Menyelamatkan Pancasila dari Ideologi Anti Tuhan
Pancasila. Foto: internet Oleh Teuku Zulkhairi Jikapun Partai Komunis Indonesia (PKI) tidak pernah lakukan kejahatannya t...
https://jalanpertengahan.blogspot.com/2018/06/menyelamtkan-pancasila-dari-ideologi.html
Pancasila. Foto: internet |
Oleh Teuku Zulkhairi
Jikapun Partai Komunis Indonesia (PKI) tidak pernah lakukan kejahatannya terhadap republik ini, maka ideologi komunis pasti akan terus bermasalah dengan Islam sebagai agama mayoritas rakyat Indonesia, dan dengan Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia. Apalagi, gerakan komunis tercatat dalam sejarah bangsa Indonesia sebagai pengkhianat bangsa lewat serangkaian pemberontakan yang dilakukan pada tahun 1948 dan kembali diulangi pada tahun 1965. Maka paham ini kemudian dilarang lewat Ketatapan (TAP) MPRS Nomor 25 Tahun 1966 tentang pembubaran PKI dan larangan setiap kegiatan untuk menyebarkan atau mengembangkan paham atau ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme. Bahkan, MPR di era reformasi juga mengeluarkan TAP MPR Nomor I/MPR/2003 tentang Peninjauan Atas TAP MPRS dan MPR Tahun 1960 hingga 2002 yang menandakan bahwa bangsa ini tidak akan lupa terhadap kejahatan komunisme.
Adanya larangan terhadap paham komunis sesungguhnya merupakan berkah bagi bangsa Indonesia. Setidaknya Indonesia terselamatkan dari potensi menjadi bangsa tak bertuhan sesuai keyakinan komunis. Adanya larangan paham komunisme di Indonesia juga menyelamatkan bangsa dari kekacauan yang umumnya dilakukan kaum komunis di berbagai belahan dunia. Jadi, adanya pengkhianatan PKI menandakan bahwa ideologi komunis bukan saja versus Islam, namun juga versus Pancasila sekaligus.
Dari perspektif Pancasila, sila pertama yang berbunyi “Ketuhanan Yang Maha Esa” menegaskan dasar negara Indonesia adalah negara yang mengakui Tuhan, khususnya Tuhan Yang Maha Esa. Adanya Sila pertama dengan bunyi semacam ini menegaskan bahwa Indonesia didirikan atas dasar keyakinan adanya Tuhan Yang Maha Esa sehingga keyakinan apapun yang anti Tuhan sesungguhnya bertentangan dengan Pancasila sebagai dasar negara Republik Indinesia.
Dari perspektif Islam, keyakinan tidak adanya Tuhan yang merupakan manifestasi dari teori-teori sosial politik yang dikonstruksi para pemikir komunis semacam Karl Max, Lenin dan sebagainya, seluruhnya bertentangan dengan Islam saat paham ini dibawa ke tengah-tengah muslim. Di Eropa atau negara mayoritas non muslim lainnya bisa jadi paham ini mudah diterima oleh sebab perlawanannya terhadap ketidak adilkan sosial sebagai hasil dari praktek kapitalisme kaum borjuis pemilik modal (elit-elit kapitalis).
Di negara atau wilayah yang tidak mengenal Islam barangkali spirit perlawanan ideologi komunis ini akan mudah mendapatkan tempat di hati masyarakatnya oleh karena kebutuhan mereka terhadap spirit perlawanan terhadap penderitaan yang mereka alami dari ulah dan kejahatan kapitalisme dan paham ciptaan manusia lainnya. Namun di dunia Islam, tentu ideologi komunis akan selalu ditolak oleh karena masyarakatnya memiliki worldview (pandangan hidup) sendiri yang bersumberkan ajaran Islam untuk melawan segala bentuk penjajahan, ketidak adilkan dan kesemena-menaan yang dilakukan oleh siapapun dan paham apapun.
Sebelum komunis muncul di Indonesia, umat Islam di republik ini telah tercatat dalam sejarah bagaimana konsistensi perjuangan dan pengorbanan mereka dalam melawan imperialisme kaum kapitalis yang datang dari Barat, seperti Belanda dan Inggris. Bahkan di seluruh dunia Islam, umat Islam tampil di garis depan melawan bangsa-bangsa kapitalis yang menjajah negeri mereka. Ini yang tidak disadari oleh para pengusung ideologi komunisme yang masuk ke tengah-tengah masyarakat Indonesia. Maka umat Islam di Indonesia bukan saja anti terhadap kapitalisme, namun juga komunisme sekaligus. Sebab, keduanya menimbulkan kemudhratan yang kompleks. Kedua paham ini bertentangan dengan ajaran Islam oleh karena keduanya adalah ciptaan manusia dari pikiran-pikiran sempit dan terbatas.
Maka sebenarnya kejahatan komunis terhadap bangsa Indonesia merupakan lanjutan dari kejahatan kaum kapitalis. Dalam perkembangannya, baik kapitalis maupun komunis menyadari betul tantangan yang akan mereka dapatkan dari Islam dan kaum muslimin dalam upaya mereka untuk meneguhkan dominasi dan hegemoni mereka di dunia dan di negara-negara dimana mereka ingin berkuasa.
Di masa penjajahan bangsa-bangsa kapitalis, mereka sangat benci terhadap kaum agamawan oleh sebab kaum agamawan berdiri di garis depan melawan kejahatan mereka. Begitu juga, kaum agamawan (ulama dan santri) kembali menunjukkan perlawanan mereka saat negara terancam diambil alih oleh komunis. Tentu saja, itu sebab sehingga di Indonesia gerakan komunisme sangat memusuhi Islam dan kaum muslimin. Kampanye mendasar yang sering kita dengar dari kisah-kisah dan baca dari sejarah gerakan komunisme adalah seruan mereka untuk menjauhkan ummat dari agama. Islam sebagai sebuah keyakinan dan juga sebuah ideologi dianggap bertentangan dengan ideologi dan aganda-agenda ekonomi, sosial dan politik komunisme, sebagaimana kaum kapitalis juga menganggap Islam sebagai lawan bagi peradaban mereka sebagaimana ditulis Samuel Huntington.
Bagi masyarakat Indonesia, kapitalis dan komunis adalah sama-sama penyakit bagi kemanusiaan. Jadi bagaimana mungkin akan diterima?. Paham ini bukan saja akan gagal memberi solusi, tetapi juga menimbulkan kemudharatan baru bagi bangsa Indonesia setelah sebelumnya dijajah kapitalis Belanda. Di benua Eropa sendiri, realitasnya komunisme tidak sepenuhnya menjadi solusi bagi negara-negara Eropa sebagai wilayah tempat paham ini bermula. Justru dalam perkembangannya paham ini berubah menjadi gerakan yang menyeramkan bagi penduduk Eropa sendiri oleh karena serangkaian kejahatan kemanusiaan yang mereka praktekkan. alhasil, kampanye keadilan ekonomi, sosial dan politik oleh gerakan komunisme lewat teori-teori sosial Marxisme pada akhirnya justru menghadirkan kenestapaan baru bagi penduduk bumi. Oleh sebab itu, ideologi komunisme tidak diterima oleh mayoritas umat Islam dan bahkan penduduk bumi lainnya.
Jadi mengapa kini ideologi komunisme kembali dianggap sebagai ancaman bagi republik, padahal mayoritas penduduk Indonesia adalah muslim? Nampaknya hal ini sebabkan oleh adanya kesadaran bersama tentang realitas kelemahan generasi muda Indonesia dalam memahami Islam dan keindonesiaan sehingga ideologi kiri yang disponsori Karl Marx mempengaruhi pikiran mereka kosong dari pemahaman agama sehingga ideologi ini dirasa lebih cocok dipikirkan mereka.
Oleh sebab itu, di media sosial saya menulis, sebelum generasi muda kita membaca buku-buku ajaran Karl Marx, Lenin dan buku-buku kiri lainnya, generasi muda Indonesia khsusunya generasi muda Islam mestilah terlebih dahulu diarahkan untuk membaca kitab-kitab dan buku-buku yang menjelaskan keagungan sistem Islam sehingga mereka mengetahui dimana letak kesesatan komunisme dari perspektif Islam sebagai agamanya dan dari perspektif Pancasila sebagai dasar negara. Kita mesti menuntun mereka untuk lebih dulu membaca sejarah Nabi dan Rasul, sejarah sahabat sehingga dipaham bagaimana mereka memberikan loyalitas kepada negerinya dan Sang Pencipta Alam Semesta ini.
Kita mesti menuntun generasi muda Indonesia untuk menghafal dan pahami i’tikad 50 supaya memahami bahwa Allah Swt itu ada, mustahil tiada. Bahwa kita dituntut untuk "mengenal" Tuhan kita Allah Swt dengan cara memahami sifat-sifatNya, sebelum kita belajar pengetahuan yang lain. Kita mesti menuntun mereka untuk membaca kitab-kitab tafsir para ulama, buku-buku intelektual muslim, sejarah keunggulan peradaban Islam di Andalusia, Abbasiah, Ottoman, Aceh dan seterusnya, tentang struktur berfikir Islam, ilmu mantiq, ushul fiqh dan lain-lain. Hafal Alquran beberapa juz dan hafal juga hadis-hadis Nabi Muhammad Saw. Maka insya Allah, setelah itu kita akan memahami mengapa ideologi kiri komunisme bertentangan dengan Islam sebagai agama kita dan dan Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia. Pada akhirnya, hidayah itu adalah dari Allah. Wallahu a’lam bishshawab.
Penulis adalah alumnus Dayah Babussalam Matangkuli, Aceh Utara. Dosen Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Ar-Raniry, Banda Aceh.
Note: tulisan ini dimuat di Harian Serambi Indonesia.
Link: http://aceh.tribunnews.com/2018/06/05/menyelamatkan-pancasila