Ke Luar dari Jerat Sistem Riba

Oleh Teuku Zulkhairi Bersihkan harta dari riba. Foto:  akbarabdulfattah.wordpress.com DEWASA ini seruan untuk kembali pada sistem ek...

Oleh Teuku Zulkhairi
Bersihkan harta dari riba. Foto: akbarabdulfattah.wordpress.com
DEWASA ini seruan untuk kembali pada sistem ekonomi Islam dan meninggalkan praktik ribawi terus menggema di Aceh dan seluruh dunia lainnya. Tidak diragukan lagi, bahwa umat Islam terus menyuarakan tekad mereka untuk kembali pada sistem Islam, baik aspek ekonomi, budaya, pendidikan, politik dan sebagainya. Sistem ekonomi Islam yang anti praktik ribawi diyakini merupakan solusi atas banyak persoalan ekonomi umat Islam dewasa ini khususnya, dan persoalan dunia umumnya.
Dalam konteks global, negara yang minoritas umat Islam seperti Inggris, kita dengar sedang berupaya menerapkan sistem keuangan Islam, karena diyakini akan menjadi solusi atas persoalan ekonomi mereka, padahal Inggris tidak sedang menerapkan syariat Islam.
PM Inggris, David Cameron percaya keuangan Islam membawa peluang baik bagi industri jasa keuangan di Inggris, mengingat investasi Islam telah tumbuh 150% dalam tujuh tahun terakhir dan bernilai sekitar 1,3 triliun poundsterling pada 2014 lalu.
“Saya tidak hanya ingin menjadikan London pusat keuangan Islam terbesar di dunia barat, tetapi ingin London berdiri di samping Dubai dan Kuala Lumpur sebagai satu ibu kota besar yang menerapkan keuanganan Islam,” kata David Cameron saat acara peresmian World Islamic Economic Forum ke-9 di London, pada 29 Oktober 2013 lalu sebagaimana dilansir oleh MINA.
Di Aceh, seruan untuk kembali ke sistem ekonomi Islam sebenarnya juga telah dan terus disuarakan oleh berbagai kalangan, dari kalangan santri, wartawan, para ulama dalam banyak pertemuan, akademisi lewat berbagai seminar dan artikel mereka, dan bahkan pihak bank sendiri. Seruan berbagai kalangan ini selaras dengan status Aceh yang sedang menerapkan syariat Islam.
Ekonomi Islam seharusnya juga menjadi bagian penting dari agenda penerapan syariat Islam di Aceh. Harus diakui, persoalan implementasi sistem ekonomi Islam dalam mengelola ekonomi Aceh masih belum mendapat perhatian maksimal oleh para pengambil kebijakan. Ini bisa disebabkan oleh ketidakpahaman mereka memahami ayat-ayat Allah Swt dan tanda-tanda zaman, ataupun mungkin juga karena masih lemahnya kekuatan elemen sipil yang mendesak implementasi ekonomi Islam dalam penerapan syariat Islam di Aceh.

Praktik riba
Padahal, sudah jelas bahwa praktik riba oleh bank konvensional dan pihak lainnya merupakan ancaman serius terhadap agenda syariat Islam. Riba adalah praktik haram dan merupakan dosa besar yang telah dijelaskan Allah Swt dalam Alquran dan hadis Nabi Muhammad saw. Majellis Ulama Indonesia (MUI) sendiri sejak 2003 juga telah mengeluarkan fatwa haram terhadap praktik riba lewat bunga bank yang dijalankan oleh bank konvensional.

Namun realitanya, ekspansi bank syariah masih begitu terbatas dan tersendat-sendat, kalah jauh dengan bank riba yang begitu dig-daya. Yang ironis, lembaga-lembaga dan institusi kegaamaan sendiri juga masih menikmati praktik haram riba ini. Lihat saja misalnya gaji-gaji pegawai di Aceh, baik instansi keagamaan maupun umum, banyak yang tidak disalurkan via bank syariah.
Di lain sisi, banyak pihak yang mempersoalkan bahwa Bank Syariah yang sudah beroperasi masih hanya sekadar slogan semata. Ini tentu sebuah persoalan besar bagi kita rakyat Aceh yang mayoritas Islam.
Maka, sudah tiba masanya bagi pemimpin Aceh untuk melepaskan masyarakat Aceh dari sistem riba, hijrah total pada sistem ekonomi Islam yang anti-ribawi.
Secara sederhana ada empat cara untuk mengeluarkan rakyat Aceh dan pemerintahannya dari kubangan dosa praktik riba ini. Pertama, pemerintah Aceh, dalam hal ini Gubernur dan Wakil Gubernur serta jajaran SKPA-nya agar mengarahkan seluruh jajaran birokrasinya untuk meninggalkan praktik ribawi di bank konvensional dan sebagainya. Berikan keteladanan dan buat aturan agar seluruh aparatur pemerintah Aceh meninggalkan praktik ribawi.
Cara termudah bagi pemerintah adalah mendesak Bank Aceh dan semua bank yang beroperasi di Aceh agar mensyariahkan semua unitnya. Tidak ada lagi yang menggunakan sistem riba. Pemimpin bisa melakukan semua ini kalau memang ada keinginan. Kedua, bank syariah harus betul-betul bersyariah. Mintalah pendapat pada para ulama, akademisi dan pemerhati ekonomi Islam, sudah bersyariahkah bank syariah? Jika belum, benahi apa yang menjadi persoalan. Kita dituntut menerapkan syariat Islam secara kaffah, bukan setengah-setengah.
Ketiga, bank-bank syariah harus memperkuat kesungguhan dan militansinya (jihadiyah) dalam menjemput nasabah, menyosilisasikan keunggulan sistem syariah kepada masyarakat. Bank syariah juga harus terus memperbaiki kualitas layanan dan sistemnya agar jangan sampai orang tidak bisa membedakan pelayanan dan sistem bank syariah dengan konvensional (sistem riba). Tugas ini harus dianggap oleh pihak bank syariah sebagai dakwah, bukan sekadar bisnis. Jangan sampai masyarakat Aceh menganggap bank syariah hanya sekadar slogan, seperti yang kita dengar selama ini.

Dalam menjalankan sosialisasi, bank syariah yang sudah beroperasi di Aceh hendaknya juga menggandeng berbagai Ormas dan elemen sipil lainnya. Begitu juga, bank syariah hendaknya juga bekerjasama dengan lembaga-lembaga dakwah, lembaga agama seperti Dinas Syariat Islam, Kementerian Agama, Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU), Himpunan Ulama Dayah Aceh (HUDA) dan sebagainya. Ini akan memudahkan sosiliasasi bank syariah.
Keempat, Kementerian Agama, Dinas Syariat Islam, Dinas Pendidikan beserta seluruh institusi/lembaga keagamaan dan pendidikan lainnya juga harus lebih duluan bergerak meninggalkan praktik riba ini. Ingat, di akhirat tokoh-tokoh agama dan pemimpin institusi agama dan pendidikan yang sudah paham dosa riba ini yang akan lebih duluan ditanyakan oleh Malaikat mengapa kita tidak menunjukkan jihadiyah kita untuk meninggalkan praktik riba ini. Dan ingatlah bahwa peringatan-peringatan seperti ini sudah sangat sering disampaikan.
Bahan introspeksi
Semoga peringatan ini menjadi bahan introspeksi bagi rakyat Aceh umumnya, serta bagi pelaksana pemerintahan khususnya untuk mengukur sejauh mana kesungguhan dan tadhhiyah (pengorbanan) yang telah dilakukan dalam menerapkan sistem syariah dalam semua sendi kehidupan masyarakat dan negara di bumi Aceh dengan lebih dulu mereka memberikan contoh teladan sesuai dengan arahan syariat.

Dengan melepaskan diri dari bunga bank tersebut, mudah-mudahan Allah Swt tidak menggolongkan kita menjadi pengikut ahli kitab yang cenderung menunda-nunda pelaksanaan hukum Allah, yang pada akhirnya menjadikan hati kita keras dan bahkan menjadi golongan yang menentang hukum Allah sebagai dasar hidup di dunia ini.
Firman Allah Swt: “Belum tibakah waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk secara khusyuk mengingat Allah dan mematuhi kebenaran yang telah diwahyukan (kepada mereka) dan janganlah mereka (berlaku) seperti orang-orang yang telah menerima kitab sebelum itu, kemudian mereka melalui masa yang panjang sehingga hati mereka menjadi keras. Dan banyak di antara mereka menjadi orang-orang fasik.” (QS. Al-Hadid: 16).
Wahai pemimpin kami, dengarlah suara hati kami. Keluarkan kami dari jerat transaksi ribawi yang akan menghancurkan kami di akhirat kelak. Wallahu a’lam bishshawab.
* Teuku Zulkhairi, M.A., Wakil Sekjend Rabithah Thaliban Aceh (RTA). Email: khairipanglima@gmail.com

Dimuat di Harian Serambi Indonesia. Link: http://aceh.tribunnews.com/2015/03/19/keluar-dari-jerat-sistem-riba?page=3


Related

Syari'at Islam di Aceh 1082281969066224554

Posting Komentar Default Comments

emo-but-icon
:noprob:
:smile:
:shy:
:trope:
:sneered:
:happy:
:escort:
:rapt:
:love:
:heart:
:angry:
:hate:
:sad:
:sigh:
:disappointed:
:cry:
:fear:
:surprise:
:unbelieve:
:shit:
:like:
:dislike:
:clap:
:cuff:
:fist:
:ok:
:file:
:link:
:place:
:contact:

Terbaru

Pesan Buku Klik Gambar

AMP code

Gerakan Santri Aceh

Karya Tulis

Karya Tulis
Buku

Buku Syariat Islam Membangun Peradaban

Buku Syariat Islam Membangun Peradaban
Buku

Facebook 2

Populer Setiap Saat

Popular Minggu Ini

My Facebook

Comments

item