Kontekstualisasi Kisah Ashabul Kahfi di Era Post Truth

Kontekstualisasi Kisah  Ashabul Kahfi di "Era  Post Truth" Oleh Teuku Zulkhairi Setiap malam jum’at kita disunatkan memba...

Kontekstualisasi Kisah 
Ashabul Kahfi di "Era Post Truth"
Oleh Teuku Zulkhairi
Setiap malam jum’at kita disunatkan membaca surat Al-Kahfi. Dalam Alquran surah ini sebenarnya terdapat beberapa cerita. Salah satunya yaitu perjuangan tujuh pemuda yang lari ke gua karena dikejar bala tentara raja Dikyanus yang zhalim. Mereka lalu disebut sebagai Ashabul Kahfi, atau para penghuni gua karena mereka bersembunyi di dalam gua. Kisah ini sangat ideal sekali menjadi rujukan bagaimana seharusnya seorang pemuda mempertahankan idealismenya dalam konteks kekinian. 
Maka dalam konteks keindonesiaan dan keAcehan, kita harus merevitalisasi kembali peranan Islam dalam mewujudkan pemuda Indonesia yang tangguh. Alquran sebagai kitab suci umat Islam di Indonesia mengandung muatan antara lain kisah-kisah pemuda ideal yang dapat diteladani sepanjang zaman. Di era milenial dimana para pemuda Islam menghadapi tantangan yang begitu komplek, tak salah apabila sesekali kita menengok kembali kisah-kisah para pemuda dalam Alquran. Kisah-kisah itu niscaya menjadi panduan dan panutan dalam bagaimana kita menjadi pemuda di akhir zaman.
Dan kisah Ashabul Kahfi ini adalah kisah heroisme perjuangan para anak muda yang teguh dalam pendirian. Mereka adalah anak-anak muda lingkungan istana yang hidup serba cukup. Allah Swt memberi hidayah kepada mereka. Para pemuda itu kemudian meluruskan kembali apa yang telah rusak dalam masyarakatnya. Mereka melawan kezhaliman penguasa dan mengingatkan sang Raja atas kesesatan yang telah diperbuatnya. Tapi apa yang terjadi kemudian, raja dan bala tentaranya yang kejam mengejar para pemuda ini. Mereka lalu lari. Lari bukan karena takut, tapi karena mereka ingin mempertahankan aqidah. Mereka lebih mencintai Tuhannya, mempertahankan aqidahnya ketimbang mengikuti gelimang materi duniawi yang melenakan.
Aqidah yang mereka pertahankan adalah keyakinan kepada Allah Swt Sang Maha Pencipta, yang dengan itu akan melahirkan berbagai perubahan cemerlang dalam kehidupan manusia. Aqidah itu adalah inspirasi untuk menjadi baik di tengah realitas kerusakan dan ketimpangan. Aqidah yang mereka pertahankan bertujuan untuk mengeluarkan manusia dari penghambaan kepada makhluk, menuju penghambaan sepenuhnya kepada Sang Pencipta Makhluk.
Para pemuda Al-Kahfi adalah anak-anak muda brillian yang sangat mencintai Tuhannya. Mereka tahu Tuhannya adalah Pencipta Semesta Raya. Pencipta semua yang bernyawa maupun yang tidak bernyawa. Mereka adalah teladan yang mengguncang jiwa. Jiwa mana yang tidak akan bergetar membaca kisah mereka?. Airmata pasti akan tumpah. Semangat pasti akan bergelora. Dalam pelariannya, mereka lalu dibimbing oleh cahaya Ilahiyah. Mereka berdo'a kepada, Allah Swt, sebagaimana termaktub dalam Alquran surat Al-Kahfi ayat 10: "(Ingatlah) tatkala pemuda-pemuda itu mencari tempat berlindung ke dalam gua. Lalu mereka berdoa: Wahai Tuhan kami berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah bagi kami petunjuk yang lurus dalam urusan kami (ini)".
Lalu Allah Swt membimbing mereka. Mereka menuju sebuah gua. Di situ mereka tidur lebih dari tiga abad. Dan selama itu pula Allah Swt jaga gua itu dari manusia, sehingga tak ada satu pun manusia yang berani dan bisa memasukinya. Setelah lebih dari tiga abad, mereka kemudian terbangun menyaksikan bahwa seluruhnya telah berubah. Mereka bingung dan saling bertanya di antara sesamanya sudah berapa lama mereka tidur. Mereka pergi ke kota dan melihat semuanya telah berubah total. Tak ada lagi orang-orang yang mereka kenal.
Namun, ada satu perubahan yang mereka saksikan dan cukup mereka, yaitu orang-orang kini sudah banyak yang beriman. Dan satu lagi, tak ada lagi pemimpin zalim yang dulu mengejar dan mempersekusi mereka. Begitulah Allah Swt Maha Kuasa atas segalanya. Tak ada raja yang kuat di dunia ini, semua akan menemui ajalnya. Tinggallah Allah Swt sebagai Zat Yang Abadi.
Jika para pemuda Al Kahfi lari untuk menyelamatkan aqidah, maka apakah kita para pemuda yang hidup di zaman milenial tidak akan menghadapi tantangan sebagaimana yang pernah mereka hadapi? Tentu, tantangan seperti yang mereka hadapi akan terus bermunculan di setiap zaman. Di setiap tempat. Apalagi kini kita hidup di "era post truth", zaman pasca kebenaran sebagaimana dikatakan Moh. Yasir Alimi, yaitu zaman dimana bukanlah fakta dan kebenaran yang dianggap penting (Mediatisasi Agama, Post Truth Dan Ketahanan Nasional: 2018, hlm. 61 )
Dan Alquran menceritakan kisah Ashabul Kahfi antara lain adalah agar menjadi pelajaran bagi kita, agar kita mengikuti jejak mereka. Kisah Ashabul Kahfi dalam Alquran adalah pesan bagi kita para pemuda. Seakan kisah itu sedang berkata: “Jadilah kita pemuda Al-Kahfi!”
Di akhir zaman. Tantangan tentu akan lebih banyak, lebih keras dan lebih komplek. Tantangan-tantangan dalam bentuk pemikiran dalam ‘perang pemikiran’ (ghazwul fikri) niscaya akan senantiasa terus menargetkan para pemuda-pemudi milenial di seantaro negeri. Jika para pemuda Al Kahfi menghadapi persekusi yang sangat kejam dari raja zalim yang sesat dan para pendukungnya yang beringas, maka di akhir zaman tantangannya bukan hanya itu, bahkan lebih “mematikan”.
Salah satu tantangan terberat kaum muda milenial  di era yang kini populer disebutsebagai "post truth" adalah “proyek talbisul haq. Di zaman ini dimana "Kebenaran dicitrakan sebagai kebatilan,  dan kebatilan akan dicitrakan sebagai kebenaran." Proyek ini dijalankan begitu massif. Tak pernah berhenti. Arenanya meliputi seluruh sendi kehidupan. Perangkatnya menggunakan seluruh sarana manual maupun alat canggih. Ini tak ada urusannya dengan kelompok ini dan kelompok itu. Apalagi hanya sekedar urusan konstalasi pemilihan Presiden (Pilpers) dan Legislatif (Pileg) di negara kita. Ini adalah tantangan global yang dihadapi oleh umumnya pemuda Islam.
Di hadapan tantangan ini, tidak sedikit yang goyah dan mengalah diterjang virus perang pemikiran. Sebagiannya ada yang ambruk. Ada yang sempoyongan. Lunglai tak berdaya. Ada yang secara totalitas terjebak mengikuti arus. Bahkan tidak sedikit yang pada akhirnya akan memposisikan suatu kebenaran sebagai kebatilan, dan memposisikan kebatilan sebagai kebenaran. Parahnya lagi, pemuda-pemudi yang berani menyuarakan kebenaran akan dipandang ketinggalan zaman. Radikal dan seterusnya. Alasannya, karena tidak mau mengiikuti arus yang semakin mengalir deras di akhir zaman dan akan terus deras di masa-masa yang akan datang.
Dalam kondisi ini, marilah kita menghayati perjuangan pemuda Al Kahfi. Merutnikan membaca awal surat Al-Kahfi, ayat 1 sampai 10, sebagaimana Rasulullah Saw mewasiatkannya kepada kita. Juga terus memperbanyak do'a-do'a agar Allah Swt mematikan kita dalam keadaan husnul khaatimah. Do’a agar Allah Swt memperlihatkan kepada kita kebenaran sebagai kebeneran dan memberi kita kekuatan untuk mengikutinya. Do’a agar Allah Swt memperlihatkan kepada kita kebatilan sebagai kebatilan dan memberi kita kekuatan untuk menjauhinya. Juga do'a agar Allah Swt menghidupkan kita dalam keadaan beriman, serta mematikan kita agar tetap dalam keadaan beriman. Bukankah Tuhan tempat kita memohon saat ini, adalah Tuhan yang sama yang dulu memperkenankan do'a para pemuda Al Kahfi? Kalau begitu, berdo’a harus terus menjadi gaya hidup pemuda pemuda milenial.
Sedemikian deras tantangan akhir zaman, tidaklah berlebihan jika kaum mudanya mengikat diri dengan mental Ashabul Kahfi. Tapi kisah pemuda Al-Kahfi tentu bukanlah sekedar dimaknai sebagai perjuangan untuk mempertahankan aqidah saja. Namun juga, perjuangan untuk tetap mempertahankan hati nurani dengan penuh keberanian. Perjuangan untuk tetap konsisten di atas jalan kebenaran. Perjuangan melawan kezaliman dan kesesatan. Perjuangan untuk membawa masyarakat dalam keindahan cahaya Islam. Selain itu juga perjuangan melawan kebodohan. Perjuangan melawan mental rendah diri di hadapan gelombang kerusakan dan kebatilan. Perjuangan untuk tetap kritis di hadapan kerusakan dan kehancuran. Nampaknya inilah sekelumit semangat pemuda Ashabul Kahfi yang dapat kita maknai saat ini.  Wallahu a’lam bishshawab.
Dosen Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Ar-Raniry, Banda Aceh. Alumnus Dayah Babussalam Matangkuli Aceh Utara. Emailabu.erbakan@gmail.com. 

Dimuat di Rubrik Mimbar Islam Harian Analisa Meda, Jum'at 28 Juni 2019.

Related

Paradigma Islam 24778087007753217

Posting Komentar Default Comments

emo-but-icon

Terbaru

Pesan Buku Klik Gambar

AMP code

Gerakan Santri Aceh

Karya Tulis

Karya Tulis
Buku

Buku Syariat Islam Membangun Peradaban

Buku Syariat Islam Membangun Peradaban
Buku

Facebook 2

Populer Setiap Saat

Popular Minggu Ini

My Facebook

Comments

item