"Kain Syurga" Miftahul Jannah
Miftahul Jannah. Foto dari Internet Oleh Teuku Zulkhairi Gadis asal Aceh bernama Miftahul Jannah akhirnya didiskualifikasi dari aj...
https://jalanpertengahan.blogspot.com/2018/10/syurga-miftahul-jannah.html
Miftahul Jannah. Foto dari Internet |
Oleh Teuku Zulkhairi
Gadis asal Aceh bernama Miftahul Jannah akhirnya didiskualifikasi dari ajang Asian Para Games 2018, sebagaimana diberitakan sejumlah media. Meski telah mempersiapkan diri dengan latihan, akhirnya ia gagal mengikuti pertandingan cabang Judo mewakili Jawa Barat. Miftahul Jannah yang merupakan seorag atlet ini bersikeras tidak mau melepaskan jilbabnya sebagai syarat ia dibolehkan bertanding.
Baginya, mempertahankan jelbab lebih utama ketimbang mengikuti pertandingan duniawi. Barangkali, sebelumnya tidak terbayang dibenaknya akan dilarang bertanding karena jilbabnya. Maka ia telah melangkah sejauh itu hingga detik-detik menjelang pertandingan. Apalagi, pertandingan itu diselenggarakan di Indonesia, negeri muslim terbesar di dunia.
Kita bisa membayangkan “hancurnya” hati Miftahul Jannah karena dilarang bertanding, padahal ia telah mempersiapkan diri sebaik mungkin dengan latihan. Buktinya ia telah hampir mencapai gelanggang tanding. Miftahul Jannah barangkali tidak berfikir sama sekali bahwa jilbabnya akan dianggap masalah untuk memasuki gelanggang pertandingan.
Namun, melepaskan jelbab sebagai syarat bertanding adalah masalah besar bagi Miftahul Jannah yang seharusnya tidak terjadi. Pada faktanya, belum ada dalam sejarah jelbab menghalangi seorang muslimah untuk mengukir prestasi. Justru, kita sering mendengar kaum muslimah yang mengukir prestasi dalam berbagai cabang pertandingan olahraga dan dalam bidang lainnya dengan tetap menaruh jelbab dikepalanya.
Dimuat di Harian Serambi Indonesia. Foto screnshot |
Apa yang dilakukan Miftahul Jannah adalah mempertahankan kemuliaan dan harga diri seorang muslimah. Miftahul adalah teladan dalam bagaimana menjadi muslimah sejati. Ia telah memilih tetap mempertahankan selembar “kain syurga” dan melepaskan prestasi duniawi yang mungkin diraihnya.
Dzat Pemilik Alam Semesta telah meminta kaum muslimah untuk menutup auratnya dalam QS. al-Ahzab ayat: 59. "Wahai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan wanita-wanita (keluarga) orang-orang mukmin, agar mereka mengulurkan jelbabnya (ke seluruh tubuh mereka). supaya mereka untuk lebih mudah dikenal (sebagai para wanita muslimah yang terhormat dan merdeka) sehingga mereka tidak diganggu. Dan Allah senantiasa Maha Pengampun lagi Maha Penyayang".
Pada suatu ketika, Rasulullah Saw juga menjelaskan kepada Asma. “Wahai Asma! Sesungguhnya wanita jika sudah baligh maka tidak boleh nampak dari anggota badannya kecuali ini dan ini (beliau mengisyaratkan ke muka dan telapak tangan), (H.R. Abu Daud)
Tapi orang-orang yang tidak memahami harga dan kemuliaan “kain syurga” ini mungkin akan mencibir Miftahul karena dianggap lebih mementingkan jilbabnya ketimbang bertarung demi ‘merah putih’. Itu adalah pemikiran sekuler yang memisahkan dunia dengan akhirat.
Pada faktanya, Miftahul telah siap-siap membela merah putih. Hanya saja, Miftahul tidak mau melepaskan “kain syurga” yang dicintainya itu. Seharusnya, membela merah putih sama sekali tidak perlu dipertentangkan dengan kewajiban Miftahul menjaga “kain syurga”nya itu. Seharusnya, sekali lagi, jelbab tidak diangap sebagai penghalang untuk bertanding. Tapi itulah dunia ini. Tidak semua orang memahami pentingnya menaruh hormat terhadap perintah Pencipta dunia ini, yaitu Allah Swt.
Kadangkala kita mempertahankan ajaran Islam seperti memegang bara api di lautan. Jika kita lepaskan maka bara api ini akan padam. Tapi jika kita pegang, maka ia akan membakar tangan kita. Begitulah perumpamaan yang tepat untuk menggambarkan apa yang telah dilakukan Miftahul Jannah dengan mempertahankan “kain syurga” yang dipakainya.
“Kain Syurga”
Kenapa jelbab Miftahul Jannah, dan juga jelbab kaum muslimah lainnya kita anggap sebagai “kain syurga”? Karena mamakai jelbab bagi seorang muslimah adalah bukti bahwa ia memiliki loyalitas yang tinggi kepada Sang Pencipta Alam Semesta ini, yaitu Allah Swt. Dan menolak meninggalkan jelbab berarti Miftahul Jannah telah menolak takluk kepada makhluknya yang memang lemah dan tidak ada apa-apanya.
Dalam Alquran Allah telah memerintahkan perempuan beriman agar menutupi auratnya. Ya, perintah menutupi aurat itu datang dari pemilik Alam Semesta ini. Pemilik dunia dan seisinya. Pemilik syurga dan neraka. Pemilik jiwa setiap hamba. Dialah pencipta semua yang bernyawa dan yang tidak bernyawa. Dialah Dzat yang kekal dan abadi. Semua tunduk kepada-Nya. KepadaNya tempat kita kembali. Dialah yang bisa memberikan keampunan atas dosa-dosa kita.
Kita yakin, Miftahul Jannah tidak mau melepaskan jilbabnya karena tahu siapa yang telah memerintahkan menutup aurat kepada Miftahul dan seluruh muslimah lainnya. Maka Miftahul tidak mau melepaskannya. Nama Nama Miftahul Jannah sendiri dalam bahasa Indonesia berarti “kunci syurga”. Maka namanya telah sesuai dengan apa yang dilakukannya. Ia tahu Allah Swt adalah Dzat yang Maha Kuasa dan Maha Perkasa.
Dzat yang semua manusia butuh kepada perlindunganNya. Miftahul Jannah, meskipun ia adalah wanita memiliki keterbatasan dari segi fisik, tapi orang tua dan gurunya telah berhasil mendidiknya untuk tahu bahwa auratnya tidak boleh dibuka, hukumnya haram. Ia tahu bahwa auratnya meliputi seluruh tubuh kecuali muka dan telapak tangan.
Mungkin, alasan penting kenapa Miftahul tidak mau melepaskan jilbabnya adalah karena ia memahami kemuliaan dan pahala yang dijanjikan Pemilik Alam Semesta Raya ini bagi muslimah yang menutupi auratnya. Miftahul mungkin juga sangat memahami konsekuensi dosa karena membuka aurat dari Pencipta Alam Semesta Raya ini kepada siapa saja yang melanggar perintah Allah dan RasulNya.
Dalam hadist riwayat Muslim Rasulullah Saw bersabda “Ada dua golongan dari ahli neraka yang belum pernah saya lihat keduanya itu: pertama: Kaum yang membawa cambuk seperti ekor sapi yang mereka pakai buat memukul orang (penguasa yang kejam); kedua: Perempuan-perempuan yang berpakaian tetapi telanjang, yang cenderung kepada perbuatan maksiat dan mencenderungkan orang lain kepada perbuatan maksiat, rambutnya sebesar punuk unta. Mereka ini tidak akan boleh masuk syurga, serta tidak dapat akan mencium bau syurga. Padahal bau syurga itu tercium sejauh perjalanan demikian dan demikian.”
Hadist ini memberikan gambaran ancaman yang mengerikan kepada siapa saja kaum perempuan yang membuka auratnya. Maka kita berharap jejak Miftahul diikuti para kaum muslimah lainnya. Miftahul telah melakukan apa yang seharusnya dilakukan seorang muslimah dari Aceh, tanah mulia dimana Syari’at Islam diberlakukan disini. Pada saat yang sama, di luar sana banyak saudara kita lainnya yang belum mengikuti jejak Miftahul. Menjual aurat untuk kepentingan duniawi. Maka Miftahul sudah seharusnya dijadikan teladan kaum muslimah.
Kita berharap bagi saudara kita yang masih membuka aurat agar mengikuti jejak Miftahul Jannah. Bukan saja menutup aurat adalah perintah Islam yang mesti dijalankan setiap pribadi yang mengaku muslim atau muslimah, namun juga ia merupakan identitas kita masyarakat Aceh dimana Islam telah kita warisi secara turun temurun. Sudah seharusnya Aceh dengan para putra dan putri terbaiknya senantiasa memberikan keteladanan bagi republik ini.
Para endatu kita dahulu telah berjuang menyiarkan Islam ke berbagai penjuru Nusantara. Dan tugas kita sekarang adalah meneruskan perjuangannya, minimal dengan menjaga nilai-nilai Islam yang telah sekian lama ditanamkan orang tua, guru-guru dan masyarakat kita. Kita berterimakasih kepada fraksi Partai Keadilan Sejahtera dan Ustaz Adi Hidayat yang dikabarkan akan memberikan hadiah umrah bagi Miftahul Jannah dan sekeluarganya. Semoga dapat mengobati luka hati Miftahul. Selanjutnya, kita menanti apresiasi dari pemerintah Aceh dan seluruh jajaran masyarakat Aceh lainnya. Sebab, Miftahul telah menunjukkan harga dirinya dan harga diri masyarakat Aceh. Lebih dari itu, semoga ini menjai pesan bahwa orang-orang mukmin akan saling mendukung dalam ketaatan di antara sesama mereka. Amiin ya Allah.
*Penulis adalah Dosen Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Ar-Raniry, Banda Aceh. Alumnus Dayah Babussalam Matangkuli Aceh Utara dan Staf Humas Majelis Tastafi Pusat. Email abu.erbakan@gmail.com.*
Link: http://aceh.tribunnews.com/2018/10/11/kain-surga-miftahul-jannah?page=1