foto: FB Mustafa Husen Woyla Oleh Teuku Zulkhairi - Sebuah Catatan di Facebook Alhamdulillah, selesai mengajar tadi, meski belu...
https://jalanpertengahan.blogspot.com/2015/01/studi-islam-di-barat-berupaya.html
 |
foto: FB Mustafa Husen Woyla |
Oleh Teuku Zulkhairi - Sebuah Catatan di Facebook
Alhamdulillah,
selesai mengajar tadi, meski belum sarapan pagi saya sempatkan diri menghadiri
Dialog "Membincangkan Studi Islam di Barat" yang keseluruhan pematerinya
adlh alumnus Islamic Studies (Studi Islam di Barat), plus Prof Leon Buskens
dari Pusat Studi Islam Belanda (NISIS). Itu karena saya suka dengan dialog,
apalagi dialog yang ada "warna-warni"nya.
Sepenuh
hormat kepada semua pemateri krn mereka juga adalah guru saya, tapi mengapa
panitia tidak menghadirkan satu orang pemateri pun dari yang kontra
(pembanding) sebagaimana dialog yang dibuat mahasiswa di Ushuluddin kemaren?
Apakah
ini kemunduran intelektual saat dimana kita telah "takut" dengan perbedaan
? Tidak kasihan kah kita kepada para mahasiswa yang seharusnya mereka diberikan
informasi yang berimbang? hehehe
Saya
menyimak pemaparan Prof Leon Buskens yang disarikan oleh moderator. Salah
satunya, Prof ini mengaku kagum dengan Islam karena kebenaran dalam Islam itu
disebutnya sebagai absolut milik Tuhan, manusia tidak punya hak mengatakan yang
mana yang benar dan yang mana yang salah... Ia beralasan, di akhir tulisan para
ulama selalu ditulis "wallahu a'lam bishshawab" yang berarti
"hanya Allah yang paling tahu dengan kebenaran.
Sejujurnya,
ini adalah kalimat indah tapi sepenuhnya adalah "racun". Ini kalimat
yang dilandasi oleh upaya untuk menghilangkan otoritas para ulama yang disebut
dalam hadis sebagai "Pewaris para Nabi"..
Jika
ulama tidak diberikan otoritas untuk menyampaikan yang benar dan yang salah,
lalu apa fungsinya Alquran dan Hadis? Selanjutnya, bagaimana wujud ajaran Islam
di atas permukaan bumi? Pastilah umat Islam akan kacau balau persis di era
Yunani kuno saat mereka dilandasi kebingungan dahsyat karena sulit membedakan
yg mana yang benar dan yang mana yang salah karena belum diturunkannya kitab
suci kepada mereka saat itu..
Jadi,
jika begini pemikiran guru besar Studi Islam di Belanda, apakah layak kita
belajar Islam kepada mereka dan meninggalkan para ulama kita yang lebih paham
dan lebih patut memberikan penjelasan tentang Islam?
So,
dengan realitas ini, masukan saya, sesegera mungkin IKAT harus menyelenggarakan
dialog tentang "BELAJAR ISLAM PADA YANG PAHAM ISLAM", saya tidak
katakan Belajar Islam ke Timur Tengah karena Timur Tengah sendiri juga dipenuhi
pemimpin zalim...
Terus,
apakah saya benci Barat? ya, saya benci Barat dalam konteks keterlibatan mereka
dalam penjajahan atas dunia Islam. Bukan kepada umat manusia yang ada di Barat,
apalagi kepada Barat sebagai negara-negara yang tidak lain adalah ciptaan Allah
Swt juga.
Kendati
demikian, saya juga percaya, Islam memiliki masa depan yang cerah di Barat.
Tentu
saja, masa depan cerah Islam di Barat tidak diawali oleh program Islamic
studies sama sekali, tapi oleh da'i-da'i yang komitmen dalam berIslam dan
senantiasa menunjukkan keindahan Islam kepada siapa saja... Karena Studi Islam
di Barat hanya mengkaji Islam sebagai ilmu, bukan untuk menambah keimanan
pengkajinya sebagaimana pengakuan seorang alumnus Islamic studies dalam diskusi
kemaren, dimana ini berbalik total dengan paradigma Islam yang menegaskan ilmu
itu untuk diamal...
By
the way, kita patut apresiasi bahwa Studi Islam di Barat kini semakin hangat
didiskusikan di Aceh... Bayangkan, bertahun-tahun diskusi seputar itu telah
mati suri karena barangkali dianggap sebagai suatu kebenaran mutlak yang tidak
pantas didiskusikan lagi. Plus, rezim yang bekuasa di negara kita sejak dahulu
memberikan dukungan besar atas program Islamic studies...
Tentu
saja, semua kritikan kita bertujuan baik, agar Aceh kita tidak kehilangan arah
menuju masa depan.. Agar meski kita sedang "ta ceumacah lam blang utoh
syeh, tapi tetap ta teupue pat ateung blang nyan".. hehe
Wallahu a'lam bishshwab