Membaca Anis Matta dan Ary Ginanjar dalam “Dialog Peradaban” Oleh Teuku Zulkhairi Sebelumnya saya tidak begitu kenal dengan Anis...
https://jalanpertengahan.blogspot.com/2015/08/membaca-anis-matta-dan-ary-ginanjar.html
Membaca Anis Matta dan Ary Ginanjar
dalam “Dialog
Peradaban”
Oleh
Teuku Zulkhairi
Sebelumnya saya tidak begitu
kenal dengan Anis Matta. Permulaan saya membaca pemikiran Anis Matta adalah
ketika tahun 2007 lalu ketika saya membeli buku karya Suherman, M.Si berjudul “Dialog
Peradaban” [Tahun 2006]. Saat mengungkit-ungkit rak buku, saya kembali temukan
buku ini dan langsung menjadi perhatian saya.
Buku ini, tentu saja ditulis jauh
sebelum Anis Matta menjadi Presiden PKS. Buku ini menulis dialog ‘imajiner’
antara Anis Matta dan Ary Ginanjar Agustian. Semenjak itu, saya melihat ada
satu “kelainan” pada sosok Anis Matta. Meski belum pernah berjumpa, sosok ini telah
berbicara dengan gagasan yang melewati zamannya, khususnya terkait dengan
strategi peradaban.
Sebagai seorang yang mencintai
partai-partai Islam dan berharap mereka semakin baik dan menjadi harapan publik,
sosok Anis Matta telah membuat saya optimis bahwa dengan Anis Matta bangsa ini telah
kehadiran salah satu intelektual dan pemikir Islam yang juga pelaku di
lapangan, yakni politisi.
Terkait “Dialog Peradaban”
antara Anis Matta , Suherman di halaman 6-7 antara lain menulis: “Anis memiliki
obsesi untuk mengatur Indonesia ini agar sesuai dengan desain Allah Swt. Untuk itu,
ia memformulasikan strategi yang disebut ‘Tiga Langkah Peradaban’, yaitu
afiliasi, partisipasi dan kontribusi.
Afilisasi adalah tangga awal dimana seseorang
bergabung dan memperbaharui kembali komitmennya kepada Islam; menjadikan Islam
sebagai basis identitas yang membentuk paradigm, mentalitas dan karakternya. Dalam proses afiliasi ulang ini, kita
memperbaharui komitmen kita dalam tiga hal. Pertama, komitmen akidah dan
menetapkan tujuan dan orientasi ata visi dan misi kehidupan kita. Kedua, komitmen ibadah yang menentukan
pola dan jalan kehidupan atau cara kita menjalani kehidupan. Ketiga, komitmen akhlak yang menentukan
pola sikap dan perilaku dalam seluruh aspek kehidupan kita.
Sementara partisipasi adalah tangga kedua dimana seorang muslim telah
mencapai kesempurnaan pribadinya. Dari sana, ia kemudian melebur ke dalam
masyarakat, menyatu dan bersinergi dengan mereka guna mendistribusikan
kesalehan mereka. Dalam proses partisipasi ini, kita melakukan tiga hal, pertama komitmen untuk mendukung semua kebajikan
dan melawan semua proyek kerusakan di tengah-tengah masyarakat. Kedua, komitmen untuk selalu menjadi faktor pemberi atau pembawa manfaat dalam
masyarakat. Ketiga, komitmen untuk
selalu menjadi faktor perekat masyarakat dan pencegah disintegritas social.
Dan kontribusi, adalah tangga
ketiga, dimana seorang Muslim yang telah terintegrasi dengan komunitas dan
lingkungannya berusaha meningkatkan efesiensi dan efektifitas hidupnya.
Sementara itu, Ary Ginanjar
melihat ada tiga tahapan untuk membangun peradaban, yaitu pertama tahap spiritualitas dimana manusia dibentuk untuk menyadari
siapa dirinya dan ini yang menurut Ary disebut sebagai era Gua Hira’. Yang kedua adalah tahap mentalitas dimana
manusia dibangun mentalnya untuk memiliki komitmen spiritual. Tahap ini yang
disebut sebagai era Mekkah. Dan ketiga yaitu tahap pembangunan sosial ekonomi
ketika masyarakat diberdayakan secara ekonomi dan social dimana era ini dikenal
sebagai era Madinah.
Oleh sebab itu, Suherman menulis
kesimpulan di awal [hal: viii] tentang dua sosok ini: “Misi Ary adalah
melakukan proses islamisasi dunia modern. Sementara Anis Matta, sebaliknya,
berangkat dari Timur ke Bara. Dengan kata lain lain, Anis berupaya melakukan
sebuah upaya modernisasi pemahaman terhadap nilai-nilai Islam”.
Barangkali, hanya sedikit dari
elit politisi parpol Islam yang memiliki jalur berfikir tentang strategi
peradaban yang demikian sistematis. Padahal, pola berfikir sistematis dalam
dunia akademisi adalah bagian dari syarat dasar kapasitas seorang intelektual.
Dan Anis Matta bukan hanya pemikir,
namun ternyata juga mampu merealisasikan pikirannya. Ia pandai menuli. Nampaknya,
ia satu-satu Presiden partai yang cukup aktif menulis artikel di media massa. Kita
semua mengenang kerja-kerja atratktif Anis Matta saat “menyelamtkan” PKS dari
turbulensi politik. Dengan izin Allah, ia mampu memberi harapan dalam situasi yang sangat sulit. Oleh sebab
itu, kita berharap suatu hari ia akan kembali ke gelanggang politik nasional. Amiin.