Islam Mengakui Keberadaan ‘Masyarakat Awam’ [Tanggapan untuk Saudara Adnan]

Oleh Teuku Zulkhairi           Secara tersurat, tulisan tanggapan saudara Adnan (SA) dengan judul “ Mengawamkan Ummat ” di Har...





Oleh Teuku Zulkhairi

          Secara tersurat, tulisan tanggapan saudara Adnan (SA) dengan judul “Mengawamkan Ummat” di Harian Serambi Indonesia, Jum’at 12 Januari lalu mengesankan bahwa fatwa Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh tentang diharamkannya mengajar kitab Ghairu Mu’tabar kepada masyarakat awam merupakan proses “mengawamkan ummat”. Pandangan SA berpijak dari tafsiran atas penjelasan saya pada tulisan sebelumnya tentang tujuan atau objek fatwa tersebut dikeluarkan, yaitu bahwa yang diharamkan oleh MPU adalah jika diajarkan kepada masyarakat awam. Dimana penjelasan ini sebelumnya penulis peroleh dari salah satu wakil ketua MPU.

Bisa dibaca di link: http://aceh.tribunnews.com/2018/01/12/mengawamkan-umat

Baca juga: http://aceh.tribunnews.com/2018/01/05/kitab-mutabar-membangun-peradaban

          Atas penjelasan ini, SA mempertanyakan: “Sampai kapan kita mau mengawamkan masyarakat Aceh? Sebab klaim awam dapat “menendangbola ke gawang sendiri”. Artinya, kita selalu mengawam-awamkan masyarakat”. Di satu sisi saya sepakat bahwa kita jangan mengawam-awamkan masyarakat seperti halnya harapan SA. Dapat kita katakan, itu adalah cita-cita semua pihak. Kendati pun demikian, kita juga perlu melihat realitas karena tidak mungkin lari dari padanya. Diskursus tentang masyarakat awam bukanlah sebuah justifikasi buruk kepada segolongan masyarakat, melainkan pemahaman dan pengakuan atas realitas. Bahwa tidak mungkin semua orang memiliki waktu untuk memperdalam agama. Dan oleh sebab itu Islam memberikan solusi atas realitas ini.

Maka dalam literatur keilmuan Islam, kita akan dapatkan penjelasan yang memuaskan atas perkara ini serta alternatif solusi bagi penyelesaiannya. Maka misalnya dalam khazanah keilmuan Islam, memahami adanya masyarakat awam, dijelaskanlah bahasan hukum seputar “taklid”(meniru/mengikuti), dimana mayoritas ulama mewajibkan awam untuk taklid, baik taklid dalam soal akidah (ushul) atau fiqih (furu'iyah). 

Pembahasan tentang Ini bukan soal kita menganjurkan ummat untuk taklid, tapi ini bahasan tentang keluasan Islam untuk memahami realitas keberadaan masyarakat awam. Para ulama sebenarnya justru mengarahkan ummat untuk tidak bangga menjadi awam. Maka lembaga-lembaga pendidikan Islam yang didirkan oleh para ulama Aceh baik kalangan dayah maupun Perguruan Tinggi Islam, serta majelis-majlis ta’lim yang mereka bina, sesungguhnya justru bertujuan untuk melahirkan kader-kader ummat yang bisa ittiba’ dalam berislam, bukan taklid. Namun sekali lagi, Islam mengakui keberadaan masyarakat awam sehingga lahirlah bahasan tentang status mereka.

Tentang taklid, hal ini misalnya disampaikan Syaikh Ibnu Hajar Al-Haitami meskipun juga beliau jabarkan syarat-syaratnya, Pendapat yang mu’tamad dalam soal ini adalah boleh taqlid dari tiap Imam Madzhab yang empat. Begitu juga boleh taqlid pada ulama selain mereka yang memelihara madzhabnya dalam soal tersebut sehingga diketahui syarat-syarat dan seluruh masalah yang dianggap (muktabar), (Tuhfatul Muhtaj fi Syarhil Minhaj: 110-111).

Bahkan para ulama lainnya juga memberikan pernyataan serupa. Misalnya seperti Ibnul Jauzi (Talbis Iblis: 79) dimana beliau mengatakan, “Hal yang paling mendatangkan maslahat bagi orang awam adalah taklid kepada ulama yang telah menelaah dan meneliti”. Bahkan pendapat serupa juga disampaikan para ulama lainnya.

 Jadi, apakah saat para ulama memberikan pilihan untuk taklid kepada masyarakat awam dalam memahami agama, lalu kita akan sebut mereka telah mengawamkan ummat? Tentu bukan. Sekali lagi, perihal masyarakat awam ini hanyalah pengakuan atas realitas. Maka dalam Alquran Allah Swt berfirman: “... maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui”. (QS An-Nahl: 43).

Tentu saja, ayat seperti ini adalah pengakuan Alquran bahwa orang yang tidak mengetahui itu pasti ada sehingga diminta untuk bertanya kepada yang mengetahui (para ulama). Atau dengan kata lain, bagi awam diminta untuk mengikuti para ulama yang mengetahui perkara-perkara yang tidak mereka ketahui dan pahami.

Maka demikian pula halnya dengan fatwa MPU Aceh. Baik fatwa tentang kitab ghairu mu’tabar maupun fatwa-fatwa lain sebelum itu sesungguhnya bertujuan untuk menjaga masyarakat awam dari penyimpangan-penyimpangan dalam beragama, khususnya saat kita menyaksikan segudang persoalan-persoalan krusial yang selalu menerjang aqidah masyarakat dan persoalan-persoalan fundamental lainnya.

Begitu banyak persoalan krusial yang berkembang di masyarakat kita dewasa ini yang “memaksa” para ulama untuk menjaga ummat dari tergelincir. Maka ulama dengan fatwa-fatwanya bertujuan untuk memberikan pencerahan bagi ummat agar senantiasa berjalan di atas jalan yang lurus dan tidak berbelok darinya.

Barangkali sebagian orang akan bertanya, apakah ulama-ulama Aceh di MPU layak diikuti? Termasuk fatwa MPU tentang kitab ghairu mu’atabar apakah bisa diikuti? Makanya jawabannya adalah, seluruh ulama wajib diikuti selama berpedoman kepada Alquran dan Hadis. Apalagi, jika fatwa yang dikeluarkan telah melewati serangkaian penelahaan dan penelitian.

Bahkan sejauh ini, para ulama-ulama kita di Aceh, termasuk di MPU Aceh tidak ada yang seperti “ulama-ulama” di luar sana yang misalnya mendukung kafir jadi pemimpin umat Islam. Ulama-ulama kita di Aceh yang kita saksikan selama ini justru konsisten atas garis Islam. Yang kita saksikan dewasa ini, ulama-ulama kita konsisten memperjuangkan Syar’at Islam dalam berbagai dimensi kehidupan bermasyarakat dan bernegara (pemerintahan). Maka sepertinya sudah cukup menjadi alasan kita untuk mendengar mereka.

Kadangkala kita akan menganggap berat sebuah fatwa ulama jika tidak sesuai dengan pikiran kita, tapi sesungguhnya disitulah barangkali Allah Swt sedang menguji kita. Masih kah kita tetap mengikuti para ulama? Sebuah fatwa ulama memiliki orientasi menjaga masyarakat awam dari apapun potensi penyimpangan dalam beragama. Meski terkadang menuai pro kontra, akan tetapi fatwa yang dikeluarkan secara berjam’ah oleh para ulama dianggap lebih kuat dari pendapat individu-individu.

Rasulullah Saw bersabda, “Sesungguhnya umatku tidak akan bersepakat pada kesesatan. Oleh karena itu, apabila kalian melihat terjadi perselisihan maka ikutilah as-sawad al a’zham (jama’ah muslimin atau pemahaman jumhur ulama).” (HR. Ibnu Majah). Hadis ini bisa setidaknya dapat sedikit menjelaskan bahwa jama’ah (kumpulan) ulama Aceh di MPU tidak mungkin mengeluarkan fatwa yang sesat. Hadis ini juga diperkuat oleh hadis lainnya, misalnya hadis riwayat Tirmidzi yang berbunyi: “Siapa yang menginginkan tempat yang mulia di surga, maka ikutilah al-jama’ah”.

Meskipun dewasa ini seringkali kita mendengar cibiran kepada para ulama, saya pribadi tidak pernah ragu bahwa ulama adalah pelita kehidupan, dan fatwa-fatwanya sangat layak untuk diikuti. Siapa lagi yang bisa kita ikuti kalau bukan ulama-ulama yang lurus? Bahkan, perihal pentingnya kita mengkuti para ulama ini dijelaskan sebuah hadis dalam Kitab Nashaihul ‘ibad dimana Rasulullah Saw bersabda: Akan datang suatu masa kepada ummatku dimana mereka lari dari para ulama dan fuqaha, maka Allah akan menurunkan tiga macam musibah kepada mereka, yaitu, pertama, Allah menghilangkan berkah dari rizki mereka. Kedua, Allah menjadikan penguasa yang zalim untuk mereka. Ketiga, Allah mengeluarkan mereka dari dunia ini tanpa membawa iman”.

Oleh sebab itu, marilah kita terus berjuang agar zaman ini tidak datang di masa kita. Atau jikapun datang, semoga kita semua tetap termasuk dalam golongan orang-orang yang tidak lari dari ulama. Wallahu a’lam bishshawab.

Penulis adalah Alumnus Dayah Babussalam Matangkuli Aceh Utara. Email: abu.erbakan@gmail.com.

Related

Paradigma Islam 3995659444444184986

Posting Komentar Default Comments

emo-but-icon

Terbaru

Pesan Buku Klik Gambar

AMP code

Gerakan Santri Aceh

Karya Tulis

Karya Tulis
Buku

Buku Syariat Islam Membangun Peradaban

Buku Syariat Islam Membangun Peradaban
Buku

Facebook 2

Populer Setiap Saat

Popular Minggu Ini

My Facebook

Comments

item