Turki dan Momentum Kebangkitan Islam di Tengah Wabah
Oleh Teuku Zulkhairi Jika ada sejumlah kecil negara yang paling bisa mengelola krisis akibat wabah virus corona yang disingkat Co...
https://jalanpertengahan.blogspot.com/2020/05/turki-dan-momentum-kebangkitan-islam-di.html
Oleh Teuku
Zulkhairi
Jika ada sejumlah
kecil negara yang paling bisa mengelola krisis akibat wabah virus corona yang
disingkat Covid-19 ini menjadi keuntungan dan pengaruh di pentas global, maka
Turki adalah salah satunya. Wabah virus corona ini menunjukkan Turki yang
memiliki daya tahan di satu sisi, sekaligus menjadi ajang “kampanye” narasi
peradaban luhur mereka yang dapat dibaca oleh masyarakat dunia di sisi lainnya.
Saat negara-negara
Uni Eropa kelimpungan menghadapi wabah virus corona yang mengacaukan
infrastruktur kesehatan mereka – yang menunjukkan ‘aib” Uni Eropa di mata
dunia-, Turki justru menunjukkan kepada dunia keberhasilan infratruktur
kesehatan domestiknya yang dibangun di era dominasi Partai Keadilan dan
Pembangunan (AKP) yang berhaluan ‘Islamis” yang dipimpin Presiden Receb Tayyib
Erdogan.
Seperti halnya
negara-negara utama dunia lainnya, Turki memang belum berhasil mengatasi wabah
virus corona, tapi fakta menunjukkan bahwa mereka adalah negara yang paling
siap dengan infrastruktur kesehatan domestiknya.
Turki bukan hanya
merawat dengan sangat baik warga negara mereka dan orang-orang asing yang
berada disana seperti para pelajar asing, namun juga faktanya mereka sudah
sampai pada kemampuan menjemput warganya yang sakit dengan jet ambulance di
luar negeri untuk dirawat di dalam negeri.
Turki memperlakukan
setiap warganya dengan sangat baik. Bandingkan dengan Amerika Serikat misalnya,
dimana beberapa waktu lalu puluhan jenazah korban virus corona ditemukan dalam
sebuah truk di Brooklyn, New York.
Ketika Turki mampu
survive, pada saat yang sama sejumlah negara Eropa mengeluh bahwa Uni Eropa
tidak bisa membantu mereka dalam situasi sulit ini. Menunjukkan bahwa kelemahan
Uni Eropa yang tidak mampu survive dalam situasi sulit akibat wabah virus
corona ini.
Dan dalam kondisi
kesulitan Uni Eropa menghadapi wabah, bantuan alat kesehatan Turki akhirnya
mengalir ke hampir seratusan negara, termasuk ke banyak negara Uni Eropa
sehingga Turki menuai pujian dari banyak negara-negara Uni Eropa atas
solidaritas yang ditunjukkan Turki di masa sulit.
Tercatat, bantuan
alat kesehatan Turki untuk melawan wabah virus corona dikirim ke Italia,
Prancis, Spanyol, Amerika Serikat dan juga ke negara-negara Balkan seperti
Serbia, Bosnia-Herzegovina, Montenegro, Macedonia, dan Kosovo atas instruksi
Presiden Recep Tayyip Erdogan. Juga ke Iran, Palestina, Libya, Pakistan dan
sebagainya.
Turki memang
“bersaing” dengan Cina dalam distribusi alat kesehatan ke negara-negara Eropa.
Tapi jangan lupa, bahwa saat ini banyak negara Eropa yang menyerang rezim
komunis Cina karena menutupi informasi awal munculnya virus corona di Wuhan.
Media-media terkemuka Jerman misalnya bahkan menyerang Xi Jinping secara
terbuka di halaman utamanya dan menyebut rezim komuns Xi Jinping sebagai biang
kerok kerusakan dunia.
Kembali ke Uni
Eropa. Setelah pasca operasi “kasih sayang” Turki membantu banyak negara Eropa
dalam melawan virus corona ini, maka tidak heran jika kemudian Erdogan beberapa
waktu lalu kembali mengingatkan Uni Eropa akan ruginya mereka jika tidak menerima
Turki masuk ke Uni Eropa. Seolah Erdogan sedang mengatakan begini: “Kalian
tidak menerima kami, tapi kami tetap membantu kalian. Apalagi jika kalian
menerima kami sebagai bagian dari Uni Eropa”.
Oleh sebab itu,
tidak diragukan lagi untuk saat ini daya tawar Turki semakin besar di hadapan
Uni Eropa. Rasanya, pasca situasi sulit akibat wabah virus corona ini, tidak
ada alasan lagi bagi mereka untuk menolak bergabungnya Turki dalam persatuan
mereka. Turki sudah menunjukkan kedermawanannya. Ketulusannya dalam masa-masa
sulit.
Tapi keinginan
Turki agar dapat bergabung dengan Uni Eropa bukan berarti Turki tidak bisa
hidup tanpa Uni Eropa. Turki sejauh ini justru semakin kuat meskipun tidak
menjadi bagian dari Uni Eropa. Bahkan bisa dikatakan untuk saat ini Uni Eropa
lah yang paling membutuhkan Turki. Dalam menghadapi krisis pengungsi Suriah
misalnya.
Eropa akan
mengalami krisis pengungsi yang parah jika saja Turki membuka lebar pintunya
bagi pengungsi yang ingin menuju Eropa. Jangankan untuk menangani pengungsi
Muslim Suriah yang memang tidak diharapkan kedatangannya oleh masyarakat Uni
Eropa karena idenitas keislaman para pengungsi, wabah virus corona juga
menunjukkan bahwa pada dasarnya Uni Eropa tidak sekuat yang dibayangkan
sebelumnya.
Jadi, bergabungnya
Turki ke Uni Eropa akan memberi keuntungan yang sangat plus bagi Turki. Jika
Turki diterima ke dalam Uni Eropa, mungkin Turki bersama Jerman akan menjadi
pihak yang paling berpengaruh di Uni Eropa pasca keluargnya Inggris melalui
referendum Brexit.
Sangat mungkin
bahwa cahaya Islam akan sepenuhnya menerangi langit Eropa jika kemudian Turki
menjadi bagian dari Uni Eropa. Jangan lupa, kemana pun perginya, orang-orang
Turki pasti akan membawa identitas keislaman mereka. Untuk kita orang Aceh,
Anda bisa menyaksikan sendiri bagaimana misalnya eksistensi orang-orang Turki
di Aceh dengan jaringan pesantren tahfiz dan kitab kuningnya.
Uni Eropa sudah
menolak keanggotaan Turki sejak 61 tahun yang lalu karena ketakutan jika benua
Eropa akan dibanjiri populasi Muslim Turki. Namun kini mereka cepat atau lambat
akan mengakui bahwa Turki dengan identitas Islamnya bukanlah ancaman bagi benua
biru itu. Islam sebagai identitas Turki adalah rahmat bagi sekalian alam.
Terbaru, misalnya
perubahan sikap Uni Eropa dalam masalah Libya. Mereka akhirnya mendukung
langkah Turki di tanah Omar Mukhtar tersebut, mendukung pemerintahan sah
Government of National Accord (GNA) pimpinan Fayez al-Sarraj yg sedang
dirongrong jenderal Hafthar yang dibeking oleh Prancis, Uni Emirate Arab,
Mesir, Arab Saudi dan Yunani.
Ketika posisi Turki
yang semakin kuat ini, pada saat yang sama, kita menyaksikan dua kekuatan utama
dunia saat ini, Amerika Serikat – Cina hampir berada diambang perang besar,
sebagai akumulasi persoalan perang dagang dan perang pengaruh mereka di wilayah
Pasifik, dan juga akibat semakin menajamnya kecurigaan Barat bahwa Virus Corona
merupakan senjata biologis buatan Cina. Setidaknya masyarakat Barat menilai
bahwa virus ini telah ditutupi secara sengaja oleh rezim Xi Jinping di awal
kemunculannya.
Selain itu, saat
ini Turki menikmati pengaruh besarnya gerakan kebudayaannya. Harus diakui,
Turki juga berhasil melakukan ekspansi kebudayaannya di akar rumput masyarakat
Muslim. Film-film sejarah Turki yang menampilkan identitas Islam menjadi sangat
digemari oleh Muslim dunia.
Di bulan ramadhan
ini di tengah wabah virus corona, serial “Kebangkitan Ertughrul” menjadi
tontotan yang paling digemari masyarakat Pakistan, sebagai negara mayoritas
Muslim dengan populasi yang mencapai lebih dari 200 juta jiwa.
Kebangkitan Turki
jelas merupakan representasi dari kebangkitan Islam. Kita katakan kebangkitan
Islam karena pertama bahwa populasi Turki didominasi oleh umat Islam, yang
kedua bahwa narasi politik Turki di pentas global sejak dua dekade silam
jelas-jelas merepresentasikan filantropi politik Islam, utamanya berkaitan
dengan perlindungan orang-orang lemah di seluruh dunia.
Saat ini, di tengah
wabah virus corona, Turki memperkuat kehadirannya di Suriah untuk melindungi
umat Islam yang menjadi oposisi yang diperangi rezim Bassar Assad yang didukung
Rusia dan Iran.
Turki juga
memperkuat kehadiran militernya di Libya untuk menopang pemerintah sah negara
itu dari rongrongan jenderal Khalifa Hafthar. Seorang jenderal gila kekuasaan
yang lama menetap di Amerika Serikat dan dengan dukungan sejumlah negara jahat kini
memerangi pemerintahan sah GNA. Sebelumnya, Turki juga berhasil menjaga Qatar
yang diblokade saudara-saudaranya di Teluk sehingga mencegah negara ini dari
pemerasan gank Teluk.
Wal hasil, dalam
kondisi wabah Covid yang melumpuhkan tatanan dunia, Turki berhasil survive dan
bahkan meningkatkan pengaruhnya, saat dimana negara-negara Uni Eropa
kelimpungan dan dimana dua kekuatan utama dunia Amerika Serikat- China terancam
jatuh dalam pertikatan yang semakin dalam dan menghancurkan.
Sebagai negeri
Muslim, tentu kita berharap Turki dapat terus menampilkan narasi Islam di
pentas dunia. Sehingga masyarakat dunia yang dihinggapi penyakit Islamphobia
akan paham, bahwa Islam adalah ramah bagi dunia, sebagai sumber kedamaian dan
ketentram dunia. Turki sudah membuktikannya dengan membantu banyak
negara-negara dalam situasi sulit selama wabah virus corona.*