“Agar Irwandi – Nova Sukses Memimpin Dunia-Akhirat”

Oleh Teuku Zulkhairi           Untuk level Aceh, sangat lumrah kita meninjau indikator kesuksesan kepemimpinan untuk dua alam sekal...



Oleh Teuku Zulkhairi

          Untuk level Aceh, sangat lumrah kita meninjau indikator kesuksesan kepemimpinan untuk dua alam sekaligus, yaitu alam dunia dan juga alam akhirat. Sebab, bukan saja karena faktor spirtualitas masyarakat Aceh yang menghendaki adanya korelasi kesuksesan pembangunan yang dijalankan pemerintah - di dunia dan untuk kehidupan hakiki di akhirat - akan tetapi juga amanah regulasi yang mengikat setiap pemimpin dalam menjalankan amanah kepemimpinannya di Aceh. Integrasi Islam dalam pembangunan Aceh adalah amanah undang-undang dimana sejak lebih dari satu dekade hukum Islam kembali berlaku secara formal di Aceh.

          Lebih dari itu, bagi para pemimpin sendiri, ia akan mempertanggung jawabkan amanah kepemimpinannya bukan saja di dunia, namun yang paling berat adalah di akhirat tempat dimana tanggung jawab kepemimpinan akan diperhitungkan dan diukur secara cermat dan dimintai pertanggung jawaban secara teliti, tak akan ada yang luput dan silap.

 Hal ini yang mesti sejak di awal kepemimpinannya mesti dicamkan secara pasti oleh pemimpin Aceh terpilih, Irwandi Yusuf – Nova Iriansyah yang akan dilantik pada 5 Juli dimana pasangan ini akan memimpin Aceh hingga tahun 2023. Pelibatan sejumlah nama-nama yang ‘pro syari’ah’ dalam tim “RPJM” Irwandi-Nova – meskipun dalam jumlah yang minim - barangkali merupakan bagian dari upayanya memastikan tercapainya tujuan tersebut.

Sukses di dunia
          Program-program cemerlang Irwandi – Nova yang bisa kita baca sejak awal kampanye pasangan ini sebenarnya juga merupakan visi Islam (maqashid/tujuan Syari’ah). Kalau kita membaca setiap poin misi pemerintahan Irwandi – Nova, maka secara meyakinkan kita akan melihat misi-misi tersebut sebagai juga misi Islam, seperti Aceh Seujahtera, Aceh Meuadab, Aceh Carong, Aceh Teunaga, Aceh Meugo dan Meulaot, Aceh Troe dan seterusnya. Jika setiap poinnya sukses diimplementasikan, tidak kita ragukan lagi bahwa insya Allah Aceh pasti akan maju.

          Oleh sebab itu, dalam konteks implementasi atas program ini, tugas terbesar Irwandi – Nova di awal pemerintahan mereka adalah memastikan “kabinet”nya sepenuhnya memahami misi ini dan betul-betul menjiwainya. Kabar bahwa Irwandi – Nova akan melakukan ‘fit and propert test’ bagi para calon kepala Satuan Kerja Pemerintah Aceh (SKPA) yang akan membantunya bekerja tentu saja sebuah “angin segar”, khususnya setelah di era kepemimpinan Zaini Abdullah – Muzakkir Manaf sebelumnya kita saksikan ‘gagal’ mengangkat kepala dinas lewat jalur ‘fit and propert test’ ini. Namun, apakah kebijakan semacam ini memungkinkan untuk diwujudkan, padahal Irwandi – Nova terikat “kontrak politik” dengan sejumlah partai politik yang telah menyediakan “kenderaan” baginya untuk berlaga dalam Pilgub yang lalu? 

          Oleh sebab itu, ini akan menjadi ujian pertama yang barangkali berat untuk dilalui di masa kepemimpinan Irwandi - Nova. Harapan terbesar kita, tentu saja, bahwa kepentingan masyarakat harus menjadi kepentingan bersama partai politik pendukung atau relawan Irwandi – Nova. 

          Kalau kita membaca dinamika politik nasional, nampaknya hal semacam ini gagal diwujudkan pemerintahan Jokowi –Jusuf Kalla. Bagi-bagi jabatan untuk parpol pendukung terlihat begitu gamblang dilakukan rezim ini, meskipun di awalnya justru dikampanyekan sebaliknya, bahwa pasangan Jokowi-JK tidak akan melakukan politik transaksional (bagi-bagi jabatan). Yang salah tentu bukan perihal jabatan telah dibagi-bagi, sebab memang jabatan itu harus dibagi-bagi. 

          Namun, yang kemudian membuat visi misi pemerintah gagal diwujudkan adalah karena saat bagi-bagi jabatan dilakukan sekedar politik transaksional – bukan atas azas profesionalitas, maka disinilah awal mula kepentingan masyarakat menjadi semakin terpinggirkan. Yang akhirnya muncul adalah perebutan kepentingan kelompok oleh orang-orang dan jaringan lingkaran kekuasaan. Akhirnya, janji-janji kampanye gagal diwujudkan. Ketidak adilan merajelala. Bahkan, untuk menutupi kegagalan ini, dimunculkanlah kebohongan-kebohongan yang lain yang pada akhirnya menjadikan kerusakan semakin kompleks.

          Oleh sebab itu, kita tentu tidak berharap Irwandi – Nova meniru langkah Jokowi – Jk dalam strategi dan narasi kekuasaan, harapan terbesar – saya yakin – seluruh masyarakat Aceh adalah melihat Irwandi – Nova berhasil merealisasikan janji-janji politiknya yang diawali dengan pemilihan ‘kabinet’ berdasarkan kapasitas mereka, bukan berdasarkan politik transaksional. 

          Irwandi – Nova harus memastikan bahwa kabinetnya adalah orang-orang yang kaya dengan gagasan, tidak KKN, inovatif, tipical action, mau mendengar, memahami pentingnya pendekatan akademik dan riset dalam pembangunan, berani, tidak bermental asal bos senang, serta tidak “bermental proyek”. Lebih dari itu, Irwandi – Nova juga hendaknya betul-betul serius melawan praktek Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) yang nampaknya tetap aktif di balik “layar Syari’at”, khususnya dijalankan karena ketidakpahaman para pelakuknya tentang pandangan Islam terhadap larangan KKN. 

Sukses di akhirat
          Tidak sulit untuk menjawab apa kunci sukses di akhirat bagi seorang pemimpin. Penjelasan Alquran dan teladan paripurna dari kepemimpinan Rasulullah Saw dan para salafussalih adalah contoh konkrit bagaimana wujud atau model kepemimpinan yang berorientasi akhirat. Unsur mendasar kepemimpin seperti keadilan seorang pemimpin akan sangat menentukan-bahkan syarat mutlak kesuksesan di akhirat. Banyak ayat-ayat dalam Alquran yang menekankan pentingnya berlaku adil. Saat Irwandi – Nova dilantik sebagai Gubernur-Wakil Gubernur Aceh, maka pada saat itu ia adalah pemimpin bagi seluruh rakyat Aceh, baik yang memilihnya dalam Pilgub yang lalu maupun yang tidak. Maka untuk semua masyarakat ini dalam perspektif Islam Irwandi-Nova harus berlaku adil kepada mereka, sesuai dengan posisinya masing-masing anggota masyarakatnya. 

          Unsur mendasar dari model kepemimpinan ideal berikutnya adalah ‘kesederhanaan’. Kesederhanaan akan membuat seorang pemimpin atau suatu kelompok terhindar dari penyakit ‘wahn’, suatu penyakit terlalu cinta pada dunia seperti dijelaskan oleh Rasulullah Saw. Catatan sejarah seluruhnya menulis dengan “tinta emas” figur-figur pemimpin teladan dalam kesederhanaan. Kesederhanaan ini juga akan mencegah seorang pemimpin dari perilaku korup yang akan menghancurkan diri dan rakyatnya.

          Sementara itu, dalam konteks implementasi Syari’at Islam yang sudah menjadi visi jangka perjalanan bangsa Aceh ke depan, komitmen dan keistiqamahan Irwandi-Nova untuk menjalankan Qanun-qanun Syari’at Islam adalah sebuah keniscayaan. Hukum Syari’ah sebenarnya bukan sekedar sebagai pilihan suka atau tidak suka untuk kita jalankan di Aceh, atau bahwa seorang pemimpin boleh memilih menjalankannya atau tidak menjalankannya, namun sesungguhnya ia adalah konsekuensi kita menjadi seorang muslim. Syari’at Islam adalah way of life kita. Ia juga merupakan wujud konkrit peradaban umat Islam yang dengannya kita akan berjaya di dunia dan di akhirat.

          Catatan sejarah memperlihatkan bagaimana kehancuran sebuah bangsa saat pelanggaran atas nilai-nilai Islam telah merajelala seperti praktek riba, pencurian, perzinaan, judi, gay-lesbian, minuman keras dan sebagainya seperti disebut oleh Ibnu Khaldun dalam kitab Muqaddimahnya. Maka implementasi qanun-qanun Syari’at Islam yang sudah dibuat akan mencegah Aceh dari kehancuran secara totalitas. Kita berharap praktek riba semakin terkikis habis di Aceh, pendidikan kita semakin Islami, pelayanan birokrasi semakin bersyari’at, masyarakat dan perusahaan-perusahaan semakin rajin berzakat, berwakaf dan berinfak dan seterusnya.

          Oleh sebab itu, dengan segudang pekerjaan besar ini, kita berharap Irwandi – Nova tidak hanya menyerahkan persoalan Syari’at cukup hanya ditangani oleh Dinas Syari’at Islam atau MPU saja. Tapi yang lebih penting adalah, Irwandi-Nova sendiri bisa menjadi panglima dalam penegakan Syari’at Islam di Aceh sehingga Aceh kembali berjaya seperti harapan masyarakat, ulama, politisi, santri, mahasiswa dan semua kita yang hidup di Aceh.  Irwandi – Nova harus senantiasa dekat dan menerima nasehat dari para ulama.  Mudah-mudahan.
Teuku Zulkhairi - Sekjend Pengurus Wilayah Badan Koordinasi Mubaligh Indonesia (PW Bakomubin) Prov. Aceh. Mahasiswa Program Doktoral Pascasarjana UIN Ar-Raniry, Banda Aceh. Email: abu.erbakan@gmail.com.

Related

Ruang Politik 6890265558050786826

Posting Komentar Default Comments

emo-but-icon

Terbaru

Pesan Buku Klik Gambar

AMP code

Gerakan Santri Aceh

Karya Tulis

Karya Tulis
Buku

Buku Syariat Islam Membangun Peradaban

Buku Syariat Islam Membangun Peradaban
Buku

Facebook 2

Populer Setiap Saat

Popular Minggu Ini

My Facebook

Comments

item