Mendamaikan PA dan PNA dengan Alquran
Oleh Teuku Zulkhairi Menjelang pemilihan umum anggota legislatif, eskalasi konflik antara Partai Aceh (PA) dan Partai ...
https://jalanpertengahan.blogspot.com/2014/02/mendamaikan-pa-dan-pna-dengan-alquran.html
Oleh Teuku Zulkhairi
Menjelang pemilihan umum anggota legislatif, eskalasi konflik antara Partai
Aceh (PA) dan Partai Nasional Aceh (PA) nampaknya semakin tak terbendung lagi.
Bahkan telah sampai pada tingkat penghilangan nyawa manusia seperti kasus
penganiyaan yang menyebabkan meninggalkan seorang kader PNA di Aceh Utara
(Lihat Serambi Indonesia, 7/2).
Foto acehonline.info |
Di satu sisi, konflik sesama manusia mungkin menjadi sesuatu yang sulit untuk
dihindari. Buktinya, konflik terus saja terjadi, sejak dari kasus putra Nabi
Adam hingga saat ini, di Aceh dan di berbagai belahan dunia lainnya. Kendati
demikian, sebagai makhluk beradab dan memiliki nurani dan pikiran, lebih-lebih
lagi sebagai Muslim yang terikat oleh dua kalimah syahadat yang sering kita
ucapkan, meyakini dan mengimplementasikan ayat-ayat Alquran sebagai petunjuk
bagi kehidupan(way of life), termasuk petunjuk dalam resolusi konflik
adalah suatu hal yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Kembali kepada Alquran dan
hadis akan menjadi pembuktian atas kejujuran dua kalimah syahadat yang sering
kita ucapkan.
Rasulullah mengatakan, “Aku tinggalkan pada kalian dua perkara,
jika kalian berpegang teguh dengan keduanya kalian tidak akan sesat
selama-lamanya yaitu: Kitabullah (Alquran) dan sunnah NabiNya.” (Al-Muwatha,
juz 2, hal. 999). Oleh sebab itu, konflik PA dan PNA sesungguhnya hanya bisa
diselesaikan jika kedua kelompok ini kembali kepada Alquran dan hadis.
Permusuhan sesama Islam, dengan alasan apapun, tidak akan pernah memberikan
kontribusi apapun untuk kebangkitan Aceh.
Namun,
jika kita melihat PA dan PNA yang belum punya inisiatif sendiri untuk kembali
kepada Alquran dalam menyelesaikan konflik di antara mereka, maka tugas
kelompok ketiga untuk mengajak mereka agar sejenak merujuk kepada Alquran
dengan mentadabburi dan mengimplementasikan ayat-ayatNya. Jika
salah satu kelompok atau kedua tidak bersedia, maka lihatlah ancaman Allah
berikut ini: “Dan barangsiapa yang menentang Rasul (Muhammad) sesudah jelas
kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin,
kami biarkan dia dalam kesesatan yang telah dilakukannya itu dan akan Kami
masukkan dia ke dalam neraka Jahanam, dan itu seburuk-buruk tempat kembali.” (QS.
An-Nisa: 115).
Perintah Alquran untuk Ishah
Dalam
Alquran, terdapat ayat-ayat menyeru kita untuk mendamaikan dua kelompok yang
sedang berkonflik. Misalnya dalam surat Al-Hujurat: 9-10: “Dan jika ada dua
golongan dari orang-orang mukmin berperang maka damaikanlah antara keduanya.
Jika
salah satu dari kedua golongan itu berbuat aniaya terhadap golongan yang lain
maka perangilah golongan yang berbuat aniaya itu sehingga golongan itu kembali
kepada perintah Allah; jika golongan itu telah kembali (kepada perintah Allah),
maka damaikanlah antara keduanya dengan adil dan berlaku adillah. Sesungguhnya
Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. Sesungguhnya orang-orang mukmin
adalah bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah
kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat.”
Artinya,
dua kelompok yang berkonflik tidak seharusnya dibiarkan dalam konflik di antara
mereka. Ayat, “maka damaikanlah antara keduanya” ditujukan bagi kita semua.
Oleh sebab itu, pemerintah dan elemen sipil di Aceh harus bangkit mendamaikan
PA- PNA sebelum konflik berlarut-larut sehingga akan membawa Aceh kembali dalam
lorong gelap konflik.
Maka,
mendamaikan PNA dan PA adalah tugas pemerintah, ulama, akademisi, wartawan,
mahasiswa, santri dan sebagainya. Semua harus bergerak. Kita sadar bahwa
konflik mereka adalah konflik Aceh, konflik kita semuanya. Ikrar pemilu damai
yang telah diselenggarakan beberapa waktu lalu, pun nampaknya belum mampu
mendamaikan PA dan PNA sebagai pihak yang paling menguasai kalangan akar rumput
di Aceh. Lebih dari itu, faktanya persoalan di Aceh sepertinya hanya meruncing
pada PA-PNA.
Pesan ulama untuk
perdamaian
Dalam merealisasikan resolusi konflik berbasis Islam, secara praktis pemikiran
almarhum Abu Panton dalam bukunya “Resolusi Konfik dalam Islam” (2008)
nampaknya bisa dijadikan sebagai buku pedoman langsung bagi PA dan PNA. Untuk
menghindari konflik, Abu Panton misalnya dalam menafsirkan surat al-Hujurat
ayat 13 agar kita saling mengenali keunikan dan kekhasan karakter setiap
orang(atau sekolompok orang, pen) agar dapat menyikapinya secara
tepat. Pengenalan seperti ini akan membawa seseorang untuk berlaku arif dalam
menghadapi perbedaan-perbedaan di antara manusia (Halaman 5).
Lalu,
lihat pula bagaimana Rasulullah melakukan sejumlah kebijakan dalam mencegah
konflik seperti, pertama, mempersatukan umat Islam dalam sebuah
jalinan dan ikatan persaudaraan yang kuat, karena sesunngguhnya orang beriman
itu adalah bersaudara (QS al-Hujarat: 10). Kedua, mengangkat
tokoh-tokoh yang akan mengawali proses penyelesaian masalah. Ketiga,
membentuk jiwa pemaaf. Keempat, mengajak orang yang bersengketa
untuk kembali pada kebenaran yang diajarkan Alquran (Halaman 20-21).
Ditegaskan
juga oleh Abu Panton, bahwa dalam ajaran Islam terdapat larangan yang sangat
tegas terhadap segala bentuk perilaku yang menyinggung perasaan orang lain,
baik dalam bentuk perkataan maupun perbuatan. Larangan dimaksud berlaku bagi
semua orang, baik secara personal maupun kelompok (partai, pen).
Dijelaskan juga, bahwa ada lima perkara yang mesti diperlihara dan dijaga,
yaitu agama, jiwa, keturunan, harta dan akal. Apabila kelima hal pokok ini
diganggu, maka disinilah biasanya konflik bermula. (Halaman 5).
Demikianlah
tulisan ini untuk sekedar mengingatkan kita semuanya, sekaligus untuk menjadi
pertanggungjawaban di hadapan Allah Swt di akhirat kelak. Kiranya mendapat
respon yang berarti dari elit-elit parpol yang sedang berseteru, khususnya PA
dan PNA. Juga bagi pemerintah dan seluruh elemen sipil di Aceh. Diperlukan
kesediaan mereka untuk ishlah dan diperlukan kerja-kerja
masyarakat Aceh untuk meng-ishlahkan mereka. Karena biar
bagaimanapun, konflik dua kelompok ini adalah konflik masyarakat Aceh dan
Indonesia seluruhnya.
“Berhati-hatilah
kalian dari tindakan berprasangka buruk karena prasangka butuk adalah
sedusta-dusta ucapan. Janganlah kalian saling mencari berita kejelekan orang
lain, saling memata-matai, saling mendengki, saling membelakangi dan saling
membenci. Jadilah kalian hamba Allah yang bersaudara (HR. Bukhari dan Muslim).
Begitulah pesan Rasulullah kepada kita umat Islam saat beliau masih hidup. Wallahu
musta’an.
Penulis adalah alumnus
Dayah Babussalam Matangkuli Aceh Utara dan Wakil Sekjend Rabithah Thaliban Aceh
(RTA). Saat ini bekerja di Kanwil Kementerian Agama Prov. Aceh. Email khairipanglima@gmail.com
Dimuat di Harian Analisa dengan judul: Mencegah Kekerasan Politik di Aceh
http://harian.analisadaily.com/opini/news/mencegah-kekerasan-politik-di-aceh/15155/2014/03/20
Dimuat di Harian Analisa dengan judul: Mencegah Kekerasan Politik di Aceh
http://harian.analisadaily.com/opini/news/mencegah-kekerasan-politik-di-aceh/15155/2014/03/20