintah secara ekstra, gerakan
peradaban ini tampaknya akan terus melaju. Kesadaran historis pernah menjadi
bangsa besar di masa lalu menjadi alasan paling fundamental yang senantiasa
mendorong masyarakat Aceh dan kaum intelektualnya untuk terus bekerja dalam
skala peradaban.
Apalagi, perkembangan teknologi informasi semakin mudah
menyaksikan peradaban lain di dunia yang berbeda, sehingga pada akhirnya tidak
sedikit kaum muda Aceh yang merindukan kembali ke peradaban masa lalu Aceh.
Geliat kebangkitan
Pada dasarnya, arus bangkitanya peradaban Aceh ini selaras
dan sejalan dengan gerakan umat Islam di berbagai belahan dunia yang tiada
henti berinovasi untuk mengejar ketertinggalan tamaddun. Maka inilah yang
seharusnya menjadi fokus kita, yaitu memastikan geliat kebangkitan itu terus
bergerak dan terawat dengan baik sehingga pada akhirnya akan menjadi arus besar
yang akan memperkokoh fondasi peradaban Aceh di masa mendatang.
Sebagai contoh paling aktual, perhatikan secara seksama,
ketika negara-negara di Asia Tenggara sebelumnya menolak untuk menerima
penggungsi Rohingya yang terkapar di laut setelah diusir para biksu dan
penguasa Myanmar, ditolak oleh Malaysia dan Thailand, sementara masyarakat Aceh
dengan ikhlas dan penuh semangat menerima mereka, meskipun ada instruksi dari
panglima TNI untuk tidak menerima warga Rohingya.
Dan yang sungguh fantastis dan menggembirkan, hampir tidak
ada media massa di Aceh yang kontra dengan sikap masyarakat Aceh yang bantu
Rohingya. Ini menandakan, kerja-kerja masyarakat Aceh telah berada pada skala
peradaban.
Oleh sebab itu, ditambah sejarah kejayaan peradaban Aceh
masa lalu, meskipun kini Aceh hanya sebuah Provinsi, namun Aceh telah bisa
dianggap sebagai ‘pemain’ penting dalam membangun fondasi peradaban di kawasan
Melayu. Setidaknya, pengakuan Sekjen PBB dan mantan Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono (SBY) yang terharu dengan respons masyarakat Aceh terhadap warga
etnis Rohingya adalah bukti kecil.
Tentu saja, respons masyarakat Aceh terhadap warga Rohingya
ini tidak lahir dengan sendirinya. Ada proses panjang yang menggiring Aceh
menjadi bangsa yang memiliki citarasa peradaban tinggi. Selain faktor utama
perspektif sejarah, di mana Aceh pernah menjadi bangsa yang memiliki peradaban
tinggi dengan Islam sebagai sumber inspirasinya, berbagai musibah bencana alam
dan konflik panjang yang pernah mendera Aceh juga turut membentuk karakter
mulia masyarakat Aceh sebagai bangsa yang penyayang dan berbudi luhur.
Seorang polisi di Sumatera Utara dalam suatu perjalanan ke
Kutacane (Aceh Tenggara) mengatakan kepada saya: “Seburuk-buruk polisi di Aceh
adalah sebaik-baik polisi di Sumatera Utara.” Sementara itu, di saat yang
bersamaan “gerakan tarbiyah” atau Majelis Ta’lim juga semakin membumi seiring
dengan munculnya beberapa gerakan sosial seperti Komunitas Solidaritas Dhuafa
Aceh (KSDA). Pengajian di Aceh, kini tumbuh bak cendawan di musim hujan.
Sungguh luar biasa ketika kita menyaksikan partisipasi
masyarakat Aceh dalam berbagai pengajian. Lautan manusia senantiasa memenuhi
setiap pengajian para ulama di Aceh, seperti pengajian Tastafi yang dirintis
Abu Mudi (Abu Hasanoel Basry), pengajian Tusop Jeunieb (Tgk HM Yusuf A Wahab),
pengajian Asy-Syifa’ Abon Buni (Tgk H Abubakar Usman) dan pengajian-pengajian
lainnya.
Datang dan saksikanlah majelis-majelis ilmu tersebut untuk
membuktikan apa yang saya sampaikan di sini. Sungguh, peradaban maju
bangsa-bangsa terdahulu juga dibangun oleh proses gerakan tarbiyah dan ta’lim,
dan saat ini kita sedang menyaksikan fenomena tersebut semakin menguat. Hanya
butuh sebuah sentuhaan koneksivitas dari seorang ulama niscaya arus-arus ini
akan menyatu dalam satu bendera kebangkitan peradaban.
Semakin berkembang
Sementara itu, gerakan shalat Shubuh berjamaah juga semakin
berkembang. Berbagai gerakan shalat Shubuh berjamaah terus bermunculan. Di saat
yang bersamaan, wartawan-wartawan Aceh kita saksikan konsisten mengadakan
pengajian Islam secara rutin. Bahkan, kita terharu ketika sekumpulan pengusaha
Aceh yang tergabung dalam IIBF juga mengadakan pengajian setiap minggu.
Jamaah Zikir yang tumpah ruah dalam setiap kali digelarnya
zikir berjamaah di berbagai tempat. Syiar-syiar Islam yang semakin hidup,
meskipun tidak hidup di semua tempat. Bukankah ini kekuatan Aceh untuk menuju
kebangkitan? Bukankah fondasi sebuah peradaban itu dibangun atas ilmu?
Secara kalkulasi angka, banyak yang prediksi bahwa pada
2025 akan menjadi era baru bagi kebangkitan dunia Islam. Buktinya, saat ini
beberapa negara yang mayoritas umat Islam terus menunjukkan
pencapaian-pencapaian yang fantastis. Di level Aceh, Thayeb Loh Angen, seorang
mantan polisi militer GAM yang kini berkhidmat sebagai sastrawan, menulis novel
berjudul “Aceh 2025” yang telah diluncurkan awal tahun lalu. Sungguh, harapan
Thayeb Loh Angen akan kondisi ideal peradaban Aceh pada 2025 nanti merupakan
impian segenap bangsa Aceh yang tidak mustahil untuk diwujudkan.
Oleh sebab itu, yang kita butuhkan untuk Aceh saat ini dan
untuk masa depan adalah seorang pemimpin. Ya, seorang pemimpin yang memiliki
narasi peradaban. Pemimpin yang memahami persoalan lokal dan persoalan sistem
global kapitalisme yang senantiasa menghadang kebangkitan umat Islam.
Dengan masyarakat Aceh yang terus bergerak ke arah kebaikan
dan pemimpin yang memiliki narasi peradaban, tidak mustahil mimpi “Aceh baru”
pada 2025 nanti akan terwujud. Seperti disebut dalam sebuah hadis: “Dunia akan
tegak dengan empat pilar utama, yaitu ilmunya para ulama, keadilan para
pemimpin, kemurahan hati orang-orang kaya dan doa orang-orang miskin.”
Kita tidak ragu dengan ilmunya para ulama dan intelektual
Aceh. Kita tidak ragu dengan kemurahan hati orang-orang kaya di Aceh. Dan,
apalagi doa-doa dari orang miskin. Yang kita butuhkan saat ini adalah seorang
pemimpin yang memiliki narasi peradaban untuk memimpin dan menyatukan
masyarakat Aceh dalam mengembalikan peradaban Islam di Aceh.
Pemimpin seperti ini, selain telah selesai dengan dirinya
sendiri, keluarga dan kelompoknya, ia juga dekat dengan ulama. Ulama akan
senantiasa menjadi pelita baginya, seperti Sultan Muhammad Alfatih yang
senantiasa berada di sisi ulama saat menaklukkan Konstantinopel. Wallahu a’lam bish-shawab.
Sudah dimuat di Harian Serambi Indonesia. Link http://aceh.tribunnews.com/2015/06/13/bangkitnya-peradaban-aceh?page=3