Bocah Aylan versus Sistem Dunia

Oleh: Teuku Zulkhairi A ylan al-Kurdi hanyalah seorang bocah kecil yang baru berumur tiga tahun. Ia bersama puluhan imi­gran lain­nya k...

Oleh: Teuku Zulkhairi
Aylan al-Kurdi hanyalah seorang bocah kecil yang baru berumur tiga tahun. Ia bersama puluhan imi­gran lain­nya karam dalam gelap gulitanya malam hingga meninggal di laut Mediterania ketika hendak men­capai Yunani, (detik.com, 3/9). Jasad Aylan yang telah terbujur kaku bersama jasad ibu dan saudaranya serta puluhan jasad lainnya ditemukan polisi Turki di Pantai Akyarlar Bodrum, di Propinsi Mugla, Turki dan kemudian diabadikan fotografer Nilfer Demir dari Turkey's Dogan News Agen­cy sebagaimana diberitakan inilah.com (5/9).
Foto jasad Aylan praktis kini telah “mengguncang” dunia karena bisa menusuk nurani terdalam siapa saja yang melihatnya.
Ayah Aylan, Abdullah al-Kurdi yang selamat dari tragedi itu mengaku hendak lari dari amukan perang Suriah karena pernah ditahan dan disiksa rezim Bassar Assad yang memimpin Suriah secara turun temurun.
Apa salah Aylan sehingga ia harus menanggung beban berat ini? Tentu saja sama sekali ia tidak bersalah seperti halnya juga para pengungsin dan imigran muslim lainnya. Aylan, hanyalah salah satu anak-anak yang tidak beruntung di dunia ini. Dan ada ribuan anak-anak lain seusianya yang menga­lami nasib bahkan lebih tragis lagi, baik di Somalia, Irak, Afghanistan, Suriah, Palestina, Arakan dan sebagainya. Mereka yang nestapa ini merupakan korban dari tatanan sistem dunia yang rusak.
Setelah menyaksikan foto ini, Perdana Menteri Inggris David Cameron mengeluarkan statemen siap menerima kedatangan imigran dari negara-negara konflik. Sementara itu, Presiden Turki, Erdogan dan keluarganya yang mena­ngis menyaksikan foto jasad Aylan pun berbicara lantang, bahwa Barat, termasuk Inggris harus bertanggung jawab atas kematian Aylan karena Barat tidak pernah serius menyelesaikan konflik Suriah serta mengakhiri rezim Bashar Assad yang telah cukup banyak membunuh rakyatnya. Erdogan sangat layak berbicara seperti itu dan selalu bisa diprediksi bahwa ia akan berbicara lantang ketika dunia menzalimi umat Islam atau membiarkan kezaliman itu terjadi.
Sebab, Turki adalah negara yang menampung 11 persen pengungsi dunia khususnya yang datang dari Suriah dan Irak seperti diakui sendiri oleh Komisaris Tinggi PBB untuk Pengungsi, Antonio Guterres seperti dilaporkan Global Trends dan dikutip situs renovasi­negeri.com (29/8). Secara keseluruhan, Turki kini telah menampung lebih dari 1,7 juta pengungsi Suriah yang terdaftar. Menurut keterangan Spindler, angka tersebut jauh melampaui penampungan pengungsi di bagian dunia lain. (beritsatu.com, 16/6).
Menyadari realitas ini, Erdogan tidak jarang menekankan reformasi lembaga Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang hak veto lembaga dunia ini hanya dimiliki oleh lima negara, Amerika Seri­kat, Russia, Cina, Prancis dan Inggris. Lima negara anggota tetap Dewan Keamanan PBB inilah yang memiliki kewenangan mutlak dalam mengatur perdamaian dan keamanan dunia, sesuatu yang disebut Erdogan sebagai biang kekacauan dunia karena kondisi dunia tidak bisa hanya ditentu­kan oleh lima negara ini.
Rusaknya sistem dunia
Kembali ke jasad Aylan yang meng­guncang dunia, apakah setelah me­nyak­sikan jasad Aylan terbujur kaku lalu kezaliman negara-negara besar terhadap dunia ketiga, khususnya dunia Islam akan berakhir? Apakah Rusia dan Iran akan berhenti mensponsori rezim Bassar Assad dalam membnuh rakytanya? Pertanyaan lain, apakah dunia akan bisa mencegah terjadinya tragedi-tragedi lain atas kemanusiaan, atas anak-anak yang tidak berdosa? Kita belum akan yakin akan masa depan yang baik dan jawaban yang memuas­kan atas pertanyaan ini.
Konflik-konflik di kawasan Timur Tengah sepertinya memang terus dirawat dan terus diciptakan oleh tatanan sistem dunia dalam rangka meneguhkan posisi Israel sebagai super power di kawasan itu. Konflik-konflik yang diciptakan dan dirawat tatanan dunia tersebut, seakan menegaskan bahwa tidak boleh ada negara yang maju, kuat dan stabil di sekeliling Israel di kawasan Timur Tengah. Ketika rakyat Mesir memilih Muhammad Mursi sebagai pemimpin mereka, hanya dalam jangka waktu kurang dari satu tahun ia langsung dikudeta. Mesir pun kembali jatuh dalam distablitas sehingga semakin meneguhkan posisi Israel sebagai salah satu negara stabil dan kuat di Timur Tengah, di samping Iran yang akhirnya dijadikan sebagai sahabat oleh Barat seperti negara-negara Arab lain juga. Sebelumnya, Barat juga menyerbu Afganistan, Irak dan Libya. Serta secara rutin mengirim pesawat drone ke Yaman untuk menghancurkan siapa saja yang dianggap musuh.
Lima negara pemegang hak veto di lembaga PBB senantiasa selalu siap mementahkan setiap resolusi PBB yang akan sedikit membela umat Islam, atau jika merugikan Israel dan kepentingan Barat lainnya. Dalam kasus Suriah, negara-negara pemegang hak veto di PBB pun bersikap serupa, senantiasa mementahkan setiap solusi untuk menghentikan kediktatoran rezim Bassar Assad. Akibatnya, tatanan system dunia membiarkan rezim diktator menindas umat Islam karena rezim itu menguntungkan Barat dan Israel dalam konteks mencegah potensi kebangkitan Islam.
Hilangnya negara inti Islam
Persoalan terbesar dunia Islam semenjak jatuhnya kekhalifahan Islam Turki Usmani adalah hilangnya peran negara inti umat Islam. Pasca itu, tidak ada negara Islam yang mampu membela kepentingan umat Islam sebagaimana negara-negara Barat justru seluruhnya mampu membela warganya. Terhadap perihal ini, Samuel P Huntington (1996) menyindir kelema­han umat Islam ini, ia menulis: “Islam adalah sumber instabilitas dunia karena ia tidak memiliki kekuatan inti yang dominan. Berbagai negara seperti Arab Saudi, Iran, Pakistan, Turki dan barangkali Indonesia terilhami untuk menjadi “pemimpin” Islam, karenanya saling berlomba menunjukkan penga­ruhnya di dunia Islam; tidak satupun dari negara tersebut yang memiliki kekuatan untuk mengatasi konflik-konflik yang terjadi di negara-negara Islam; dan tidak satupun yang secara otoritatif berbuat atas nama Islam dalam kaitan dengan konflik-konflik yang terjadi antara kaum muslim dan non Muslim” (Benturan antar Peradaban, hal: 491).
Barat, khususnya Amerika Serikat barangkali memahami betul apa yang disimpulkan Huntington ini. Itu sebab, sejak 2001, atau bahkan lebih awal dari itu, dengan sigap Barat senantiasa mengantisipasi potensi kebangkitan umat Islam yang dalam analisa Huntington kebangkitan ini telah dimulai sejak era 1970an karena ditandai dengan munculnya sekolah-sekolah Islam dan seruan-seruan untuk kembali ke jalan Islam dalam berbagai tatanan kehidupan lewat berbagai sarananya (hal: 181-185). Itu sebab, Barat kian massif menyerbu negara-negara Islam. Tahun 2001 Barat menyerbu Afganis­tan, lalu Irak, Libya dan kemudian mengelola konflik di Suriah demi menjaga eksistensi Israel. Instabilitas negara-negara Islam di kawasan Timur Tengah niscaya akan memperteguh posisi Israel sebagai negara yang “stabil” dan kuat, sekaligus meredam potensi kebangkitan Islam yang diyakini Huntington hendak mengarah secara berhadap-hadapan (vis a vis) dengan peradaban Barat yang hegemonik.
Kembali ke jasad Aylan yang terbujur kaku di tepi pantai Akyarlar Bodrum, Turki. Tragedi ini barangkali telah mampu menyodot perhatian negara-negara Barat terkait krisis Suriah. Namun, berharap konflik Suriah akan segera berakhir sehingga tidak ada lagi Aylan-Aylan berikutnya yang akan menjadi korban nampaknya masih terlalu jauh, meskipun kita tentu tidak pernah pesimis. Tatanan dunia yang berkuasa masih terlalu sulit untuk diubah, apalagi hendak digantikan dengan sistem Islam yang memiliki orientasi memanusiakan manusia (hifzu an-Nafs).
Meskipun demikian, cita-cita ini minimal bisa wujudkan dalam skala lokal keAcehan dan keindonesiaan. Ada banyak anak-anak dan keluarga tidak beruntung di Aceh yang membutuhkan perhatian kita semua sehingga meski­pun peradaban Islam belum tegak dalam konteks global, minimal perada­ban ini tegak di Serambi Mekkah ini dengan cara kita mencegah muncul anak-anak lain yang akan menjadi korban seperti Aylan. Selamat jalan Aylan. Maafkan kami yang tidak bisa menolongmu. Wallahu a’lam bishsha­wab.
Penulis adalah Direktur Aceh Forum for Studi of Islamic Civilization (AFSIC)

Dimuat di Harian Analisa. 11 September 2015
Link: http://analisadaily.com/mimbar-islam/news/aylan-versus-sistem-dunia/169471/2015/09/11

Related

Paradigma Islam 8555276746298273097

Posting Komentar Default Comments

emo-but-icon

Terbaru

Pesan Buku Klik Gambar

AMP code

Gerakan Santri Aceh

Karya Tulis

Karya Tulis
Buku

Buku Syariat Islam Membangun Peradaban

Buku Syariat Islam Membangun Peradaban
Buku

Facebook 2

Populer Setiap Saat

Popular Minggu Ini

My Facebook

Comments

item