Mendukung Syari'at Islam, Bagai Katak Dalam Tempurung?

Oleh Teuku Zulkhairi Saya tertarik mengkaji penggunaan kata-kata “Katak dalam Tempurung”, khususnya karena kata-kata ini sering dikel...

Oleh Teuku Zulkhairi

Saya tertarik mengkaji penggunaan kata-kata “Katak dalam Tempurung”, khususnya karena kata-kata ini sering dikeluarkan sebagian kalangan untuk menjudge orang-orang atau pendapat orang yang dianggap berbeda dari pandangan mainstream dunia.  

Penggunaan kata-kata “jangan seperti katak dalam tempurung“ nampaknya dilatar belakangi oleh karena adanya anggapan bahwa warga dunia harus menyatu dalam budaya dunia yang kosmos.

Kita diharapkan menanggalkan segala identitas diri dan local wisdom kita menuju budaya kosmos agar kita menyatu dengan warga dunia. Kita tidak boleh berbeda dengan keinginan warga dunia, dengan budaya yang sedang trendi di berbagai belahan dunia, khususnya di benua Eropa dan Amerika. Jika kita berbeda, maka kita adalah seperti “katak dalam tempurung”.

Nalar saya mencoba berfikir, bagaimana budaya dunia yang disebut kosmopolit ini lahir?  Siapa yang melahirkannya, siapa yang berwewenang memberikan mandat dan siapa yang diberikan mandat untuk menetapkan standar nilai “budaya kosmos” yang mesti diikuti warga dunia seluruhnya?

Sejauh bacaan saya, setiap peradaban dunia dan nilai-nilai yang dibangunnya lahir memiliki ciri khas yang berbeda antara satu peradaban dengan peradaban lainnya. Misal, bagaimana peradaban Hindu berkembang dimana India berada di belakang peradaban ini. Atau bagaimana peradaban Budha eksis dimana China salah satu penyokongnya. 

Atau juga, eksistensi peradaban Kristen dan Yahudi dimana negara-negara Eropa dan Amerika sebagai fondasinya. Juga Rusia dengan ajaran komunisnya. Bahkan juga, saya dengar Jepang itu merupakan negara yang sangat kuat merawat tradisi dan falsafah leluhur bangsanya.

Antara satu peradaban dengan peradaban lainnya ini saling berbeda baik nilai maupun fondasinya, dan mereka saling memperkuat peradaban masing-masing, bahkan juga melakukan kompetisi menjadi yang paling unggul dalam percaturan peradaban dunia.

Lalu, yang dianggap sebagai standar nilai budaya kosmos yang mesti kita orang Aceh-Islam ikuti adalah peradaban yang mana? Mengapa kita mesti menyatu dengan budaya dunia yang dianggap kosmopolit itu di saat dunia itu sendiri memiliki peradaban yang beraneka ragam?  

Mengapa kita tidak berani mencoba berbeda dari peradaban mainstream dunia untuk kemudian kita bangkit dengan peradaban kita sendiri?  Bukankah dengan demikian maka kita akan memberikan warna baru dalam tatanan dunia yang plural? Mengapakah dunia harus takut jika kita berbeda dengan mereka?

Kalau begitu, jelaslah bahwa dunia yang kosmopolit itu tidak dibangun oleh satu warna, tapi aneka warna. Nah, jika warga di sebuah negara melebur dalam salah satu peradaban dunia dari beberapa peradaban yang sudah ada di atas, bukankah mereka tetap saja tidak bisa menjadi warga dunia yang menyatu dengan dunia yang kosmos?

Lalu, sampai kapan kita akan menyebut “katak dalam tempurung” saat melihat ada orang Aceh yang sedang mencoba berbeda dengan ragam peradaban dunia lainnya?

Sekian

sumber foto: http://igock.blogspot.com/2012/12/bagai-katak-dalam-tempurung.html

Related

Sosial dan Budaya 1559429929868322626

Posting Komentar Default Comments

emo-but-icon

Terbaru

Pesan Buku Klik Gambar

AMP code

Gerakan Santri Aceh

Karya Tulis

Karya Tulis
Buku

Buku Syariat Islam Membangun Peradaban

Buku Syariat Islam Membangun Peradaban
Buku

Facebook 2

Populer Setiap Saat

Popular Minggu Ini

My Facebook

Comments

item