(Refleksi Hari Santri Nasional)
Oleh Teuku Zulkhairi
SATU problem besar dewasa ini yang mendesak untuk mendapat perhatian kalangan santri dayah di Aceh adalah persoalan narkoba (narkotika dan obat-obatan berbahaya).
Narkoba saat ini telah menjadi “hantu” yang akan merenggut keberlangsungan masa depan cerah entitas peradaban Aceh. Maka jika pada 22 Oktober 1945 dulu KH Hasyim Asyari (pendiri NU) mengeluarkan resolusi jihad untuk membendung kedatangan tentara NICA (Netherland Indies Civil Administration) yang mencoba merampas kemerdekaan Indonesia, maka 22 Oktober 2015 ini yang akhirnya ditetapkan sebagai Hari Santri Nasional, resolusi jihad santri melawan
Narkoba adalah kebutuhan yang sangat mendesak.
Data menunjukkan bahwa narkoba telah banyak merenggut nyawa. Bahkan, bukan hanya itu, narkoba juga telah merusak harapan para orang tua untuk melihat anak mereka memiliki masa depan yang cerah.
Narkoba telah mengantarkan banyak anak-anak muda dan orang tua ke dalam penjara, bahkan sampai hukuman mati. Dengan pertimbangan akal sehat, hampir tidak ada manfaatnya dari narkoba ini. Baik manfaat untuk pribadi si pengguna, apalagi bagi bangsa dan agama.
Namun, ironisnya, pengguna barang haram ini justru semakin hari semakin bertambah. Alhasil, Aceh saat ini dihadapkan pada situasi darurat pengguna narkoba yang mencapai 7.000 orang. Disinyalir, para pencandu narkoba ini berasal dari berbagai kalangan, mulai siswa sekolah, ibu rumah tangga, pejabat, oknum TNI/Polri, PNS dan kalangan swasta. Fakta ini terungkap dalam audiensi antara Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) dengan Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Aceh yang berlangsung di Kantor BNNP Aceh (Serambi, 4/3/2015).
Dalam laporan tersebut, anggota Komisi VI DPRA, Zaenal Abidin, mengatakan, berdasarkan data BNNP, jumlah pecandu narkoba di Aceh dari waktu ke waktu terus mengalami peningkatan, bahkan saat ini sudah mencapai 7.000 orang. Mereka berstatus sebagai pemakai aktif jenis sabu-sabu dan ganja. Sungguh kondisi yang begitu memprihatinkan kita semua. Lalu, dengan realitas seperti ini, apa jadinya Aceh kita di masa depan? Jika generasi mudanya sudah rusak, tentu tidak ada harapan masa depan Aceh yang cerah.
Jihad melawan narkoba
Pada masa lalu, komunitas dayah mampu tampil dalam membela negeri. Resolusi jihad KH Hasyim Asy’ari pada 22 Oktober 1945 silam mampu membendung kedatangan NICA. Komunitas dayah atau pesantren, baik para ulama dan santri tampil secara massif berjihad mempertahankan martabat bangsa dari serbuan penjajahan Belanda dan Jepang. Oleh sebab itu, di Aceh, penulis memandang peran dayah seperti ini kembali diharapkan, khususnya agar proaktif berjihad melawan narkoba. Harapan seperti ini sesungguhnya sangat mendesak untuk direalisasikan. Sebab, membendung peredaran narkoba merupakan satu visi syariat Islam (maqashid syar’iyah).
Dalam perspektif syariat Islam, pemeliharaan akal adalah satu dari lima tujuan syariat Islam atau maqashid syar’iyah ini. Kelima tujuan tersebut adalah hifzu ad-din (memelihara agama), hifzu an-nafs (memelihara jiwa), hifzu al-‘asl (memelihara keturunan), dan hifzu al-‘aql (memelihara akal), dan hifzu al-mal (memelihara harta).
Sehubugan dengan itu, Allah Swt mengingatkan kita dengan firman-Nya: “Hai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya meminum khamar, berjudi, berkorban untuk berhala dan mengundi nasib dengan anak panah adalah perbuatan-perbuatan keji yang termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.” (QS. Al-Maidah: 90)
Majelis Ulama Indonesia (MUI) sudah jauh-jauh hari sejak tahun 1976 telah mengeluarkan fatwa haramnya narkoba. MUI menyatakan haram hukumnya penyalahgunaan narkoba dan semacamnya, yang membawa kemudaharatan, mengakibatkan rusak mental fisik seseorang, serta terancamnya keamanan masyarakat dan ketahanan Nasional (Komisi Fatwa MUI, 10 Februari 1976).
Dalil-dalil yang mendukung haramnya narkoba, antara lain firman Allah: “Dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk.” (QS. Al-A’raf: 157). Setiap yang khobaits terlarang dengan ayat ini. Di antara makna khobaits adalah yang memberikan efek negatif seperti narkoba. Dalil berikutnya firman Allah: “Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan.” (QS. Al-Baqarah: 195). Berikutnya: “Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.” (QS. An-Nisa’: 29).
Dalil-dalil Alquran ini menunjukkan haramnya merusak atau membinasakan diri sendiri.
Narkoba sudah pasti merusak badan dan akal seseorang. Sehingga dari ayat inilah kita dapat menyatakan bahwa narkoba itu haram. Dengan kata lain, Islam melarang kita menggunakan narkoba tidak lain karena Islam menyayangi dan menghargai kehidupan kita. Mengapa dilarang, karena Islam memahami efek negatif narkoba bagi si penggunanya.
Jadi, dalam perspektif Islam, pemeliharaan akal memiliki tujuan yang sangat prinsipil. Sementara itu, tidak diragukan lagi bahwa narkoba memberikan sumbangan besar bagi rusaknya akal generasi muda. Padahal, jika generasi muda rusak, maka rusaklah bangsa ini. Oleh sebab itu, jihad dayah melawan narkoba, niscaya harus menjadi agenda paling penting dekade ini dalam upaya mewujudkan satu maqashid syar’iyah ini. Sebab, jika akal generasi muda telah rusak, maka agenda pembangunan dan syariat Islam pasti akan semakin sulit direalisasikan. Segala upaya perbaikan dan pembangunan bangsa akan rusak jika akal generasi mudanya tidak dijaga.
Beruntung, stakeholder dayah seperti Badan Pembinaan Pendidikan Dayah [BPPD] Aceh kini sudah mulai melihat penting persoalan ini, antara lain dengan menyelenggarakan sosialisasi pencegahan narkoba di dayah-dayah. Itu artinya, revitalisasi peran santri dayah dalam menyelamatkan masa depan generasi muda Aceh sudah mulai didendangkan. Gendang perang jihad melawan narkoba sudah ditabuh. Dan memang, sudah semestinyalah peran ini diemban kalangan santri dayah, mengingat dayah itu sendiri telah sekian lama berdiri pada posisi “benteng syariat Islam” di Aceh.
Beberapa upaya
Beberapa tindakan dan upaya yang bisa dilakukan kalangan dayah, antara lain adalah dengan terlebih dulu memastikan tidak ada kalangan santri yang menggunakan narkoba jenis apapun. Kita bersyukur bahwa ulama-ulama besar di Aceh telah sejak lama perhatian dalam perkara ini sehingga kalangan dayah tentu saja relatif steril dari persoalan besar ini.
Di dayah, bahkan merokok pun dilarang bagi para santri. Namun demikian, upaya pencegahan tentu bisa saja dilakukan. Minimal, para santri yang akan lulus bisa dibahani sejak dini, bahwa narkoba ini adalah musuh besar Islam dan bangsa, serta racun paling berbahaya bagi generasi muda dan penyakit krusial bagi peradaban Islam.
Setelah dipastikan steril, selanjutnya para santri dan teungku bisa berdakwah di masyarakat menyeru mereka untuk tidak menggunakan narkoba, mencegah anak-anaknya dari menggunakan hingga mencegah peredaran narkoba di tengah-tengah masyarakat. Ini bisa dilakukan baik dalam khutbah-khutbah mereka, saat mengisi majlis-majlis ta’lim, dan dalam berbagai proses interaksi dengan masyarakat lainnya. Dengan pemaparan dalil-dalil fiqh Islam seputar bahaya narkoba dan larangan keras Islam bagi menggunakannya, tentu dakwah para santri ini akan lebih mudah didengar masyarakat. Dengan cara seperti ini, lembaga pendidikan dayah perlahan akan menjadi sentral rehabilitasi para remaja pengguna narkoba.
Lebih dari itu, komunitas dayah juga bisa lakukan advokasi dan upaya-upaya “pembersihan” gampong dari narkoba, seperti halnya perjuangan mereka selama ini dalam menjaga gampong dari maksiat. Upaya-upaya seperti ini, tentu saja kita harapkan bisa berkordinasi dengan pihak-pihak terkait seperti Badan Narkotika Nasional (BNN) wilayah Aceh. Bagi BNN sendiri, kita harapkan mampu bekerja secara massif dan proaktif menggandeng komunitas dayah dalam memberantas narkoba, karena sesungguhnya pemberantasan narkoba adalah juga tujuan penting ajaran Islam yang disadari secara baik oleh kalangan dayah. Jadi, tinggal dibutuhkan koneksi. Dengan posisi dan kekuatan santri dan teungku dayah yang begitu dominan di Aceh, kita yakin peran jihad melawan narkoba akan bisa diemban. Insya Allah.
Selamat Hari Santri Nasional!
* Teuku Zulkhairi, M.A., Mahasiswa program Doktor UIN Ar-Raniry, pengemban kerja sama bidang Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Kanwil Kementerian Agama Provinsi Aceh. Email: abu.erbakan@gmail.com.
Tulisan ini sudah dimuat di Hr Serambi Indonesia. Link: http://aceh.tribunnews.com/2015/10/22/upaya-santri-dayah-melawan-narkoba?page=2