Cita-Cita Memperkenalkan Paradigma Islam Wasathiyah Ulama Aceh Ke Pentas Global
https://jalanpertengahan.blogspot.com/2020/11/cita-cita-memperkenalkan-paradigma.html
Oleh Teuku Zulkhairi
Dulu Aceh adalah pusat peradaban Islam di Asia Tenggara. Dunia Melayu merujuk kepada Aceh. Bahkan hingga kini kalau kita baca jurnal-jurnal Islam di dunia Melayu kita akan menemukan bahwa sampai saat ini mereka masih merujuk pada naskah-naskah ulama Aceh dahulu.
Seiring penjajahan Barat terhadap dunia Islam, termasuk Melayu, Peradaban Islam pun runtuh. Termasuk Aceh sebagai pusat peradaban menjadi hilang perlahan dari posisinya sebagai mercusuar peradaban.
Seiring dengan melemahnya dunia Islam, disisi lain Aceh pun secara umum juga melemah.
Artinya, jika kita meyakini bahwa peradaban Islam akan bangkit di akhir zaman, kita harus memastikan bahwa Aceh harus terlebih dahulu tampil ke identitasnya, sebagai rujukan muslim untuk bangkit.
Jika dahulu Aceh dirujuk dunia Melayu, semestinya kita bisa menuju kembali ke arah tersebut. Bisa kita katakan begini, Dunia Islam Melayu tidak akn bangkit kalau Aceh tidak lebih dahulu bangkit.
Menuju ke arah ini, salah satu caranya adalah memperkenalkan kembali khazanah lokal kita, dalam konteks ini yaitu paradigma para ulama Aceh kontemporer.
Islam di Aceh masih steril dari virus-virus yang yang mereduksi ajaran yang Rahmatan lil 'alamin ini. Dan itu bisa kita baca dari narasi ulama-ulama Aceh. Dan itu harus terus dijaga.
Saya membaca kita Khasais Al 'ammah lil Islam karangan Syaikh Yusuf Al Qardhawy yang antara lain menjelaskan tentang Islam yang Wasathiyah sbg salah satu karakteristik ajaran Islam.
Dan kemudian saya menemukan bahwa teori itu dijalankan oleh Tu Sop Jeunieb atau yang memiliki nama asli Tgk H Muhammad Yusuf A Wahab.
Itulah yang memotivasi saya menulis buku kecil ini yang berjudul "Paradigma Islam Wasathiyah Tu Sop Jeunieb". Dengan kata lain, saya ingin dunia Islam memahami bahwa ada sesuatu yang cerah telah muncul di Aceh, tempat dahulu peradaban Islam pernah terpancar berkilauan.
Sesuatu yang cerah itu maksudnya adalah tentang bagaimana menjadi muslim sesuai dengan harapan Islam. Bukankah memenuhi harapan Islam adalah pra syarat muslim untuk bangkit menuju kejayaan?
Apa yang saya pikirkan ini diungkapkan juga oleh seorang ibu-ibu yang hadir sebagai peserta, namanya Dahrina (seorang guru), ketika diberikan kesempatan berbicara kira-kira beliau mengatakan begini:
"Ketika saya membaca pemikiran Tu Sop dalam buku ini, saya melihat inilah Aceh!"
Ibu ini menaruh harapan agar gagasan khas lokal Aceh ini dapat tersampaikan secara luas di tengah masyarakat Aceh dan ke luar Aceh.
Kita berharap agar kelak, ketika orang-orang berbicara tentang Islam yang Wasathiyah, maka mereka akan belajar ke Aceh. Dengan cara itu kita akan memposisikan kembali Aceh sebagai pemimpin bagi diskusi peradaban.
Terimakasih tak terhingga kepada semua pihak yang telah membantu terselenggaranya acara bedah buku ini. Juga kepada peserta yang telah hadir.
Permohonan maaf besar juga karena tidak semua dapat diundang krn kondisi kita yang masih berjuang melawan pandai Corona Virus. Setiap acara mesti dengan peserta yang terbatas.
Terimakasih banyak kepada guru saya Prof Syamsul Rijal Sys atas masukan2 yang sungguh bernilai. Saya janji insyaallah akan menghadirkan edisi cetak kedua buku ini dimana masukan2 Prof sudah dimuat. Semoga Allah beri kita kesehatan selalu. Amiin ya Allah.
Terimakasih tak terhingga juga kepada Pak Muhammad Nasir Djamil yang disamping telah meluangkan waktu sebagai pembedah, juga telah membeli buku ini untuk diberikan kepada peserta bedah buku. Sangat membantu penerbit Rumoh Cetak yang digawangi Muhammad Sufri Hasan untuk tetap eksis.
Pada awalnya ini hanya bermodalkan semangat semata. Sobat saya Sufri mengeluarkan modal dari dompet pribadi agar buku ini bisa terbit. Saya sangat berterimakasih karena buku yang tentu saja perlu diperbaiki ini akhirnya bisa beredar.
Terimakasih tak terhingga juga kepada semua pembedah. Kanda Usamah El-Madny atas supportnya atas sambutan dan apresiasinya. Juga kepada pembedah lainnya yaitu bang Thayeb Loh Angen yang telah mengusulkan agar adanya kurikulum politik di dayah. Saya kira insyaallah itu pasti terwujud.
Dan tentu saja, ucapan terimakasih kepada bang Muhajir Juli telah bersedia sebagai moderator. Rifki Ismail sbg Mc. Mulya Bijeh Mata juga yang telah tampil secara mengesankan menampilkan seni tutur Aceh yang menawan. Khususnya juga kepada sobat seperjuangan saya Muhammad Balia yang selalu membantu.
Saya ucapkan, Jazakumullah khairal jaza'.
Alfaqir ilallah
Teuku Zulkhairi