Membangun Negeri Berbekal "Energi Takut"
Membangun Negeri Berbekal "Energi Takut" Oleh Teuku Zulkhairi Dosen FTK UIN Ar-Raniry, Banda Aceh. Alumnus Dayah...
https://jalanpertengahan.blogspot.com/2019/06/membangun-negeri-berbekal-energi-takut.html
Membangun Negeri
Berbekal "Energi Takut"
Oleh Teuku Zulkhairi
Dosen FTK UIN Ar-Raniry, Banda Aceh.
Alumnus Dayah Babussalam Matangkuli Aceh Utara.
Kalau kita ingin memperoleh sebuah kemahiran dan kecakapan dalam bidang tertentu, biasanya kita akan mengikuti pendidikan dan atau pelatihan. Pendidikan dan pelatihan yang kita ikuti jangka waktu tertentu ini akan menempa kita sehingga mahir dalam sebuah bidang keilmuan dalam jurusan tertentu dan dalam waktu tertentu. Ada orang yang membuat pelatihan menjahit, pelatihan jurnalistik dan seterusnya. Di dunia pemerintahan, pendidikan dan pelatihan atau dikenal dengan singkatan Diklat bahkan menjadi sebuah kewajiban yang harus diikuti oleh seorang calon pegawai negeri atau pegawai negeri yang ingin naik tingkat ke level tertentu. Dengan diklat ini seseorang diharapkan dapat memiliki bekal kecapakan dalam melakukan sejumlah perkejaan.
Maka demikian halnya dengan bulan ramadhan yang baru saja berlalu. Ia adalah madrasah rabbaniyah yang bertujuan membekali hidup kita untuk mahir dan cakap dalam menjalani tugas-tugas dan fungsi kekhalifahan di atas muka bumi. Meskipun kita belum tentu akan menjumpai lagi ramadhan tahun depan, namun ramadhan akan kembali hadir setiap tahun untuk mendidik dan melatih umat Islam agar memiliki bekal dalam menjalanji kehidupannya. Begitulah ketentuan Allah, bahwa ramadhan akan terus hadir memberi energi bagi umat Islam. Energi yang dibutuhkan untuk menata kehidupan pribadi seorang muslim, kehidupan bermasyarakat dan juga kehidupan berbangsa dan bernegara. Maka beruntunglah orang-orang yang berhasil “menarik” energi darinya untuk bekal sebelas bulan berikutnya.
Lalu energi apa yang diberikan ramadhan kepada kita? Itulah energi takut yang merupakan manisfestasi dari takwa. Di bulan puasa kita diajarkan untuk menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa seperti makan, minum, berhubungan suami istri, dan lain-lain sebagaimananya yang meskipun itu adalah halal dilakukan di hari-hari di luar Ramadhan. Sebab Ramadhan ingin mendidik kita agar memiliki rasa takut. Kita diajarkan bahwa meskipun manusia tidak dapat melihat kita, tapi Allah Swt dapat melihat kita dimana saja posisi kita dan kapan saja. Jadi kita tidak berani makan dan minum karena takut bahwa Allah melihat kita. Maka dengan rasa takut ini kita tidak berani berbohong. Sebab kita tahu bahwa Allah Swt Maha Tahu dan Maha Melihat. Jika untuk hal-hal yang halal dilakukan di hari-hari luar ramadhan saja kita takut melakukannya, apalagi perkara-perkara yang jangankan di bulan ramadhan, tapi di luar ramadhan juga dilarang.
Jadi bagaimana konrktinya rasa takut yang diajarkan ramadhan ini dapat menjadi energi bagi kita dalam membangun negeri? Karena takut ini adalah kekuatan. Bagaimana takut ini menjadi kekuatan? Karena seorang pemimpin yang takut kepada Allah Swt maka dia tidak akan menjadi mengkhianati amanah kepemimpinannya. Dia tidak akan berani menipu rakyatnya. Tidak akan berani “menjual” negerinya untuk asing yang akan membuat rakyatnya melarat. Dia juga tidak akan berani ingkar janji-janji politiknya. Sebab dia takut, bahwa Allah Swt melihat dia. Jadi kalau hari ini kita melihat sebuah persoalan mendera bangsa kita, barangkali rasa takut ini tidak dimiliki oleh para pemimpin kita di semua levelnya. Rasa takut bahwa pengkhianatan mereka diketahui, dilihat dan akan dibalas oleh Allah Swt.
Rasa takut jika dimiliki seorang ayah maka akan membuat dia menjadi seorang ayah yang bertanggung jawab dalam mendidik anak-anaknya agar menjadi anak-anak yang shalih dan shalihah. Dia tidak akan berani membiarkan anak-anaknya bermaksiat kepada Allah Swt oleh sebab ia takut kelak akan diminta pertanggungjawaban di hadapan Allah Swt. Begitu juga, seorang istri yang memiliki rasa takut maka ia akan menjadi seorang istri yang shalihah yang akan taat dan patuh kepada suaminya selama suaminya berada di jalan Islam. Seorang anak yang memiliki rasa takut maka dia akan takut menjadi anak yang pendurhaka. Dia akan senantiasa mengabdi kepada kedua orang tuanya.
Demikian juga seorang pedagang yang memiliki rasa takut ini. Mereka pasti akan menjadi pedagang yang jujur, tidak akan mengurangi timbangannya untuk pembeli. Seorang pegawai negeri juga akan senantiasa sukarela dengan penuh semangat menjadi “pelayan” bagi rakyatnya. Sebab mereka memiliki rasa takut, bahwa jika dia tidak melaksanakan kewajibannya maka kelak Allah Swt akan meminta pertanggungjawaban mereka di hadapan mahkamah-Nya yang adil. Begitu juga rasa takut yang jika dimiliki oleh seorang aparat keamanan. Mereka tidak akan mengarahkan senjata dan sepatu boots-nya kepada rakyat yang tidak bersalah. Sebab semua mereka paham bahwa kelak semua akan disidangkan di hadapan mahkamah Allah Swt. rasa takut ini juga akan membuat setiap muslim untuk tidak akan berani meninggalkan kewajiban shalat.
Dan takut ini, sebagaimana dijelaskan oleh Imam al-Ghazali (dalam Abdullah bin Alwi Al Haddad: 1988), merupakan salah satu di antara ciri-ciri takwa. Artinya bahwa seseorang yang berhasil meraih gelar takwa di bulan ramadhan dapat ditandai apabila ia telah memiliki rasa takut. Ciri-ciri lain menurut Imam Ghazali yaitu taat dan ibadah dan menyingkirkan hati dari segala dosa. Oleh sebab itu, maka puasa di bulan ramadhan dan segenap amalan yang ditekan untuk dikerjakan di dalamnya sesungguhnya akan menghasilkan derajat takwa bagi orang-orang yang mengerjakannya sebagaimana tersebut dalam al-Baqarah ayat 183. Tapi sebagaimana dijelaskan di atas, sebagai manifestasi dari rasa takut kepada Allah Swt, maka takwa ini sesungguhnya bukan sekedar derajat yang passif. Ia adalah suatu energi yang sangat dahsyat karena para penyandang derajat ini akan mampu memberikan efek bagi agenda-agenda filantropi dan transformasi sosial.
Kalau kita mengkaji sejumlah ayat Alquran, maka kita akan menemukan bahwa takwa ini memiliki sejumlah kriteria yang semuanya bertendensi sebagai gerakan kebaikan bagi pribadi, ummat dan bangsa. Maka dalam Alquran surat Ali Imran ayat 133 dijelaskan bahwa orang-orang yang bertakwa itu adalah mereka senantiasa menginfakkan hartanya di jalan Allah baik dalam keadaan sempit maupun lapang, selanjutnya yaitu orang-orang yang mampu menahan amarah, yang suka memaafkan, yang senantiasa ingat Allah dan beristighfar ketika melakukan keburukan. Kenapa mereka menginfakkan hartanya, kenapa mereka menahan amarahnya, kenapa mereka suka memaafkan, kenapa mereka suka istighfar? Karena takut akan adanya hari akhirat.
Sementara dalam Albaqarah ayat 177 dijelaskan bahwa orang-orang yang bertakwa itu adalah mereka yang beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Kenapa orang-orang yang bertakwa melakukan kebaikan-kebaikan ini? Karena mereka takut akan menjadi orang-orang yang rugi di dunia maupun akhirat.
Kriteria takwa dari surat ali Imran ayat 133 dan surat Albaqarah ayat 177 di atas menegaskan karakteristik sejatinya seorang muslim. Begitulah antara lain model manusia yang diharapkan dapat dibentuk dengan puasa ramadhan. Jadi raihan “derajat takwa” sebagai hasil dari puasa ramadhan dan segenap amalan lainnya bukanlah akhir dari target puasa ramadhan. Tapi ia adalah titik balik untuk menata dunia ini agar sesuai dengan kehendak Ilahiyah. Artinya, setelah seseorang berhasil meraih derajat takwa, maka orang tersebut akan memiliki energi yang sangat besar untuk mewujudkan segenap agenda perubahan dan transformasi sosial. Jadi bahwa kebaikan-kebaikan yang ditekankan dalam bulan ramadhan akan diteruskannya pada bulan-bulan berikutnya, sepanjang hidupnya di dunia ini yang semua ini merupakan manifestasi dari rasa takutnya. Wallahu a’lam bishshawab. [email:abu.erbakan@gmail.com]
Artikel dimuat di rubrik Mimbar Islam Harian Analisa, Jum'at 21 Juni 2019