Indonesia, Islam dan Kebangkitan
Oleh Teuku Zulkhairi MENGAPA Indonesia masih masih menjadi negara yang terpuruk? Mengapa negara ini menjadi tidak berdaya menghadapi im...
https://jalanpertengahan.blogspot.com/2014/10/indonesia-islam-dan-kebangkitan.html
Oleh Teuku Zulkhairi
MENGAPA Indonesia masih masih menjadi negara yang terpuruk?
Mengapa negara ini menjadi tidak berdaya menghadapi imperialisme asing model
baru? Mengapa pula masyarakat Indonesia masih banyak yang berada di garis
kemiskinan?
Apakah Islam tidak mengajarkan
umatnya konsep menuju kebangkitan, maju dan kuat/mampu mengadapi imperialisme
modern? Tentu saja bukan. Keterpurukan dunia Islam di berbagai belahan dunia,
termasuk Indonesia, justru disebabkan karena masyarakatnya jauh atau lebih
tepat dijauhkan dari Islam.
![]() |
foto: Google |
Kita berislam, tapi tidak secara
totalitas (kaffah/menyeluruh). Padahal, Islam adalah petunjuk menuju
kebangkitan yang telah dibuktikan oleh para salafussaleh. Sebagai sebuah
konsep, Islam adalah sistem yang universal yang mengatur segala aspek tatanan
kehidupan umat manusia, baik yang berkenaan dengan akidah, ‘ubudiyah dan
akhlak, maupun yang berkaitan dengan muamalah, sosial kemasyarakat, ekonomi,
Iptek, pendidikan dan sebagainya.
Memahami konsepsi Islam seperti ini,
dan kemudian kita bandingkan dengan realitas keIndonesiaan, sesungguhnya ajaran
Islam masih jauh dari ideologi pembangunan Indonesia. Kita bukan saja belum
menjadikan Islam sebagai ideologi pembangunan, tapi juga justru terlena dengan
sistem lain.
Padahal, jika Barat bisa maju dengan
sistem liberalisme, dan negara-negara Komunis bisa maju dengan sistem
sosialismenya, maka seharusnya kita memahami bahwa dunia Islam hanya akan maju
dengan menjadikan Islam sebagai ideologi pembangunan.
Mungkin, inilah sebab sehingga
setelah hampir 69 tahun Indonesia merdeka, kita masih sulit untuk bangkit.
Dengan memahami universalitas ajaran Islam, kita akan bisa simpulkan bahwa,
jauhnya Indonesia dari kebangkitan bisa disebut efek dari sistem dan konsep
pembangunan yang diterapkan di negeri ini, yaitu sekulerisme-liberalisme.
Sistem ini tidak cocok dengan Indonesia yang mayoritas Muslim.
Secara tidak langsung, sistem
sekuler-liberal ini telah membuka “kran” bagi berjalannya agenda kekuatan
kapitalis-korporasi global sehingga umat Islam terus terjajah dalam berbagai
bidang kehidupan, politik, social, budaya dan sebagainya. Yang sangat ironis,
sistem ini juga sangat berperan dalam menjauhkan umat dari agamanya (Islam)
sehingga manusia kehilangan moral, korupsi terus merajalela, pendidikan
terpuruk, pengelolaan negara yang jauh dari nilai agama, pelayanan publik yang
koruptif, persatuan yang tercabik-cabik, dimana ini disebabkan oleh perilaku
Muslim sendiri yang telah jauh atau dijauhkan dari agama. Para pengusung mazhab
ideologi sekuler-liberal telah berperan penting dalam menjauhkan Islam dari
negara.
Di era imperialisme Barat, sistem
sekuler-liberal ini merupakan mazhab warisan negara-negara kapitalisme yang
ditinggalkan di negara-negara bekas jajahan mereka.
Tujuannya, agar meskipun mereka tidak
lagi menjajah negara-negara Islam secara militer, tapi penjajahan non militer
akan bisa terus mereka lanjutkan. Lihat saja contohnya, saat ekonomi kita
dijajah oleh korporasi asing, para penganut mazhab sekuler-liberal-lah yang
menjadi kaki tangan kepentingan asing/kapitalisme.
Harus kita aku secara jujur,
banyaknya alumnus Barat yang pulang ke Indonesia justru dengan membawa sistem
ekonomi liberal dan pasar bebas.
Alih-alih memakmurkan Indonesia,
justru sekarang yang terjadi adalah ekonomi Indonesia “dikangkangi” oleh
korporat asing yang menikmati “kebebasan” ekonomi yang dibawa oleh para sarjana
kita. Alhasil, Indonesia pun terus menerus menjadi “sapi perah” yang hasil
alamnya terus dikuras oleh kekuatan asing kapitalisme.
Begitu juga, saat budaya dan
pendidikan kita kembali dijajah oleh negara-negara kapitalis, para penganut
ideologi sekuler-liberal itulah yang tampil sebagai “pahlawan” atas kepentingan
negara-negara kapitalisme. Saat Lady Gaga (penari setan) dan Irshad Manji
(lesbian) datang ke Indonesia mempopulerkan budaya mereka yang rusak, penganut
ideologi sekuler-liberal tampil sebagai pembela, meskipun umat Islam telah
menunjukkan sikap resistensi mereka.
Secara historistis, kita tahu bahwa
sistem ini lahir di masa Renesainse saat Eropa berjuang untuk keluar dari abad
kegelapan. Mereka menemukan paham sekulerisme-liberalisme saat sedang berjuang
keluar dari abad kegelapan yang disebabkan oleh dominannya kekuasaan gereja
yang ditandai dengan pengekangan terhadap kebebasan berfikir, penindasan hingga
tragedi inkuisisi. Akhirnya, paham sekulerisme-liberalisme dianggap cocok bagi
bangsa Eropa karena agama mereka dalam sejarahnya telah begitu mengekang
kebebasan berfikir.
Menuju kebangkitan Indonesia
Sementara itu, Islam justru menjadi
mercusuar dalam lapangan ilmu dan peradaban saat ajaran Islam diterapkan secara
kaffah, tidak sekuler.
Dalam sejarah Islam tidak dijumpai
tragedi pengekangan kebebasan berfikir. Bahkan Islam justru menekan umatnya
untuk berfikir yang dibuktikan dengan banyaknya ayat-ayat yang meminta umat
Islam untuk berfikir. Namun demikian, Islam mengarahkan kita, agar kemajuan
yang akan (seharusnya) dicapai umat Islam tetap dalam koridor perintah langit,
bisa menyeimbangkan dunia dan akhirat, maka tekanan Islam kepada umat Islam
berfikir disempurnakan dengan metode yang integratif sehingga umat Islam bisa
maju secara duniawi dan tetap selamat dalam pandangan ukhrawi. Kita misalnya
diminta untuk berfikir dan menggunakan rasionalitas lewat ayat-ayat misalnya
“apakah kalian tidak berfikir?” dan ayat-ayat lain yang secara tersurat dan
tersirat menekankan kita untuk berfikir.
Sementara itu, kita juga diminta
untuk tetap berpedoman pada teks suci seperti ditegaskan oleh Nabi Muhammad
Shallallahu ‘alahi Wassallam: “Aku tinggalkan kepada kalian dua perkara yang
jika kalian berpegang teguh kepada keduanya maka kalian tidak akan sesat
selama-lamanya, keduanya itu yaitu Al-Quran dan Hadist”. Dan pada saat yang
sama, begitu banyak perintah dalam Al-Quran maupun Hadist yang meminta kita untuk
menjadi zuhud, qana’ah, rendah hati dan sabar.
Kita diminta untuk menggunakan
rasionalitas secara sempurna agar mampu mengelola dunia secara baik sebagai
realisasi atas fungsi kekhalifahan kita di dunia. Dan pada saat yang bersamaan,
agar kita tidak menjadi bablas dan peragu, kita juga diminta untuk tidak
menyepelekan teks-teks suci karena memang teks suci diturunkan untuk membimbing
kita.
Bahkan agar kita terhindar dari
terlalu cinta pada kemewahan duniawi, kita pun bisa mengamalkan ajaran tasawuf
yang benar, sebagaimana ditekankan oleh Imam Al-Ghazali. Dalam konteks
kekinian, amalan tasawuf boleh jadi solusi membentengi arus budaya korupsi yang
menghancurkan Indonesia.
Begitu banyak ayat-ayat yang
mengarahkan kita untuk mengintegrasikan ketiga metodologi ini dalam rangka kita
menuju kebangkitan. Integrasi ketiga metode ini yang telah membawa kejayaan
Islam dalam sejarah emasnya seperti di era Abbasiah, Turki Usmani, Andalusia
dan seterusnya dimana saat itu dunia Islam menjadi kiblat ilmu pengetahuan bagi
bangsa Barat. Islam adalah sistem yang sempurna, solusi menuju kebangkitan
Indonesia. Maka tidak heran ketika Allah Shallallahu ‘alaihi Wassallam
berfirman dalam Al-Quran Surat Al-Maidah ayat 3, “Pada hari ini telah
kusempurnakan bagimu agamamu, dan telah kucukupkan nikmatku bagimu, dan telah
Kuridhai Islam itu menjadi agama bagimu”. Wallahu
a’lam bishshawab.*
Tim Peneliti pada Litbang Himpunan
Ulama Dayah Aceh (HUDA). Alumnus Pascasarjana IAIN Ar-Raniry, Banda Aceh
Sumber: http://www.hidayatullah.com/artikel/tsaqafah/read/2014/05/26/22144/indonesia-islam-dan-kebangkitan.html#.VFLuHvnF_Tw