Takwa Bukan Hanya dengan Puasa Ramadhan
Oleh Teuku Zulkhairi Ramadhan akan segera berakhir beberapa hari lagi. Namun, kesempatan untuk meraih gelar takwa tentu tidak perna...
https://jalanpertengahan.blogspot.com/2015/07/takwa-bukan-hanya-dengan-puasa-ramadhan.html
Ramadhan
akan segera berakhir beberapa hari lagi. Namun, kesempatan untuk meraih gelar
takwa tentu tidak pernah berakhir. Jika kita mengkaji ayat-ayat Alquran yang
berkaitan dengan takwa, karakteristik orang-orang yang bertakwa dan jalan untuk
meraih gelar tersebut, kita akan menemukan bahwa sesungguhnya terdapat segudang
amalan lain yang bisa mengantarkan pelakunya kepada derajat mulia ini. Dan
amalan-amalan tersebut saling terkait antara satu dengan yang lain. Artinya,
derajat takwa itu dibentuk oleh beragam amalan kebaikan, bukan hanya dengan
sebagiannya atau apalagi dengan hanya salah satunya saja.
Namun,
realitas hari ini, bahasan tentang takwa cenderung hanya bergema di bulan
Ramadhan saja. Padahal, takwa adalah bahasan yang sangat besar dan agung.
Bahkan, takwa adalah intisari dari Islam itu sendiri. Harus kita akui, di luar
bulan Ramadhan, intensitas bahasan tentang takwa menjadi sangat minim sekali.
Padahal, puasa ramadhan adalah salah satu amal untuk menuju takwa, bukan
satu-satunya meskipun ramadhan memang jalan terbesar karena puasa mampu menstimulus
pelakunya (ash-shaimin) untuk melakukan ragam kebaikan yang lain.
Amalan menuju takwa
Oleh
sebab itu, usaha kita menuju takwa niscaya harus terus berkelanjutan (istimrariah),
tidak hanya dengan berpuasa di bulan Ramadhan, namun juga dengan amalan lain
dan di bulan-bulan selain ramadhan. Lalu, apa saja amalan lain yang bisa
mengantarkan pelakunya kepada takwa kapan saja ia melakukannya? Pertama,
membaca Alquran, mengkaji, merenungi dan tentu saja mengamalkan isinya.
Allah
Swt berfirman: "Dan
sungguh telah Kami buatkan Alquran ini segala macam perumpamaan bagi manusia
agar mereka dapat pelajaran, (yaitu) Alquran dalam bahasa Arab, tidak ada
kebengkokan didalamnya, agar mereka bertakwa” (az-Zumar:
27-28).
Menurut
at-Tabari, ayat ini menginformasikan bahwa mempelajari dan memahami isi
kandungan Alquran yang berbahasa Arab akan membentuk karakter manusia yang
bertakwa dan taat beribada kepada Allah dan senantiasa mengesakan Allah Swt
(Tafsirul Jami’ul Bayan, jilid 12: 228).
Kedua, istiqamah dalam menjalankan ajaran Islam juga bisa
mengantarkan pelakunya kepada derajat takwa. Surat al-An’am ayat 153
menjelaskan: “dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalanKu
yang lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang
lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalanNya. Yang
demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu bertaqwa”.
Ketiga, melaksanakan hukuman Qisas. Suatu kebaikan dari hukuman Qisas, bahwa dengan pelaksnaannya maka masyarakat
tidak akan berani melakukan pembunuhan sehingga keamanan jiwa masyarakat akan
terjamin (Ashaf Shaleh, 2006). Allah Swt berfirman: “Dan dalam Qisas itu ada
(jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai orang-orang yang berakal, supaya kamu
bertakwa” (al-Baqarah: 179).
Keempat, mendengar nasehat dan melakukan amar ma’ruf dan nahi munkar. Allah Swt berfirman: “Dan (ingatlah)
ketika suatu umat di antara mereka berkata: "Mengapa kamu menasihati kaum
yang Allah akan membinasakan mereka atau mengazab mereka dengan azab yang amat
keras?" Mereka menjawab: "Agar kami mempunyai alasan (pelepas
tanggung jawab) kepada Tuhanmu, dan supaya mereka bertakwa". (QS al-A’raf: 164).
Sebagai manusia dan sebagai
pribadi, kita tidak bisa lepas dari salah dan dosa. Kadangkala iman kita
bertambah, di waktu yang lalu berkurang. Kita tidak bisa menjadi baik kecuali
dengan perantaraan nasehat-nasehat baik dari orang lain. Oleh sebab itu, Islam
menganjutkan kita untuk memberi dan atau menerima nasehat agar terbentuk budaya
saling mengingatkan. Pada saat yang sama, Islam memerintahkan kita untuk
menyeru kepada kebaikan (amar ma’ruf) dan mencegah kemungkaran (nahi munkar).
Tidak diragukan lagi, bahwa amar ma’ruf dan nahi munkar merupakan esensi mendasar dalam proses
pembentukan karakter takwa, karena perintah ini menjadi pelindung bagi syi’ar
Islam yang lain.
Dan atas alasan pekerjaan amar ma’ruf dan nahi munkar ini, Allah memberi julukan mulia kepada kita dengan firmanNya: “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. (QS ali-Imran: 110).
Dan atas alasan pekerjaan amar ma’ruf dan nahi munkar ini, Allah memberi julukan mulia kepada kita dengan firmanNya: “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. (QS ali-Imran: 110).
Kelima, tolong menolong
atas kebaikan dan takwa dalam suatu sistem bermasyarakat. Seperti kita jelaskan
di atas, kadangkala iman manusia bertambah, di waktu lain bisa berkurang. Itu
sebab Islam meminta kita untuk saling tolong menolong atas kebaikan dan takwa.
Allah Swt berfirman: “dan tolong menolonglah kamu dalam mengerjakan kebaikan
dan takwa, dan janganlah Kamu tolong menolong dalam berbuat dosa dan kerusakan!
Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksaNya (QS
al-A’raf: 164).
Perintah ini menandakan, visi kebaikan Islam adalah untuk
masyarakat secara kolektif, bukan individu per individu. Islam mengharapkan terbentuk sebuah tatanan
masyarakat yang bertakwa secara kolektif sehingga diperlukan adanya kerjasama
antar anggota msyarakat. Selain amal-amal tersebut, ibadah secara umum juga
bisa mengantarkan pelakunya kepada derajat takwa. Allah Swt berfirman: “Hai
manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang
sebelummu, agar kamu bertakwa (QS al-Baqarah: 21).
Itulah sebagian di antara amal-amal bisa membentuk karakter takwa
pada diri seorang muslim. Dan selanjutnya, implementasi dari amalan-amalan di
atas akan berujung pada munculnya aneka ragam kebaikan yang lain yang bisa kita
deteksi dan evaluasi. Surat al-Baqarah ayat dua sampai dengan lima misalnya,
menerangkan berbagai ciri-ciri orang yang bertakwa seperti: beriman kepada yang
gaib, mendirikan shalat, menafkahkan sebagian hartanya, beriman kepad
kitab-kitab dan meyakini hari kiamat.
Masyarakat bertakwa
Sementara itu, di surat al-Baqarah ayat 177, Allah
menambahkan ciri-ciri orang bertakwa berikutnya selain yang disebut di atas,
yaitu: memerdekakan hamba sahaya, memberi zakat, menepati janji dan sabar dalam
kesempitan dan penderitaan. Berikutnya, dalam surat ali-Imran Allah Swt kembali
menjelaskan ciri-ciri orang yang bertakwa, yaitu: menafkahkan sebagian hartanya
di waktu lapang dan sempit, menahan amarah, suka memaafkan, apabila berbuat
salah segera bertaubat, tidak meneruskan perbuatan keji, dan berbuat baik
kepada orang lain.
Sedangkan di surat az-Zariyat ayat 15-19, ciri-ciri oranng
yang bertakwa adalah berbuat baik (kepada orang lain), sedikit tidur di waktu
malam karena melaksanakan shalat Tahajjud, istighfar di waktu sahur,
menafkahkan sebagian hartanya kepada orang miskin yang meminta-minta.
Dari sejumlah ayat tersebut, dapat disimpulan, bahwa terdapat
13 karakteristik utama orang-orang yang bertakwa yang dibahas dalam Alquran,
yaitu beriman, mendirikan shalat, membayar zakat/menginfakkan hartanya,
menepati janji, sabar, berdo’a kepada Allah, benar, tetap taat dalam kondisi apapun, suka beristighfar,
menahan amarah, suka memaafkan, berbuat baik dan shalat Tahajjud.
Demikianlah sebagian dari amalan-amalan dan ciri-ciri atau
karakteristik orang yang bertakwa yang mendapat tempat yang sangat mulia di
sisi Allah Swt. Banyak ayat yang menjelaskan bahwa Allah bersama orang-orang
yang bertakwa. Begitu banyak pula ayat-ayat yang menjelaskan diberikannya
kemudahan hidup di dunia dan keselamatan hidup di akhirat bagi mereka yang
bertakwa.
Dalam konteks kehidupan duniawi, kita bisa menyimpulkan bahwa
takwa merupakan modal dasar guna menciptakan masyarakat yang berperadaban.
Sejarah Islam membuktikan, kejayaan umat terdahulu diraih ketika takwa
dijadikan sebagai pakaian dan pegangan orang-orang terdahulu dari ummat ini. Ketika
mereka memenuhi segenap kualifikasi orang-orang yang bertakwa, maka Allah
memberikan mereka berbagai kemenangan dan kejayaan.
Maka jika hari ini kita melihat kondisi umat Islam yang
begitu memprihatinkan, terjajah, tertinggal, dan jauh dari peradaban mulia,
maka jalan satu-satunya adalah berpegang kepada sesuatu yang menjadi pegangan
umat terdahulu, yaitu ketakwaan. Kampanye menuju “masyarakat bertakwa” niscaya
harus semakin diintensifkan. Wallahu a’lam bishshawab.
Tulisan ini sudah dimuat di Serambi Indonesia. Link: http://aceh.tribunnews.com/2015/07/14/meraih-takwa-di-luar-ramadhan