Pemerintah Aceh Melupakan Perjuangan Cut Meutia?
Pemerintah Aceh Melupakan Perjuangan Cut Meutia? Oleh Teuku Zulkhairi Harian Rakyat Aceh, 7 November 2017 Seingat saya, 1...
https://jalanpertengahan.blogspot.com/2017/11/pemerintah-aceh-melupakan-perjuangan.html
Pemerintah Aceh Melupakan Perjuangan Cut Meutia?
Oleh Teuku Zulkhairi
Harian Rakyat Aceh, 7 November 2017
Seingat
saya, 17 tahun lalu pernah diselenggarakan sebuah acara di rumah Adat
Cut Nyak Meutia, seorang pahlawan Aceh. Saat itu, selain menghadirkan
Muhammad Nazar ketua Sentar Information Referendum Aceh (SIRA), juga
dihadiri oleh beberapa tokoh Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang hari ini
memegang tampuk kekuasaan di Aceh.
Setelah
itu, hingga mencapai dua dekade tokoh-tokoh perjuangan Aceh (eks
kombatan) memimpin Aceh, baik di tingkat kabupaten maupun tingkat
provinsi, tidak pernah terdengar ada acara besar yang yang
diselenggarakan di rumah Adat Cut Nyak Meutia untuk mengenang perjuangan
agung Sang Pahlawan. Padahal, almarhumah Cut Nyak Meutia juga diakui
sebagai pahlawan nasional Indonesia berdasarkan Surat Keputusan Presiden Nomor 107/1964 pada tahun 1964.
Sampai
kemudian beberapa hari lalu lalu, atas ide dari Tgk Muslem Attahiry
yang disambut antusias dengan partisipasi dan dukungan penuh cucu-cucu
dan Cicit Cut Nyak Meutia serta para tokoh masyarakat, pada tanggal 22
Oktober 2017 diselenggarakanlah Haul untuk memperingati seabad lebih
syahidnya Cut Nyak Meutia di tangan Belanda, yaitu tepatnya tanggal 24
Oktober 1910 di Alue Kurieng, pelosok Pirak Timu Aceh Utara. Haul ini
berlangsung sangat khidmat. Apalagi, menghadirkan Ketua Badaan Koodinasi
Mubaligh (Bakomubin) Aceh Utara, Tgk Nasruddin sebagai penceramah yang
mampu menjelaskan nilai kemuliaan perjuangan Cut Nyak Meutia dan
pentingnya kita meneruskan perjuangan beliau dalam membela agama dan
bangsa. Beberapa hari sebelum Haul berlangsung, kita juga bersyukur
dimana Kodam Iskandar Muda melakukan aksi teaterikal kepahlawanan Cut
Meutia di Blang Padang dalam rangka ulang tahun Tentara Nasional
Indonesia (TNI).
Makam Cut Meutia terbengkalai
Meskipun
kegiatan Haul terselenggara dengan baik, namun menerima kenyataan bahwa
makam Cut Meutia hingga hari ini belum bisa dilalui untuk diziarahi
adalah fakta yang sangat menyedihkan. Ya, hingga hari ini jalan menuju
makam Cut Nyak Meutia di pelosok Aceh Utara tidak ada yang peduli. Butuh
waktu satu hari menuju makam sang Syahidah Cut Nyak Meutia. Tidak ada
jalan yang bisa ditembus dengan kenderaan, kecuali jalan setapak yang
juga sangat sulit dilalui. Oleh sebab itu, jangan heran jika banyak
generasi muda Aceh yang tidak mengetahui dimana makam Cut Nyak Meutia,
pahlawan Aceh yang gugur dalam membela kemuliaan Aceh.
Padahal
sudah 72 tahun Indonesia merdeka. Dan sudah tiga periode Gubernur Aceh
dan Bupati Aceh Utara dipimpin eks kombatan yang seharusnya lebih paham
tentang sejarah Aceh dan para pahlawannya. Sungguh memilukan. Bagaimana
kita akan memperkenalkan perjuangan masa lalu jika sosok pejuang yang
syahid di tangan Belanda telah kita “lupakan”? Padahal, kalau kita
memperhatikan bangsa-bangsa lain, mereka begitu menghormati
pendahulunya, mereka sangat menghargai jasa para pahlawannya.
Pengorban sang Syahidah
Kalau
kita membaca sejarah perjuangan beliau dengan penuh renungan, ada
begitu banyak keteladanan dan keterharuan, hingga airmata. Tidak mudah
perjuangan yang beliau hingga kemudian beliau syahid di jalan Allah. Cut
Meutia adalah anak seorang Uleebalang yang berada, tapi kecintaannya
kepada agama dan bangsa membuatnya bersama sang suami bangkit melawan
penjajahan Belanda. Bersama sang suami, Teuku Chik Di Tunong, Cut Meutia
bergerilya dari satu hutan ke hutan lainnya melawan ekspansi militer
Belanda di wilayah Aceh Utara. Sebelum Cut Meutia syahid, telah lebih
dahulu suaminya juga dihukum mati ditembak oleh Belanda. Bisakah kita
memahami untuk apa Cut Nyak Meutia melakukan pengorbanan besar ini?
Cut
Meutia adalah anak dari Teuku Ben Daud yang disamping Uleebalang,
beliau juga sosok yang mencintai agama dan negerinya. Teuku Ben Daod
telah mendidik Cut Meutia untuk sama sekali tidak boleh tunduk dan
menyerah pada penjajah kafir Belanda. Cut Meutia dari kecil juga telah
dididik pemahaman agama yang lurus serta ilmu berpedang karena cita-cita
keluarga ini untuk membela agama dan negerinya.
Setelah
lebih dari satu abad Cut Nyak Meutia wafat, sesungguhnya banyak sekali
pelajaran yang harus kita ambil. Dari seorang Cut Meutia kita bisa
mengambil pelajaran tentang keistiqamahan, konsistensi dan tekad yang
kuat untuk membela agama dan bangsa dari penjajahan asing. Berbagai
referensi sejarah menyebutkan, Cut Meutia akhirnya bercerai dengan suami
pertamanya karena suami pertama beliau cenderung “pasif” dengan kompeni
Belanda. Lalu dengan suami kedua, beliau langsung seiya dan sekata
untuk berjuang melawan Belanda. Setelah suami keduanya tersebut syahid,
dan kemudian mewasiatkan kepada sahabatnya bernama Pang Nanggroe untuk
menikahi Cut Meutia.
Dan
bersama suaminya yang ketiga ini, Cut Meutia masih terus melanjutkan
perjuangan melawan Belanda. Suaminya yang ketiga ini juga syahid di
jalan Allah dalam membela kemuliaan Aceh dari tangan kafir Belanda.
Namun, Cut Nyak Meutia tidak pernah berhenti. Darah pejuang mengalir
dalam nadinya. Didikan agama dari orang tuanya telah membuat Cut Meutia
menjadi seorang pribadi yang shalihah dan taat, dimana pikiran beliau
selalu terfokus untuk bagaimana mengusir penjajah Belanda.
Cut
Meutia terus berjuang dari hutan ke hutan sampai kemudian beliau
syahid. Menurut keterangan dari Cicit beliau yang dalam suatu diskusi
dengan penulis, hingga setelah tangannya ditebas oleh Belanda, Cut
Meutia masih terus melawan sampai kemudian Belanda menembak beliau dari
jarak dekat. Allahu Akbar. Sungguh keteladanan nyata bagaimana perihnya
perjuangan para pendahulu kita.
Meneruskan perjuangan
Lalu
kita hari ini, sudahkah kita mendidik generasi kita dengan pendidikan
agama seperti yang pernah diberikan Teuku ben Daud kepada Cut Nyak
Meutia? Sudahkah kita menyiapkan Cut Meutia-Cut Meutia baru yang
mencintai agama dan bangsanya? Sudahkah kita menjadikan Islam sebagai
tujuan dan hidup kita? Atau barangkali, kita justru, bukan saja telah
“melupakan” Cut Meutia, namun juga tidak pernah bertekad mendidik
putra-putri kita untuk mencintai agama dan bangsanya?
Sungguh,
bangsa yang tidak tahu diuntungi adalah bangsa yang melupakan
perjuangan pendahulunya. Sebab, sejatinya, kebahagiaan yang kita jalani
hari ini sesungguhnya adalah berkah dari perjuangan para pahlawan yang
telah mendahului kita. Sekiranya bukan atas jasa para pahlawan, dan
tentu atas izin Allah Swt, tentu kita masih menjadi lamit (budak) bagi
kaum kolonialis. Bagaimana hidup dibawah penjajahan kaum kolonialis?
Sangat menyedihkan. Perhatikan saja bagaimana kondisi bangsa-bangsa yang
hari ini masih terjajah. Tidak ada kemuliaan, melainkan yang ada
hanyalah kesengsaraan, keterhinaan dan kenestapaan, kecuali saat mereka
bangkit melawan.
Mengenang
seabad wafatnya Cut Nyak Meutia, antara tugas kita hari ini adalah
memahamkan generasi muda kita dengan pendidikan agama. Jangan sampai
generasi muda Aceh menjadi “kufur nikmat” karena melalainkan tugasnya
sebagai seorang muslim untuk mengamalkan ajaran agamanya. Ingat, Cut
Meutia berjuang mengusir Belanda sampai beliau syahid adalah untuk
tujuan kemuliaan agama dan bangsanya, agar umat Islam di Aceh pada saat
itu leluasa menjalankan kehidupan beragamanya, agar sumber daya alamnya
tidak dikuras oleh kepentingan kaum kolonialis.
Dan
bagi para penguasa, khususnya Pemerintah Aceh, hendaklah menjadi yang
terdepan dalam menghargai jasa pahlawan. Perhatikanlah makam Cut Nyak
Meutia yang hari ini belum bisa diziarahi karena sulitnya medan meski
dengan berjalan kaki. Setelah jika kalian mau memperhatikan makam
beliau, lalu marilah kita mengajak generari muda Aceh menziarahi makam
mulia tersebut, dan marilah kita tanamkan kepada generasi muda Aceh
pentingnya meneruskan perjuangan para syuhada. Dengan kita, kita
berharap tidak termasuk dalam golongan manusia yang tidak tahu
diuntung. Wallahu a’lam bishshawab.
Penulis
adalah alumnus Dayah Babussalam Matangkuli Aceh Utara. Mahasiswa
Program Doktor Pascasarjana UIN Ar-Raniry, Banda Aceh. Email abu.erbakan@gmail.com.