Kata Pengantar Penulis

JUJUR saya sedih

JUJUR saya sedih
. Sebab, belum bisa menulis sebagaimana tulisan mereka yang ilmiah, menyejukkan, konstruktif dan enak dibaca. Dan buku ini, diterbitkan dengan harapan ke depan saya bisa terus belajar menulis yang baik setelah para pembaca memberikan masukan-masukan yang konstruktif karena para pembaca pasti akan melihat begitu banyaknya kekurangan yang ada dalam buku ini.
Namun demikian, tidak pernah mencoba, tentulah hal yang paling menyedihkan. Itulah yang penulis pikirkan sehingga tekad pun menjadi bulat, bahwa catatan-catatan yang sebelumnya begitu berserak harus dibukukan.
Ada banyak aktivis yang berjasa besar dengan terbitnya buku ini. Bang Mukhlisuddin Ilyas dan seluruh kru di Bandar Publishing yang tidak pernah lelah memberi semangat setiap saya singgah di Bandar Kupi, posko para aktivis. Bang Arif Ramdan yang selalu memberi perhatian, sekaligus menjadi editor buku ini. Guru kita, Prof.M.Hasbi Amiruddin yang bersedia memberikan kata pengantar.
Taufik Al-Mubarak yang memuat artikel saya di Harian Aceh, yang karenanya saya terus bersemangat menulis. Bang GP(Khairul Umami) yang telah bersedia menjadi layouter buku ini. Kepada mereka, tentunya hanya ucapan terimakasih tak terhingga yang bisa penulis ucapkan. Apalagi faktanya bantuan mereka untuk terbitnya buku ini adalah bantuan suka rela. Mudah-mudahan, keikhlasan mereka dalam upaya menerbitkan buku ini kelak dijadikan oleh Allah sebagai salah satu dari alasan untuk menambah timbangan amal kebaikannya di Yaumil Miizan. Amiin ya Allah..
Isi buku ini merupakan kumpulan catatan-catatan penulis sejak tahun 2008 hingga 2011 menjelang proses editing. Sebagian besar catatan tersebut telah dimuat di beberapa media massa di Aceh. Baik di Serambi Indonesia, Harian Aceh, Kontras, website The Aceh Institute dan beberapa media lainnya. Dengan dibukukannya catatan-catatan tersebut dalam buku ini, kiranya buku ini menjadi arsip yang bisa dibaca oleh generasi sesudah kita nanti. Bahwa kita sebagai generasi sebelum mereka, menitip pesan dan harapan kita kepada mereka dan Aceh dimasa depan. Sehingga jika cita-cita kita tidak terwujud hari ini, atau hingga kehidupan kita menjelang kematian nanti, maka mudah-mudahan generasi setelah kita bisa meneruskan perjuangan meraih cita-cita tersebut. Dan dengan buku ini, dengan segala kelemahannya, tetap terbesit dalam jiwa penulis agar menjadi salah satu buku yang bisa memotifasi perjuangan mereka yang rindu kejayaan Islam di Aceh.
Aceh masa lalu adalah Aceh yang dikenal dunia karena kejayaannya. Saat Aceh kita berjaya, yang menopang kejayaan tersebut adalah kekuatan Islam. Dengan demikian, Aceh harus menjadikan sejarah masa lalu sebagai pengalaman berharga bagaimana menata wajah Aceh masa depan. Islamisasi dalam semua dimensi kehidupan adalah hal yang niscaya. Kita ingin Aceh mengawali kebangkitan Islam di nusantara. Kebangkitan tersebut akan ditentukan oleh rakyat Aceh sendiri. Khususnya para pemuda-pemudi. Kebangkitan tersebut harus disongsong dengan keberanian. Dengan persiapan matang. Dengan pengetahuan. Dengan kesadaran. Dengan keikhlasan. Dengan pengorbanan. Dengan dukungan dan ketsiqahan kepada setiap gerakan Islam dan para pemimpin yang memperjuangkan nilai-nilai Islam. Kita hanya punya dua pilihan, menjadi pejuang yang yang terus berjuang merintis kebangkitan Islam, atau menjadi orang-orang yang berpangku tangan yang justru akan menguntungkan mereka yang resistensi dengan kejayaan Islam. Artinya, bergerak terus hingga Islam menjadi Ustaziatul Alam adalah hal yang niscaya. Sehingga kalimat Allah menjadi yang paling tinggi.
Sebagai pemuda, kita harus berjuang agar nilai-nilai Islam yang universal dan rahmatan lil’alamiin  bisa mengalir dalam urat nadi setiap jiwa yang mengaku muslim di Aceh. Sesuai dengan prinsipnya sebagai ajaran yang universal dan integral(syamil dan mutakamil), nilai-nilai Islam harus menjelma dalam semua sendi kehidupan umat Islam. Baik dalam bidang Pendidikan, Militer, Adat, Ekonomi, Sosial-Kemasyarakatan, IPTEK, dan lain-lain sebagainya.
Terakhir, saya mengucapkan “Selamat dan ribuan Terimakasih” kepada Istri saya, Amna Maulina(The Next Khadijah). Ucapan “Selamat” karena ia baru saja lulus sidang skripsi dengan nilai “A” meski kemudian baju toga yang telah kami sewa tidak mungkin dipakainya lagi. Ucapan “Terimkasih” karena dengan perjuangannya yang maha berat, ia telah melahirkan buah hati pertama kami, tepatnya pada Jum’at, tanggal 4 Maret 2011, jam 14.10 WIB di Rumah Sakit ‘Ibu dan Anak’, Banda Aceh. Tepat 5 hari pasca meninggalnya tokoh Islam idola penulis, Najmuddin Erbakan dari Turki. Kelahiran buah hati kami ini juga tepat sehari sebelum jadwal wisudanya sebagai Sarjana Pendidikan Islam jurusan Bahasa Inggris di IAIN Ar-Raniry. Penulis saksikan sendiri, ia berjuang antara hidup dan mati, dengan darah dan airmata, ia telah memberi kami seorang bayi laki-laki “ganteng”(tidak seperti ayahanya..hehehe) yang telah sepakat kami beri nama dengan; Teuku Muhammad Erbakan. Sekali lagi, terimakasih wahai istriku, The Next Khadijah.
Dengan nama ini, kami menaruh sejuta harapan dan impian. Dengan “Teuku”, kami berharap ia bisa meneruskan perjuangan Teuku Umar, pahlawan Nasional dari Aceh. Seorang pejuang Islam Aceh yang telah berjuang mengusir kafir penjajah Belanda hingga titik darah penghabisan. Dengan “Muhammad”, kami berharap ia mencontohi sikap dan teladan Nabi Besar Muhammad SAW dalam semua sendi kehidupannya kelak, menjadi penerus risalah kenabian, menjadi pewaris Para Nabi, pemegang bendera Islam yang menyinari dunia dengan panji-panjinya yang gilang gemilang. Dengan “Erbakan”, harapan kami, ia bisa menjadi bagian dari pelopor kebangkitan Islam. Sebagaimana Najmuddin Erbakan di Turki, yang telah meninggal pada 27 Februari 2011, yang berhasil menancapkan tonggak-tonggak kebangkitan Islam era kontemporer di Turki. Meski Partai Refah yang dipimpinnya kemudian dibubarkan oleh militer Turki yang sekuler.
Penulis juga mengucapkan Terimakasi kepada Ayahanda, T.Hamzah, Ibunda Ainol Mardhiah. Adik-adik, Bakhtiar, Khairuni(Dek Nong), Rusnaini(Dek Cut), Muhammad Ilham. Abang-abang, Jamaluddin(Bang Din), Muhamad Ali(Bang Li), Muhammad Nasir(Bang Nasir). Kak Fauziah. Inni uhibbukum fillah. Selalu ada cinta di hati ini.  Begitu juga saudara-saudara di kampung. Do’a-do’a dan kebersamaan mereka telah membuat tantangan-tantangan dalam hidup saya terasa muda untuk dihadapi. Untuk Bang Din dan Bang Nasir, semoga tetap semangat menjadi Da’i perbatasan. Dek Nong, tetap sabar di perantauan dalam menuntut Ilmu. Hanya dengan Ilmu kita bisa bahagia dunia dan akhirat. Wallahu a’lam bishshawab.   

Banda Aceh, 24 Maret 2011
Penulis,

Teuku Zulkhairi


Posting Komentar Default Comments

emo-but-icon

Terbaru

Pesan Buku Klik Gambar

AMP code

Gerakan Santri Aceh

Karya Tulis

Karya Tulis
Buku

Buku Syariat Islam Membangun Peradaban

Buku Syariat Islam Membangun Peradaban
Buku

Facebook 2

Populer Setiap Saat

Popular Minggu Ini

My Facebook

Comments

item