Menuju 'Pilkada Islami'

Oleh Teuku Zulkhairi Menjelang pelaksanaan pemilihan kepala daerah (Pilkada) di Aceh, potensi hujat menghujat antar penduk...



Oleh Teuku Zulkhairi



Menjelang pelaksanaan pemilihan kepala daerah (Pilkada) di Aceh, potensi hujat menghujat antar pendukung satu kandidat dengan kandidat lainnya sepertinya menjadi sangat terbuka. Lebih dari itu, praktek-praktek lainnya seperti suap, fitnah memfitnah, money politik, penipuan, sogok menyogok, penyalahgunaan kekuasaan, kecuranganan, intimidasi bahkan juga pembunuhan adalah hal yang sangat rentan terjadi. 

Setidaknya jika kita melihat masa lalu sejauh ini. Bahkan kita juga bisa membaca potensi seperti ini di sosial media dimana secara mudah kita akan menemukan adanya “pertempuran” antar pendukung kandidat yang tidak jarang terjebak dalam fitnah. Inilah sebenarnya praktek kerusakan di atas permukaan bumi dalam dunia politik kita sejuah ini. Lalu, bagaimana kita mempertanggungjawabkannya di hari akhirat?

Sesungguhnya hal-hal semacam ini adalah berlawanan dengan semangat dan ajaran Islam sebagai agama indah, agama yang Rahmatan lil ‘alamin. Bahkan, yang lebih parah dari itu, dengan pelaksanaan Pilkada yang (jika) berlaku curang, maka kita telah menambah catatan panjang kemunduran umat Islam dalam pentas peradaban dunia. Dunia lain akan menilai kita bahwa antara Islam yang kita anut dengan nilai yang kita implementasikan dalam kehidupan nyata adalah sesuatu paradoks dan bertentangan. Maukah kita dinilai seperti itu? Semoga tidak.

Kekuasaan memang bisa digunakan untuk berbuat kebaikan, berbuat untuk Islam dan kemaslahatan kaum muslimin. Namun hal itu bukan berarti segala macam hal dalam meraih kekuasaan menjadi halal. Cita-cita baik tentu saja mesti diraih dengan cara yang baik-baik. Politik memang keras, penuh intrik dan menantang, namun di sinilah Islam mengajarkan kita tentang kewajiban yang senantiasa melekat pada diri setiap pribadi muslim. Islam mengajarkan kita, bahwa sebagai muslim kita tidak bisa melepaskan ikatan Islam dan eksistensi politik kita, siapapun kita. Jangan sampai, keindahan Islam tertutupi perilaku muslimnya, kita semua.

Pada akhirnya kita harus sadar, bahwa kehidupan dunia hanyalah sementara. Dan akhirat lah tempat dimana kita akan kekal abadi. Bagaimana nasib kita di akhirat, adalah tergantung bagaimana kita memanfaatkan jatah hidup kita di dunia. Bagi kita sebagai muslim, hal yang penting disadari, bahwa meskipun dunia diciptakan untuk kita, tapi kita diciptakan untuk akhirat. Ya, kita diciptakan untuk akhirat sepenuhnya. 

Sementara dunia bagi kita adalah ladang kita menyiapkan bekal berupa amalan baik kita untuk kita bawa pulang ke negeri yang kekal abadi, akhirat. Sekiranya amalan baik kita banyak, dengan rahmat dan kasing sayang Allah Swt, insya Allah kita akan hidup bahagia di dalam syurga sebagai sebaik-baik tempat tinggal.

Tapi jika sebaliknya, catatan amalan kita di dunia dipenuhi oleh perilaku yang melanggar nilai-nilai Islam, maka lihatlah bagaimana Allah menjelaskan sangat jelas tentang hal ini.: “Adapun orang yang diberikan kitabnya dari sebelah kanannya, maka dia akan diperiksa dengan pemeriksaan yang mudah, dan dia akan kembali kepada kaumnya (yang sama-sama beriman) dengan gembira.” (QS. Al-Insyiqaaq: 7-9).

Bagai orang yang berbuat baik, maka menerima buku amalnya dengan tangan kanan. Dan bagi yang berbuat kerusakan, maka lihatlah lanjutan ayat ini: “Adapun orang-orang yang diberikan kitabnya dari belakang, maka dia akan berteriak: “Celakalah aku.” (QS. Al-Insyiqaaq: 10). 


Sementara di surat Yaasin Allah menegaskan: “Pada hari ini Kami tutup mulut mereka, dan berkatalah kepada Kami tangan mereka dan kaki mereka memberi kesaksian terhadap apa yang dahulu mereka usahakan.” (QS. Yaasiin: 65). Begitulah sekilasbagaimana nasib kita di akhirat, kemenangan bagi mereka yang konsisten berbuat baik, dan kecelakaan bagi mereka yang berbuat buruk.


Oleh sebab itu, momentum Pilkada, hendaknya tetap membuat kita mengingat kematian dan hari akhir. Karena dengan demikian, kita akan terdorong untuk senantiasa berjalan di atas jalan Islam, yaitu sebuah dorongan untuk tidak akan membuat kerusakan di atas muka bumi.

Mengingat kubur
Kematian adalah sesuatu yang pasti. Allah Swt berfirman: “Katakanlah, sesungguhnya kematian yang kalian lari daripadanya, maka sesungguhnya kematian itu akan menemui kalian, kemudian kalian kan kembali kepada (Allah), yang mengetahui yang gaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepada kalian apa yang telah kalian kerjakan.” (QS. Al-Jumu’ah: 8).


Dan kuburan adalah awal dari segalanya, bukan akhir. Maka patut kita pertanyakan, apa yang telah kita perbuat sebelum kita mati, kebaikan kah atau justru kejahatan berupa berbuat kerusakan di atas muka bumi seperti contoh-contoh yang disebutkan di paragraf awal tulisan ini. Sungguh, kita tidak memiliki apapun di dunia ini. 


Dunia dan seisinya tidak akan bisa membantu kita di alam kubur, kecuali hanya amalan kita, berupa ilmu yang bermanfaat untuk orang lain, sedekah dan anak yang shalih yang kita tinggalkan. Bagi orang baik, kuburan akan menjadi salah satu taman syurga baginya. Subhanallah. Sementara bagi mereka yang gemar berbuat kerusakan di dunia, maka kuburan akan menjadi salah satu jurang neraka. Na’uzubillahiminzalik.


Maka dalam konteks kaitan antara Islam dan Pilkada di Aceh, maka mengingat mati dan membayangkan kondisi alam kubur sebagaimana yang ditekankan ajaran Islam niscaya akan membuat kita senantiasa berfikir ulang untuk berbuat kerusakan di atas muka bumi, seperti sogok menyogok, memfitnah, menghujat, menyalahgunakan kekuasaan, korupsi, kolusi dan nepotisme dan seterusnya. 
Mari membayangkan sekiranya kita dipanggil Allah Swt ketika kita melakukan kerusakan-kerusakan tersebut. Apa yang akan kita jawab nanti di akhirat? Rasulullah Saw mengingatkan kita, Perbanyaklah mengingat penghancur kelezatan, yaitu: Kematian’ (HR At-Tirmidzi dan yang lainnya).
Harus jadi contoh
Lebih dari itu, sekiranya kita mampu menjaga etika Islam dalam berpolitik, maka dengan sendirinya kita telah menyumbangkan peran besar dalam geliat kebangkitan Islam. Sesungguhnya, kebangkitan Islam membutuhkan sekecil apapun upaya kebaikan yang ditunjukkan oleh setiap muslim, kapan saja dan dimana saja. 
Maka jika semakin banyak kebaikan yang kita lakukan, semakin konsisten dan semakin menyeluruh arena kebaikan yang kita pentaskan, maka kebangkitan Islam barangkali menjadi sesuatu yang semakin cepat datangnya. Jika selama ini ada sebutan “Islam mahjub bil muslimin”, yaitu Islam tertutupi oleh orang muslim, maka dengan konsistensi kita berbuat baik, termasuk dalam Pilkada, maka kita akan menepis sebutan tersebut sehingga menjadi “Al Islam maksyuf bil muslimin”, yaitub ahwa keindahan Islam bisa terlihat pada perilaku muslim,
Bayangkan, kalau kita melalui Pilkada di Aceh sesuai dengan semangat Islam, tidak ada intimidasi, tidak ada fitnah, tidak ada money politic, tidak ada kecurangan, penipuan, sogok, KKN dan kejahatan lainnya, dan apalagi jika kelak kita juga menggunakan metode pemilihan pemimpin yang sesuai dengan tuntunan Islam, maka kita telah memberikan sumbangsih bukan hanya untuk Aceh, namun juga untuk Indonesia, bahkan juga untuk peradaban dunia. 
Kalau kita bisa menampilkan akhlak Islam dalam berpolitik, maka kita akan menjadi kiblat peradaban dunia Islam. Tidak kah kita tertaik? Sungguh, Islam hanya akan bangkit lewat kaum muslimin dengan perilaku-perilakunya, begitu juga sebaliknya. Apalagi dalam kondisi  dunia saat ini dimana-mana terjadi konflik politik baik yang terjadi karena rekyasa musuh-musuh Islam, atau terjadi karena perilaku tamak para elitnya, sungguh dunia butuh keteladanan. Lebih dari itu, mengedepankan akhlak dalam politik juga akan membantu kita untuk selamat hidup dunia dan akhirat. Insya Allah. Wallahu a’lam bishshawab.
Penulis adalah Mahasiswa Program Doktor Pascasarajana UIN Ar-Raniry, Banda Aceh. Sekjend Badan Koordinasi Mubaligh Indonesia (PW Bakomubin) Prov. Aceh. Email abu.erbakan@gmail.com

Dimuat di Harian Serambi Indonesia, Jum'at 23 September 2016.  



Related

Ruang Politik 2184253295357308643

Posting Komentar Default Comments

emo-but-icon

Terbaru

Pesan Buku Klik Gambar

AMP code

Gerakan Santri Aceh

Karya Tulis

Karya Tulis
Buku

Buku Syariat Islam Membangun Peradaban

Buku Syariat Islam Membangun Peradaban
Buku

Facebook 2

Populer Setiap Saat

Popular Minggu Ini

My Facebook

Comments

item