Mereka Yang Kritik Kitab Kuning, Sebaiknya Nikmati Saja Dulu Keluasan Khazanahnya
Teuku Zulkhairi Pernah tujuh tahun belajar di Dayah Babussalam Matangkuli Aceh Utara. Beberapa hari lalu saya ingin share f...
https://jalanpertengahan.blogspot.com/2017/11/mereka-yang-kritik-kitab-kuning.html
Teuku
Zulkhairi
Pernah
tujuh tahun belajar di Dayah Babussalam Matangkuli Aceh Utara.
Beberapa
hari lalu saya ingin share foto ini, tapi ini baru teringat lagi. Foto dari
group WA ini adalah cerita Santri Aceh atas nama Faisal Murni yang mampu raih
juara ke 3 dlm even lomba baca kitab kuning secara Nasional kali kedua yang
diselenggarakan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) di DPR RI.
Kalau
dibandingkan tahun lalu yang mana santri Aceh berhasil raih juara pertama, maka
raihan juara ketiga tahun ini memang menurun. Tapi meskipun demikian, capaian
ini tetap fenomenal, menunjukkan "superioritas" santri Aceh dalam
penguasaan kitab kuning.
Tidak
mudah belajar kitab kuning sampai anda bisa membaca dan memahami isinya. Perlu
ilmu Nahwu dan Sharaf yang mumpuni dulu baru bisa baca kitab kuning. Maka orang
belajar di dayah itu bertahun-tahun.
Anda
harus betul-betul menghafal kitab - Awamel, Jarumiyah, Matan bina, kitab
Dhammon dan Tasrif - dulu baru bisa membaca dasar-dasar awal kitab kuning,
itupun jika betul-betul menyimak pelajaran saat disampaikan sang Teungku.
Lebih
dari itu, Anda jg mesti hafal beberapa kaidah yang dibuat dlm nazham, seperti
"bermula keu mubtada 'oh geu ',irab, meunyo itu wahee teungku jeut keu
khabar. Oleh ngen lah jeut keu fa'el wahee rakan, naeb fael dan mafol geu kheun
akan".
Kalau
aturan dasar ini tidak anda kuasai, mk pastilah besar kemungkinan akan salah
pula baris-baris isi kitab yang anda baca yang fatalnya bisa salah pula
maknanya.
Hebat
sekali para ulama terdahulu yang telah menyusun kaidah-kaidah membaca kitab
kuning. Itu karena mereka paham bahwa kitab kuning ini kelak akan menjadi
warisan 'turast' yang tak ternilai harganya.
Maka
kita patut apresiasi mereka yang konsen mempelajari kitab kuning, karena dengan
demikian mk mereka telah mewarisi khazanah penting dunia Islam yang tak
ternilai harganya.
Juga
patut kita apresiasi santri Aceh yang keluar sbg juara dlm lomba baca kitab
kuning. Mereka adalah orang yang
bernilai. Juga apresiasi untuk siapa saja yang selenggarakan lomba baca
kitab kuning.
Sebelum
menulis ini, saya teringat cerita oknum yang menyebut kitab kuning yang
dipelajari di dayah sudah tidak relevan dengan perkembangan zaman. Kalau
kita tanya, sebutkan satu baris saja dari kitab yang tidak relevan dengan
perkembangan zaman, tentu mereka tidak mampu menunjukkannya. Mana ada ilmu yang
bisa usang, ya kan?
Kitab-kitab
kuning membahas berbagai khazanah keilmuan Islam. Dari masalah Tasawuf, Fiqh,
Akhlak, Siyasah, Falak, Mantiq (ilmu logika), Tafsir, Hadis dan Ilmu hadis,
Alquran dan Ulumul Quran, dan seterusnya.
Tiadalah
orang yang mulia kecuali dia akan memuliakan warisan para ulama. Dan tiadalah
orang yang tidak memuliakannya melainkan orang yang tidak paham.
Kepada
para mahasiswa saya sering sampaikan, jalan untuk kembali kepada Alquran dan
hadis adalah dengan cara anda belajar dan mengikuti para ulama. Kata Nabi,
"ulama adalah pewaris para Nabi".
Dan
jalan untuk mengikuti ulama adalah mempelajari pemikiran dan fatwa atau
nasehatnya. Tidak bisa langsung lompat, karena kita ini kan hidup di zaman yang
sudah sangat jauh dengan fase hidup Rasulullah Saw?
Yang
paling paham Rasulullah Saw itu adalah para Sahabat-sahabatnya. Dan yang paling paham
sahabat adalah Thabi, dan seterusnya hingga ulama mutaakhkhirin. Jadi ya kita
ikuti saja mekanisme ini, apalagi kita baru belajar. Amat sedikitlah ilmu kita.
Benar-benar kita ini seperti sebutir pasir di padang pasir, atau lebih kecil
lagi.
Demikian,
semoga kita selalu menjadi orang2 yang rendah hati. Amiin ya Allah. Wallahu a'lam bishshawab.
Wassalam