Ahok, Proyek Liberalisasi Islam yang Akan Kembali Gagal
Skema proyek liberalisasi Islam. Foto: net By Teuku Zulkhairi JAUH sebelum fenomena Ahok, Indonesia sudah "diterjang" p...
https://jalanpertengahan.blogspot.com/2016/08/ahok-proyek-liberalisasi-islam-yang.html
Skema proyek liberalisasi Islam. Foto: net |
By Teuku Zulkhairi
JAUH sebelum fenomena Ahok,
Indonesia sudah "diterjang" proyek liberalisasi Islam yang tidak lain
adalah lanjutan kapitalisme atau penjajahan. Proyek Liberalisasi Islam
dijalankan seiring dengan proyek lainnya, yaitu proyek deradikalisasi yang ditujukan
bagi mereka yang melawan proyek liberalisasi Islam ini.
Inti dari proyek tersebut adalah
bagaimana agar umat Islam bisa ber Islam sesuai selera para bangsa kapitalis
dan korporasi global tersebut. Dengan kata lain, kaum kapitalis ingin melihat
Islam seperti yang mereka harapkan. Sesuatu yang wajar dalam perspektif tatanan
dunia baru mengingat hegemoni mereka dalam dunia militer dan peradaban.
Sebelum Ahok muncul, salah satu
gagasan yang dikampanyekan di tengah tengah muslim adalah tentang bolehnya non
muslim memimpin ummat Islam, yang dalam perkembangan kemudian gagasan ini
berubah menjadi kampanye "pemimpin non muslim lebih baik dari
muslim".
Bahkan, dalam perkembangannya
kemudian, kampanye ini berubah menjadi semakin lancang dengan jargon baru
mereka bahwa "non muslim yang tidak korup lebih baik dari muslim yang
korup".
Di tengah jalan proyek
liberalisasi Islam gagal, meskipun tidak sepenuhnya. Kegagalan proyek tersebut
ditandai dengan gagalnya aktivis Islam liberal menguasai mesjid. Di sini
pesantren dan aktivis Ormas Islam berperan sebagai benteng.
Dan kini, berkat Ahok, proyek
tersebut semakin menunjukkan kegagalannya dengan ketidakmampuan pengusung
gagasan liberal Islam menjelaskan bahwa non muslim lebih baik dari muslim dalam
urusan memimpin. Slogan "non muslim lebih baik" terpatahkan dengan
cepat oleh data dan fakta lapangan. Umat Islam kembali merindukan sosok
pemimpin muslim yang santun dan jujur.
Dalam kondisi seperti ini,
pengusung gagasan liberal Islam dan atau yang sepakat atas ide-ide mereka,
kembali mengeluarkan jurus “mabuk” dengan menyerang para calon atau pemimpin
muslim dengan terus mencari setiap kekurangan mereka, dengan alasan-alasan yang
menurut mereka sudah akademis, hasil survey dan lain-lain. Demikianlah, hal
semacam ini dilakukan dengan tujuan seolah “non muslim tetap lebih baik”
menjadi pemimpin muslim ketimbang muslim itu sendiri.
Tujuh partai di Jakarta nampaknya
sepakat menolak Ahok. Hal ini tentu saja karena mereka melihat umat Islam di
Jakarta yang semakin konsisten menolak Ahok, akibat keserakahannya. Bagaimana tidak
serakah ya, contoh terbaru saja, tahun 2012 dulu ngomong calon petahana
(kandidat yang sedang menjabat) harus cuti. itu saat petahana adalah pihak
lain.
Sekarang, giliran dirinya yang jadi kandidat dari petahana, ngomongnya
udah berbeda, alias udah tidak mau mau cuti. Serakah sekalli bukan? Tapi, tetap
saja pengusung gagasan liberal Islam akan tetap “mendewakan” sosok seperti ini.
Hal bukan karena berdasarkan kapasitas dan kapabilitas, melainkan karena ia non
muslim.
Ohya, syarat santun (dari tujuah
syarat) yang diajukan tujuh partai ini dengan sendirinya telah mengeluarkan
Ahok dari kriteria ini. Sekali lagi, ini bukti liberalisasi Islam telah gagal. Kita
patut bersyukur bahwa arah angin tujuh partai itu tidak sedang mengarah ke
Ahok, meskipun akan bisa saja berubah.
Tujuh partai ini justru melirik
Risma, panggilan untuk walikota Surabaya Trismaharini, seorang muslimah yang
shalihah yang dibuktikan dengan konsistensinya berjilbab sebagai pakaiannya
muslimah. Risma akan diduetkan dengan Sandiaga Shalahuddin Uno, seorang
pengusaha muslim yang termasuk dalam nama-nama yang direkomendasikan para ulama
dan Habaib di Jakarta.
Secara kalkulatif, sikap tujuh partai
ini sudah mewakili keinginan umat Islam di Jakarta. Nah sekarang mari berdo'a
untuk Jakarta yang ramah pribumi. Berdo’a agar tujuh partai ini bisa konsisten.
Jika konsisten, maka mereka telah memihak umat Islam satu langkah.. Semoga saja
ya.. Amiin
Penulis adalah Direktur Forum Aceh for Study of Islamic Civilization (AFSIC)
Penulis adalah Direktur Forum Aceh for Study of Islamic Civilization (AFSIC)