“Agar Irwandi – Nova Sukses Memimpin Dunia-Akhirat”
Oleh Teuku Zulkhairi Untuk level Aceh, sangat lumrah kita meninjau indikator kesuksesan kepemimpinan untuk dua alam sekal...
https://jalanpertengahan.blogspot.com/2017/08/agar-irwandi-nova-sukses-memimpin-dunia.html
Oleh Teuku
Zulkhairi
Untuk level Aceh, sangat lumrah kita
meninjau indikator kesuksesan kepemimpinan untuk dua alam sekaligus, yaitu alam
dunia dan juga alam akhirat. Sebab, bukan saja karena faktor spirtualitas
masyarakat Aceh yang menghendaki adanya korelasi kesuksesan pembangunan yang
dijalankan pemerintah - di dunia dan untuk kehidupan hakiki di akhirat - akan
tetapi juga amanah regulasi yang mengikat setiap pemimpin dalam menjalankan
amanah kepemimpinannya di Aceh. Integrasi Islam dalam pembangunan Aceh adalah
amanah undang-undang dimana sejak lebih dari satu dekade hukum Islam kembali
berlaku secara formal di Aceh.
Lebih dari itu, bagi para pemimpin
sendiri, ia akan mempertanggung jawabkan amanah kepemimpinannya bukan saja di
dunia, namun yang paling berat adalah di akhirat tempat dimana tanggung jawab
kepemimpinan akan diperhitungkan dan diukur secara cermat dan dimintai
pertanggung jawaban secara teliti, tak akan ada yang luput dan silap.
Hal ini
yang mesti sejak di awal kepemimpinannya mesti dicamkan secara pasti oleh
pemimpin Aceh terpilih, Irwandi Yusuf – Nova Iriansyah yang akan dilantik pada
5 Juli dimana pasangan ini akan memimpin Aceh hingga tahun 2023. Pelibatan
sejumlah nama-nama yang ‘pro syari’ah’ dalam tim “RPJM” Irwandi-Nova – meskipun
dalam jumlah yang minim - barangkali merupakan bagian dari upayanya memastikan
tercapainya tujuan tersebut.
Sukses di
dunia
Program-program cemerlang Irwandi –
Nova yang bisa kita baca sejak awal kampanye pasangan ini sebenarnya juga
merupakan visi Islam (maqashid/tujuan Syari’ah). Kalau kita membaca
setiap poin misi pemerintahan Irwandi – Nova, maka secara meyakinkan kita akan
melihat misi-misi tersebut sebagai juga misi Islam, seperti Aceh Seujahtera,
Aceh Meuadab, Aceh Carong, Aceh Teunaga, Aceh Meugo
dan Meulaot, Aceh Troe dan seterusnya. Jika setiap poinnya sukses
diimplementasikan, tidak kita ragukan lagi bahwa insya Allah Aceh pasti akan
maju.
Oleh sebab itu, dalam konteks implementasi
atas program ini, tugas terbesar Irwandi – Nova di awal pemerintahan mereka
adalah memastikan “kabinet”nya sepenuhnya memahami misi ini dan betul-betul
menjiwainya. Kabar bahwa Irwandi – Nova akan melakukan ‘fit and propert test’
bagi para calon kepala Satuan Kerja Pemerintah Aceh (SKPA) yang akan
membantunya bekerja tentu saja sebuah “angin segar”, khususnya setelah di era
kepemimpinan Zaini Abdullah – Muzakkir Manaf sebelumnya kita saksikan ‘gagal’
mengangkat kepala dinas lewat jalur ‘fit and propert test’ ini. Namun,
apakah kebijakan semacam ini memungkinkan untuk diwujudkan, padahal Irwandi –
Nova terikat “kontrak politik” dengan sejumlah partai politik yang telah
menyediakan “kenderaan” baginya untuk berlaga dalam Pilgub yang lalu?
Oleh sebab itu, ini akan menjadi ujian
pertama yang barangkali berat untuk dilalui di masa kepemimpinan Irwandi -
Nova. Harapan terbesar kita, tentu saja, bahwa kepentingan masyarakat harus
menjadi kepentingan bersama partai politik pendukung atau relawan Irwandi –
Nova.
Kalau kita membaca dinamika politik
nasional, nampaknya hal semacam ini gagal diwujudkan pemerintahan Jokowi –Jusuf
Kalla. Bagi-bagi jabatan untuk parpol pendukung terlihat begitu gamblang
dilakukan rezim ini, meskipun di awalnya justru dikampanyekan sebaliknya, bahwa
pasangan Jokowi-JK tidak akan melakukan politik transaksional (bagi-bagi
jabatan). Yang salah tentu bukan perihal jabatan telah dibagi-bagi, sebab
memang jabatan itu harus dibagi-bagi.
Namun, yang kemudian membuat visi misi
pemerintah gagal diwujudkan adalah karena saat bagi-bagi jabatan dilakukan
sekedar politik transaksional – bukan atas azas profesionalitas, maka disinilah
awal mula kepentingan masyarakat menjadi semakin terpinggirkan. Yang akhirnya
muncul adalah perebutan kepentingan kelompok oleh orang-orang dan jaringan
lingkaran kekuasaan. Akhirnya, janji-janji kampanye gagal diwujudkan. Ketidak
adilan merajelala. Bahkan, untuk menutupi kegagalan ini, dimunculkanlah
kebohongan-kebohongan yang lain yang pada akhirnya menjadikan kerusakan semakin
kompleks.
Oleh sebab itu, kita tentu tidak
berharap Irwandi – Nova meniru langkah Jokowi – Jk dalam strategi dan narasi
kekuasaan, harapan terbesar – saya yakin – seluruh masyarakat Aceh adalah
melihat Irwandi – Nova berhasil merealisasikan janji-janji politiknya yang
diawali dengan pemilihan ‘kabinet’ berdasarkan kapasitas mereka, bukan
berdasarkan politik transaksional.
Irwandi – Nova harus memastikan bahwa
kabinetnya adalah orang-orang yang kaya dengan gagasan, tidak KKN, inovatif, tipical
action, mau mendengar, memahami pentingnya pendekatan akademik dan riset
dalam pembangunan, berani, tidak bermental asal bos senang, serta tidak “bermental
proyek”. Lebih dari itu, Irwandi – Nova juga hendaknya betul-betul serius
melawan praktek Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) yang nampaknya tetap aktif
di balik “layar Syari’at”, khususnya dijalankan karena ketidakpahaman para
pelakuknya tentang pandangan Islam terhadap larangan KKN.
Sukses di
akhirat
Tidak sulit untuk menjawab apa kunci
sukses di akhirat bagi seorang pemimpin. Penjelasan Alquran dan teladan
paripurna dari kepemimpinan Rasulullah Saw dan para salafussalih adalah
contoh konkrit bagaimana wujud atau model kepemimpinan yang berorientasi
akhirat. Unsur mendasar kepemimpin seperti keadilan seorang pemimpin akan
sangat menentukan-bahkan syarat mutlak kesuksesan di akhirat. Banyak ayat-ayat
dalam Alquran yang menekankan pentingnya berlaku adil. Saat Irwandi – Nova
dilantik sebagai Gubernur-Wakil Gubernur Aceh, maka pada saat itu ia adalah pemimpin
bagi seluruh rakyat Aceh, baik yang memilihnya dalam Pilgub yang lalu maupun
yang tidak. Maka untuk semua masyarakat ini dalam perspektif Islam Irwandi-Nova
harus berlaku adil kepada mereka, sesuai dengan posisinya masing-masing anggota
masyarakatnya.
Unsur mendasar dari model kepemimpinan
ideal berikutnya adalah ‘kesederhanaan’. Kesederhanaan akan membuat seorang
pemimpin atau suatu kelompok terhindar dari penyakit ‘wahn’, suatu
penyakit terlalu cinta pada dunia seperti dijelaskan oleh Rasulullah Saw.
Catatan sejarah seluruhnya menulis dengan “tinta emas” figur-figur pemimpin
teladan dalam kesederhanaan. Kesederhanaan ini juga akan mencegah seorang
pemimpin dari perilaku korup yang akan menghancurkan diri dan rakyatnya.
Sementara itu, dalam konteks
implementasi Syari’at Islam yang sudah menjadi visi jangka perjalanan bangsa
Aceh ke depan, komitmen dan keistiqamahan Irwandi-Nova untuk menjalankan
Qanun-qanun Syari’at Islam adalah sebuah keniscayaan. Hukum Syari’ah sebenarnya
bukan sekedar sebagai pilihan suka atau tidak suka untuk kita jalankan di Aceh,
atau bahwa seorang pemimpin boleh memilih menjalankannya atau tidak
menjalankannya, namun sesungguhnya ia adalah konsekuensi kita menjadi seorang
muslim. Syari’at Islam adalah way of life kita. Ia juga merupakan wujud
konkrit peradaban umat Islam yang dengannya kita akan berjaya di dunia dan di
akhirat.
Catatan sejarah memperlihatkan
bagaimana kehancuran sebuah bangsa saat pelanggaran atas nilai-nilai Islam
telah merajelala seperti praktek riba, pencurian, perzinaan, judi, gay-lesbian,
minuman keras dan sebagainya seperti disebut oleh Ibnu Khaldun dalam kitab Muqaddimahnya.
Maka implementasi qanun-qanun Syari’at Islam yang sudah dibuat akan mencegah
Aceh dari kehancuran secara totalitas. Kita berharap praktek riba semakin
terkikis habis di Aceh, pendidikan kita semakin Islami, pelayanan birokrasi
semakin bersyari’at, masyarakat dan perusahaan-perusahaan semakin rajin
berzakat, berwakaf dan berinfak dan seterusnya.
Oleh sebab itu, dengan segudang pekerjaan
besar ini, kita berharap Irwandi – Nova tidak hanya menyerahkan persoalan
Syari’at cukup hanya ditangani oleh Dinas Syari’at Islam atau MPU saja. Tapi
yang lebih penting adalah, Irwandi-Nova sendiri bisa menjadi panglima dalam
penegakan Syari’at Islam di Aceh sehingga Aceh kembali berjaya seperti harapan
masyarakat, ulama, politisi, santri, mahasiswa dan semua kita yang hidup di
Aceh. Irwandi – Nova harus senantiasa
dekat dan menerima nasehat dari para ulama. Mudah-mudahan.
Teuku
Zulkhairi - Sekjend Pengurus Wilayah Badan Koordinasi Mubaligh Indonesia (PW
Bakomubin) Prov. Aceh. Mahasiswa Program Doktoral Pascasarjana UIN Ar-Raniry,
Banda Aceh. Email: abu.erbakan@gmail.com.