Hembusan Stigma Wahabi dan Fenomena Hilangnnya Solidaritas Umat Islam
Pengungsi Suriah. sumber: blog.act.id Oleh Teuku Zulkhairi Saya termasuk seorang yang tidak setuju dengan ideologi wahabi. Ideologi...
https://jalanpertengahan.blogspot.com/2016/05/hembusan-stigma-wahabi-dan-fenomena_21.html
Pengungsi Suriah. sumber: blog.act.id |
Oleh
Teuku Zulkhairi
Saya
termasuk seorang yang tidak setuju dengan ideologi wahabi. Ideologi ini dalam
sejarahnya telah memecah belah umat Islam, bahkan berperan dalam kajatuhan
kekhalifahan Turki Usmani yang di era kejayaannya telah menjadi
"pelindung" umat Islam dari terkaman para musuh Islam.
Seperti
sejarah yang saya baca, ideologi ini lahir di masa penjajah Inggris menguasai
jazirah Arab, dan dimunculkan penjajah Inggris untuk memecah belah kesatuan
internal umat Islam dengan cara melemparkan label-label kafir dan bid'ah
terhadap sesama muslim, sesuatu yang tidak diragukan lagi menjadi benih-benih
perpecahan.
Atas
realitas sejarah ini saya memahami betul mengapa rakyat Aceh dalam sejarahnya
tidak pernah menerima ideologi ini. Islam yang dipahami masyarakat Aceh dan
juga saya yakini, adalah Islam yang "tawasuth", berada di
tengah-tengah, yakni tidak tarlalu keras dan tidak bablas.
CELAKANYA,
STIGMA WAHABI TELAH MERUSAK SOLIDARITAS UMAT ISLAM
Namun,
hal yang sungguh sangat ironis akhir-akhir ini, ketika solidaritas yang
seharusnya muncul di tengah-tengah umat Islam menjadi hilang oleh sebab adanya
pelabelan wahabi terhadap umat Islam yang sedang dizalimi. Faktanya, kita
selalu mendengar keluarnya label wahabi dari mulut-mulut sebagian umat Islam
terhadap umat Islam lainnya yang sedang diperangi dan dizalimi kaum kuffar.
Tuduhan
wahabi betul-betul telah menjadi senjata yang mematikan dalam memporak
porandakan soliditas umat Islam dan menghilangkan solidaritas di antara sesama
kita.
Sebagai
contoh, ketika saat ini dunia sedang menangis menyaksikan umat Islam di Aleppo
Suriah dibantai rezim Bassar Assad yang dibantu Iran, Amerika Serikat, Rusia
dan lain-lain, maka "label wahabi" yang dilemparkan musuh Islam
terhadap umat Islam yang sedang dibantai ini telah menjadi strategi paling
ampuh dalam mencegah munculnya solidiritas umat Islam lainnya kepada mereka.
Bahkan,
celakanya lagi, bukan hanya solidaritas ini yang mulai terkikis karena label
wahabi, namun juga munculnya hembusan angin permusuhan dan fitnah kepada mereka
yang jujur hendak menunjukkan solidaritas mereka kepada umat Islam yang sedang
terzalimi tersebut.
Seolah,
ketika sekelompok umat Islam mendapat label wahabi, mereka sudah hilang haknya
untuk mendapat solidaritas dari umat Islam atas kezaliman yang mereka terima
dari orang-orang kafir. Ketika mereka dilabeli wahabi, seolah mereka bukan lagi
manusia. Ketika mereka dilabeli wahabi, maka seolah kita tidak perlu lagi
menangis melihat bayi-bayi yang tubuhnya hancur, ibu-ibu dan anak-anak yang
meninggal di bawah puing-puing bangunan yang dihancurkan dengan senjata canggih
para musuh Islam.
Seolah,
ketika mereka dilabel wahabi oleh media-media yang dikuasai syi'ah dan liberal,
maka kita sudah wajib percaya, sudah wajib mematikan nurani kita.
Di antara
alasan penolakan untuk solidaritas Suriah, misalnya, bahwa konflik di Suriah
itu adalah rekayasa Israel dan wahabi yang ingin menjatuhkan pemerintahan
Bassar Assad, seorang syi'ah yang dianggap sangat pro Aswaja karena pernah
berfoto bersama ulama Aswaja Suriah.
MELIHAT
DENGAN PANDANGAN KEMANUSIAAN
Maka,
setiap kali kita mendengar rintihan dan tangisan umat Islam di Suriah, setiap
kali itu pula muncul pernyataan-pernyataan bahwa konflik di Suriah itu
diciptakan wahabi. Seolah, ketika menurut mereka konflik di Suriah diciptakan
wahabi, maka saat itu kita tidak perlu lagi menunjukkan solidaritas kepada umat
Islam di Suriah, seolah nurani kemanusiaan kita sudah tidak penting lagi
dihidupkan.
Dan
lucunya, setelah menuduh wahabi satu-satunyanya penyebab konflik Suriah, pada
saat yang sama mereka sama sekali menolak mengakui kebengisan Bassar Assad
terhadap rakyatnya. Mereka juga tidak mengakui kebengisan tentara-tentara
Komunis Rusia yang "ditepung tawari" pendeta Kremlin saat hendak
pergi ke Suriah karena keyakinan mereka bahwa perang tersebut adalah lanjutan
dari perang Salib melawan umat Islam.
Bahkan,
mereka tidak jarang menunjukkan rasa sukacitanya kepada Rusia karena dianggap
telah mampu memerangi ISIS, meskipun dunia telah secara jelas melihat bahwa
Rusia memerangi umat Islam, bukan hanya ISIS.
Pelabelan
wahabi terhadap sesama umat Islam di Suriah yang diperangi Bassar Assad, Iran,
Rusia dan musuh-musuh kemanusiaan lainnya, betul-betul telah menjadi penghalang
atas munculnya solidaritas kemanusiaan di tengah umat Islam. Label wahabi telah
mematikan nurani kemanusiaan kita.
Label
wahabi, membuat kita sudah tidak mampu melihat dengan pandangan kemanusiaan
terhadap umat Islam di Suriah. Seolah, meyakini mereka yang dizalimi tersebut
sebagai wahabi adalah lebih penting daripada pandangan kemanusiaan. Na'uzubillahi
min zalik.
Sepertinya,
kita betul-betul sudah melupakan politik "devide et ampera" (pecah
belah dan kuasai) yang dipraktekkan Belanda dahulu saat menjajah Aceh, dan juga
politik pecah belah lainnya yang dipraktekkan para negara kapitalis lainnya di
berbagai dunia Islam.
Barangkali,
Kita lupa apa yang disabdakan Nabi Muhammad Saw:
مَثَلُ الْمُؤْمِنِينَ فِي تَوَادِّهِمْ، وَتَعَاطُفِهِمْ، وَتَرَاحُمِهِمْ، مَثَلُ الْجَسَدِ، إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى سَائِرُ الْجَسَدِ بِالسَّهَرِ وَالْحُمَّى
“Perumpamaan
kaum mukmin dalam sikap saling mencintai, mengasihi dan menyayangi, seumpama
tubuh, jika satu anggota tubuh sakit, maka anggota tubuh yang lain akan susah
tidur atau merasakan demam.” [HR. Muslim].
Lalu,
atas realitas ini, haruskah kita mengikuti cara berfikir mereka yang anti
solidaritas terhadap umat Islam di Suriah? Jangan pernah. Teladan kita adalah
Nabi Muhammad Saw. Cukuplah hadis di atas menjelaskan kepada kita bagaimana
seharusnya kita menyikapi kezalimah yang dirasakan umat Islam Suriah. Inilah
jalan kafilah akhi zaman, yaitu jalannya orang-orang Ahlu Sunnah wal Jama'ah.
Ya Allah,
senantiasalah Engkau perlihatkan kepada kami yang haq sebagai haq, dan bathil
sebagai bathil. Bantulah kam untuk tetap lurus di jalanMu... Amiin ya Rahman...
Tulisan ini sudah dimuat di halaman Facebook penulis