Lebaran di Aceh, Jokowi Ingin Rangkul Umat Islam?
Sumber foto: http://smeaker.com/ Oleh Teuku Zulkhairi Bukan suatu yang baru pemimpin-pemimpin level nasional datang ke Aceh untuk...
https://jalanpertengahan.blogspot.com/2015/07/lebaran-di-aceh-jokowi-ingin-rangkul.html
Oleh Teuku Zulkhairi
Bukan suatu yang baru pemimpin-pemimpin level nasional datang ke Aceh untuk
ambil “berkah” dalam isu-isu Islam dan kepentingan kekuasaan. Barangkali, ini
karena Aceh tanoh para aulia yang adalah satu-satunya wilayah yang tidak
pernah berhasil ditundukkan sepenuhnya oleh penjajah Belanda. Lebih dari itu,
tidak bisa dipungkiri juga, Aceh adalah satu-satunya Provinsi yang selalu
menampilkan budaya khas sendiri yang Islami dan berbeda dari wilayah lainnya. Plus, catatan sejarah
bahwa Aceh adalah pintu gerbang masuk Islam ke Nusantara.
Ketika mengalami goncangan dalam mendirikan negara, Soekarno datang ke Aceh
mengambil berkah. Seokarno menjumpai para ulama dan sekaligus meminta modal
untuk republik ini. Menangis di depan ulama dan meminta dukungan ulama untuk
penguatan Republik. Ulama Aceh langsung luluh. Bukan hanya mendo’akan, bahkan
rakyat Aceh dari kantong sendiri menyumbang dua pesawat sebagai modal bagi
Republik. Ya, walau kemudian Soekarno
mengkhianati sepenuhnya kepercayaan rakyat Aceh. Tuntutan syari’at Islam yang
diminta rakyat Aceh, namun ide Nasionlis komunis (Nasakom) yang diberikan
Soekarno kepada republik sehingga menyebabkan negara dalam distabilitas.
Dan kini, upaya mendekat dan merangkul umat Islam dan masyarkat Aceh dilanjutkan
oleh Jokowi, Presiden Indonesia. Presiden Jokowi dikabarkan akan merayakan
lebaran Hari Raya Idul Fitri di Aceh, sebagaimana diberitakan Harian Serambi
Indonesia, (14/7). Tentu saja, ini sebuah tindakan baik yang perlu diapresiasi
oleh rakyat Aceh disatu sisi. Kendati demikian, di sisi lain, rakyat Aceh harus manfaatkan kehadiran Jokowi untuk
selamatkan Indonesia, bukan hanya untuk sisi keuntungan bagi Aceh. Apalagi jika
kehadiraan Jokowi ke Aceh hanya semata menguntungkan Jokowi dari segi citra.
Secara tersurat, memang tidak ada alasan khusus Jokowi memilih Aceh sebagai tempat pertama dirinya merayakan
Idul Fitri, sejak menjabat Presiden RI sebagaimana disampikan Teten Masduki,
Liputan6.com, [15/7].
"Enggak ada (alasan khusus). Malah tadinya kan ini ada
2 pilihan, antara Aceh atau Padang (Sumatera Barat), tapi Presiden akhirnya
memilih Aceh," kata dia. Menurut Teten, tidak hanya Idul Fitri, saat
Natal, Jokowi juga memilih Papua sebagai tempat perayaan Natal Nasional 2014.
Kekuasaan
Jokowi mulai goyah?
Namun, dari keterangaan orang dekat Jokowi ini, saya menilai bahwa secara
tersirat Jokowi memilih Aceh karena faktor keIslaman masyarakat Aceh,
sebagimana Jokowi memilih Papua karena faktor kekuatan Kristen disana lebih
kuat mungkin. Oleh sebab itu, dapatlah disimpulkan, bahwa lebaran Jokowi di
Aceh adalah untuk mendekat dengan umat Islam karena dirasa Aceh adalah
representasi kekuatan Islam yang solid di Indonesia.
Pemimpin manapun di negara-negara yang mayoritas umat Islam pasti akan selalu
berjuang untuk mencari simpati dan mendekat dengan umat Islam dalam rangka
memperkut posisi kepemimpinan mereka. Dan memang, sebuah kekuatan politik akan
senantiasa membutuhkan dukungan besar dari rakyat, apalagi saat kepemimpinan
seorang pemimpin sudah mulai goyah atau apoh apah dalam bahasa Aceh.
Lalu, benarkah kekuasaan Jokowi sudah mulai goyah? Bisa benar bisa tidak
tentu saja. Tergantung dari sisi mana kita menganalisa peta politik nasional.
Jika kita menganalis pernyataan Mantan Kepala Badan
Intelijen Negara (BIN) AM
Hendropriyono, tidak bisa dipungkiri bahwa kekuasaan Jokowi sudah
mulai digoyahkan oleh internal mereka sendiri.
AM
Hendropriyono sebagaimana dilansir Tribunnews.com, Kamis
(10/7/2015), mengingatkan kepada Kepala BIN yang baru, Sutiyoso,
untuk mengantisipasi krisis yang kemungkinan bisa saja terjadi
seperti tahun 1987 lalu. Dikatakan kemungkinan krisis bisa saja terjadi pasca Hari Raya Idul
Fitri atau saat perombakan kabinet. Krisis bisa juga terjadi saat pelaksanaan
pilkada serentak.
"Kecenderungan krisis lagi hanya mungkin, jika terjadi
adanya rush terhadap perbankan nasional. Kemudian demonstrasi besar di pusat
dan di berbagai daerah. Selain itu indikasi ekonomi kita yang melambat, antara lain
terlihat dari nilai transaksi yang sampai drop 18 persen. Ada 17 pabrik sarung
Majalaya yang tutup, karena tidak mampu lagi beli bahan baku importnya,"
ungkap Hendropriyono.
Ini artinya, diam-diam sedang terjadi kondisi yang mengkhawatirkan di level
nasional yang diawali oleh karena kekisruhan faksi-faksi internal rezim yang
berkuasa. Sebab, sebagaimana disadari, AM Hendropriyono adalah orang dekat Jokowi
sekaligus salah satu elit yang paling paham rahasia negara sehingga setiap
statmennya mesti dianggap serius.
Momentum
Aceh selamatkan negeri
Oleh sebab itu, isu dan momentum ini
sudah seharusnya mendapat perhatiaan dari elit Aceh, sehingga bukan saja Jokowi
akaan berhasil membangun citra mampu
merangkul umat Islam, namun juga Aceh harus manfaatkan momentum ini untuk
“selamatkan” republik. Elit-elit Aceh harus ingatkan Jokowi bahwaa negeri ini
tidak bisa dibangun dengan hutang, karena hutang hanya akaan membuta kita
semaakin menderita. Sudah cukup berhutang ke Cina, IMF dan sebagainya.
Hutang hanya akan memperbudak bangsa ini menjadi sapi perah
bagi bangsa-bangsa lain yang kapitalistik. Kekuatan kapitalisme global, sesuai
prinsipnya, tidak pernah berniat membangun sebuah negara. Negara kita hanya
alat bagi mereka untuk menguras kekayaan bangsa kita. Yunani telah memberi
bukti bagaimana mereka terseok-seok dalam ancaman kebangkrutan oleh sebab hutag
negara. Jangan lagi berhutang supaya kita menjadi bangsa yang mandiri dan mampu
menegakkan kepala sendiri di hadapan bangsa lain.
Lebih dari itu, secara geopolitik, umat Islam di berbagai
negara mengalami penindasan dari rezim tiran. Dari umat Islam di Suriah, sampai
Muslim Uighur di Cina. Sebagai negara dengan umat Islam terbesar di dunia,
Indonesia seharusnya berada di garda terdepan dalam upaya mengdvokasi derita
umat Islam. Elit-elit Aceh yang nanti sempat diskusi dengan Jokowi harus
sampaikan ini, karena ini adalah peluang dakwah terbesar sekaligus akan menjadi
pertanggung jawaban kita bangsa Aceh kelak di akhirat ketika ditanya Malaikat apa yang sudah kita
lakukan untuk selamatkan negeri ini dan untuk umat Islam lain.
Lebih dari itu, Jokowi-Jusuf Kalla cukup banyak berjanji semasa Kampanye Pilpres atau
janji pembangunan setelah mereka berdua terpilih sebagai Presiden dan Wakil
Presiden. Antara lain, janji Jokowi-JK Besarkan Pertamina Kalahkan Petronas
dalam 5 Tahun, Janji Bangun 50
Ribu Puskesmas, janji Swasembada Pangan, janji membuat Bank Tani untuk
Mengurangi Impor pangan, Janji Cetak 10 Juta Lapangan Kerja Jika Jadi Presiden,
Janji Buka 3 Juta Lahan Pertanian, Jokowi Janji Batasi Bank Asing, janji menghentikan impor daging walapun kini
justru semakin parah, janji menaikkan gaji guru, janji Sekolah
gratis, janji membeli kembali Indosat, janji membangun industri maritim dan
puluhan janji lainnya yang sampai saat ini masih bisa kita browsing di Google.
Dan khusus untuk konteks Aceh, ini adalah momentum untuk mendesak Jokowi
selesikan berbagai turunan UU
Pemerintahan Aceh, seperti RPP Migas, dan soal pelanggaran HAM dan sebagainya. Jika Jokowi berkomitmen akan penuhi
tuntutan-tuntutan ini, silahkan Jokowi ambil berkah di Aceh. Wallahu a’lam
bishshawab.
Penulis
adalah ketua Senat Mahasiswa Pascasarjana IAIN Ar-Raniry periode 2010-2011.
Emil: abu.erbakaan@gmail.com
Seyogyanya para pemimpin memanfaatkan moment ini untuk merangkul pemerintah pusat dalam mengintegrasikan segala per masalah yang ada.
BalasHapus