Revitalisasi Zakat dalam Pengentasan Kemiskinan Masyarakat Pedalaman Aceh [Tulisan Lomba PWI 2016]

Revitalisasi Zakat dalam Pengentasan Kemiskinan Masyarakat Pedalaman Aceh Oleh Teuku Zulkhairi           Berbicara tentan...







Revitalisasi Zakat dalam Pengentasan
Kemiskinan Masyarakat Pedalaman Aceh

Oleh Teuku Zulkhairi
         
Berbicara tentang solusi pemberdayaan masyarakat miskin dan pengembangan kawasan pedalaman yang didominasi warga miskin, maka kita tidak bisa menepis peran penting dari zakat. Dalam Islam, pemberantasan kemiskinan dilembagakan dalam salah satu rukunnya, yaitu zakat (Abdurrachman Qadir: 2001). Zakat merupakan instrument orsinil dalam sistem ekonomi Islam, sekaligus jawaban Islam terhadap problem kemiskinan yang mendera umat Islam. Peran penting zakat seperti ini telah dibuktikan prakteknya di masa-masa kejayaan Islam. Maka dalam upaya pengentasan kemiskinan - termasuk pembangunan kawasan pedalaman Aceh -  zakat harus berfungsi sebagai solusi atas persoalan masyarakat miskin di pedalaman Aceh.

Tidak maksimalnya pengelolaan zakat di Aceh membuat masyarakat miskin terus bertambah yang umumnya berada di wilayah pedalaman Aceh sehingga pembangunan Aceh menjadi timpang. Realitas kemiskinan di Aceh menunjukkan fakta yang memprihatinkan. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), penduduk miskin Aceh pada posisi Maret 2015 mencapai 851.000 orang atau bertambah 14.000 orang dibanding posisi September 2014. Data yang dirilis secara periodik oleh BPS Aceh mencatat jumlah penduduk miskin di provinsi ini pada posisi Maret 2015 mencapai 851.000 orang atau 17,08 persen. Artinya, bertambah sebanyak 14.000 orang bila dibandingkan dengan September 2014 yang jumlahnya 837.000 orang atau 16,98 persen, sebagaimana dilaporkan Serambi Indonesia (16/9/2015). 

Data BPS tersebut sekaligus menunjukkan problem pembangunan di kawasan pedalaman Aceh yang masih bermasalah, karena penyumbang kemiskinan terbesar berasal dari kawasan pedalaman. Padahal, kemiskinan selalu saja menjadi dilema sebuah bangsa untuk bangkit dan maju. Kemiskinan juga selalu menjadi kendala untuk merealisasikan ide-ide pembangunan yang dicanangkan pemerintah. Intinya, kemiskinan menghalangi kebangkitan dan kemajuan. Bagaimana mungkin bisa bangkit, padahal kemiskinan ini menghalangi masyarakat untuk berfikir maju. Dalam teologi Islam sendiri juga dikatakan, “kemiskinan bisa mendekatkan pada kekufuran”. Kemiskinan juga akan berefek sangat rawan pada meningkatnya kasus kekerasan dan kriminalitas di masyarakat.

Padahal, menurut keterangan kepala Baitul Maal Aceh, Armiadi Musa, (Serambi  Indonesia, 2013), potensi zakat di Aceh sangat luar biasa jika mampu dikelola secara massif akan bisa membiyai  sebesar Rp. 3,656,552 untuk setiap warga miskin setiap bulannya. Jumlah ini melebihi target pemerintah Aceh yang pernah berjanji akan memberikan 1 Juta/KK bagi warga miskin di Aceh, yang artinya akan bisa membantu menyelesaikan berbagai problem yang mendera masyarakat pedalaman Aceh.

Potensi Besar Besar Zakat
Potensi zakat Aceh diperkirakan mencapai Rp 1,92 Trilyun, namun ternyata realisasi Zakat, Infak dan Sedekah (ZIS) Aceh tahun yang lalu (2012), baik Baitul Maal Aceh dan Baitul Maal Kabupaten/Kota hanya 125 M saja atau 6,5 % (Serambi Indonesia, 2013). Dengan realisasi yang seminim ini, bagaimana mungkin kita bisa berharap Baitul Maal bisa terlibat dalam upaya mengentaskan kemiskinan dan pembangun masyarakat pedalaman Aceh ? Sangat mustahil.

Padahal, secara yuridis pun, Qanun Nomor 10 Tahun 2007 tentang zakat dan UU Nomor 38 Tahun 1999 tentang pengelolaan zakat secara nasional telah menjelaskan bahwa setiap perusahaan ataupun lembaga usaha/jasa yang melakukan suatu pekerjaan itu wajib membayarkan zakatnya, sesuai dengan keuntungan yang diperoleh.

Dalam konteks Aceh, upaya-upaya menanggulangi kemiskinan masyarakat pedalaman memang selayanya terus dikuatkan dalam rangka memperkuat posisi Aceh serta khususnya sebagai aplikasi dari perintah agama, bahwa Syari’at Islam yang diterapkan di Aceh sudah seharusnya mampu mengurangi angka kemiskinan di Aceh dan kemudian membawa Aceh menjadi negeri yang makmur dan sejahtera.


Belum Dimaksimalkan
Namun faktanya, agenda membangun Aceh selama ini menunjukkan pemerintah Aceh belum memaksimalkan potensi zakat yang dibuktikan dengan masih lemahnya regulasi zakat. Realitasnya, pemerintah masih hanya mengandalkan dana-dana seperti DAU, DAK, Otsus, dana bagi hasil migas, dana tambahan bagi hasil migas, dana rehab-rekon, bantuan luar negeri (multidonor fund), dan dana reintegrasi.

Ini tentu sangat ironis. Tidak adanya maksimaliasi potensi zakat sangat besar kemungkinannya menjadi penyebab gagalnya semua proyek pengentasan kemiskinan di Aceh selama ini. Kondisi ini berbanding lurus dengan visi politik pemimpin Aceh dibawah kepemimpinan Zaini Abdullah – Muzakkir Manaf yang sejak masa kampanye mereka memiliki visi untuk mengentaskan kemiskinan di Aceh. Artinya, pemerintah Aceh dalam hal ini memiliki tugas besar bagaimana memperbaiki posisi atau peringkat kemiskinan di Aceh dengan cara melakukan berbagai terobosan yang solutif dalam rangka mencapai tujuan tersebut.

Di balik itu, dengan memaksimalkan potensi zakat untuk pengentasan kemiskinan di kawasan pedalaman Aceh, kita akan membuktikan bahwa pengentasan kemiskinan di Aceh juga menjadi agenda syari’at Islam yang selama ini cenderung dipahami hanya sebagai “peraturan hukum menghukum”.

Dari berbagai usaha dan upaya pemerintah Aceh dalam menanggulangi kemiskinan, potensi zakat masih jauh dari perhatian yang maksimal yang dibuktikan dengan minimnya pengerahan political wiil pemerintah dalam mencapai target pengumpulan zakat secara maksimal.

Memperkuat Regulasi Zakat
Sampai disini, ternyata persoalannya adalah karena pemerintah Aceh belum melihat secara serius potensi zakat ini. Hingga hari ini, Pemerintah Aceh, baik eksekutif maupun legislatif belum terlihat usaha mereka untuk menggalang secara penuh kekuatan dan bargaining politik (Political Will) untuk mencapai target pengumpulan zakat secara massif (dari segala lini). Padahal, Islam sudah menjelaskan kepada kita bahwa zakat gunanya adalah untuk mengentaskan kemiskinan. Zakat ini juga merupakan rukun Islam ke tiga setelah Syahadat dan Shalat.
Pertama, Qanun Baitul Mal hingga tahun 2015 lalu juga belum selesai dibahas Baitul Mal sehingga sampai saat ini (tahun 2016) memperumit kerja Badan Pelaksana (Bapel) Baitul Mal dalam menyalurkan dana zakat dan infaq. Padahal, sesuai ketentuan syari’ah, zakat harus disalutkan di awal tahun. Karena Qanun belum dibahas dan disahkan, maka anggaran zakat mesti mengikuti mekanisme APBA.
Oleh sebab itu, tidak heran jika ulama Aceh, Tgk Daud Hasbi mendesak agar Qanun Baitul Mal segera dibahas legislative (Acehxpress.com, 19 Mei 2016 ). Harapannya supaya status zakat jangan dijadikan sebagai Pendapatan Asli Daerah (PAD) murni, karena prosesnya sangat rumit, maka perlu diatur sebagai PAD khusus yang tak perlu menunggu pengesahan DPRA. Jika tidak para amil zakat menjadi serba salah. Ketika mereka melaksanakan sesuai syariat, justru mereka malah terbentur dengan aturan keuangan negara. Untuk menyelesaikan persoalan tersebut, pemerintah didesak untuk mengawinkan beberapa regulasi yang ada salah satunya menetapkan zakat sebagai PAD-SUS, zakat harus disimpan dalam rekening khusus yang tidak boleh bercampur dengan PAD lain.

Dalam hal pengumpulan zakat dari orang kaya untuk disalurkan kepada masyarakat miskin, tidak adanya regulasi zakat yang kuat membuat upaya ini otomatis menjadi terhambat. Hingga hari ini perusahaan-perusahaan dan usaha-usaha yang menghasilkan keuntungan besar lainnya di Aceh banyak yang tidak membayar zakat. Kondisi serupa juga tak jauh berbeda dengan hotel-hotel di Aceh yang meskipun mereka maraup banyak keuntungan dari kegiatan rutin yang dibuat oleh instansi-instansi pemerintah di tempat mereka, tapi banyak mereka tidak mau membayar zakat. Begitu juga, banyak orang kaya dan pegawai negeri dan serta kerja profesi lainnya yang meskipun gaji mereka tinggi namun mereka masih berlindung pada “dalil khilafiyah” untuk tidak membayar zakat profesi. Padahal, dalam Islam setiap harta tetap harus disucikan dengan cara dikeluarkan zakatnya.

Kita yakin bahwa kondisi ini pasti akan berubah atau berakhir seandainya ada political will Pemerintah Aceh untuk menggarap potensi zakat secara massif. Apalagi, pemerintah Aceh kita tahu memiliki dukungan sipil dan juga kekuatan politik yang sangat dominan dan kuat di lembaga legislatif sehingga sangat memungkinkan mendesak berbagai pihak yang kontra zakat untuk menunaikan kewajibannya. Tentu saja, jawaban dari semua ini adalah keharusan untuk memperkuat regulasi zakat di Aceh.

Regulasi zakat yang kuat dibuktikan dengan adanya paksaan kepada orang-orang atau perusahaan dan usaha yang sudah wajib mengeluarkan zakat untuk menunaikan kewajibannya ini sebagai sarana penyucian harga sekaligus sebagai realisasi dan implementasi rukun Islam yang ke tiga.

Jika regulasi zakat ini bisa diperkuat, maka regulasi ini insya Allah akan sangat membantu pemerintah Aceh dalam mewujudkan janji-janji politiknya. Lebih dari itu, lex specialist Aceh di mata pusat sebenarnya juga bisa dibuktikan oleh pemerintah Aceh dengan membawa tawaran yang kompromis dan solutif bagi Aceh agar kepengelolaan pajak di Aceh bisa dibagi. Misalnya dengan tawaran, pajak yang dipungut dari Aceh misalnya agar tidak perlu semuanya dibawa ke Jakarta dan diatur di sana sebelum kemudian dibagi lagi ke daerah-daerah. Pemerintah Aceh misalnya bisa meminta pemerintah Pusat agar 50 persen atau lebih Pajak yang dipungut di Aceh bisa dikelola oleh Baitul Maal untuk dipergunakan bagi kesejahteraan rakyat Aceh. Dengan jalan seperti ini, lex specialist Aceh tidak lagi hanya digunakan untuk simbol-simbol saja oleh Pemerintah Aceh. Tapi juga yang terkait langsung dengan upaya peningkatan kesejahteraan rakyat Aceh.

Dengan kuatnya regulasi zakat, maka kita berharap akan semakin banyak zakat terkumpul sehingga semakin luas pula wilayah penyalurannya yang mencakup berbagai kawasan pedalaman Aceh sehingga peran zakat dalam pengentasan kemiskinan dan termasuk pembangunan masyarakat pedalaman akan terwujud.

Selain memperkuat regulasi zakat di Aceh, peran Baitul Maal di seluruh Aceh saat ini juga harus didiskusikan dan ditata kembali dengan cara menghimpun berbagai ide-ide dan masukan konstruktif dari berbagai kalangan. Kita berharap agar Baitul Mal sebagai pelaku di lapangan dari regulasi yang dibuat pemerintah bisa mendapatkan kepercayaan masyarakat  (public trust). Baitul Mal hendaknya juga bisa responsive, peka terhadap urusan masyarakat dan membantunya dengan cepat tanpa pengurusan yang berbelit-belit dan elitis sehingga Baitul Maal betul-betul bisa merakyat dan meraih kepercayaan segenap masyarakat Aceh.

Dengan penguatan regulasi zakat dan pembenahan Baitul Maal di seluruh Aceh, kita yakin insya Allah kemiskinan di kawasan pedalaman Aceh akan bisa dientaskan sesuai dengan fungsi zakat dalam pemberdayaaan ummat dalam perspektif Islam. Wallahu a’lam bishshawab.


https://lintasgayo.co/2016/06/29/ini-juara-lomba-menulis-dan-foto-membangun-aceh-pedalaman-sji-pwi-aceh


Berikutnya juara Lomba Foto dan Tulis SJI PWI Aceh 2016, dengan tema “Membangun Aceh Pedalaman”
Juara Lomba FOTO:
  1. Ahmad Ariska judul foto Irigasi Keberlanjutan Swasembada Pangan, lokasi Gayo Lues
  2. Ishak Mutiara (Membangun Harapan untuk Dapat Berlayar) lokakasi Pulo Aceh, Aceh Besar
  3. Mahyadi (Jembatan Darurat) lokasi Aceh Tengah
  4. Khalisuddin (Jalan eks KKA), lokasi Bener Meriah
  5. Zulkarnaini Masry (Belajar di Sekolah Darurat) lokasi Serempah, Aceh Tengah
Juara lomba TULIS
  1. Faiza Maulina dan Nauliyanti Yunita, judul Melalui Pasar, Wirausaha dan Pariwisata, bisa mengakses Akses Perekonomian Wilayah Pedalaman.
  2. Drs Muhammad Syukri, MPd (Kunci Membuka Akses Ekonomi di Wilayah Pedalaman)
  3. Vera Hastudi, MPd (Upaya Meningkatkan Ekonomi Masyarakat di Wilayah Pedalaman Aceh).
  4. Teuku Zulkhairi (Revitalisasi zakat dalam Pengentasan Kemiskinan Masyarakat Pedalaman Aceh.
  5. Asti Uki Tari (Sistem Pengembangan Terpadu dan Keberlanjutan sebagai Solusi Pemerataan Pembangunan Daerah Pedalaman)





Related

Syari'at Islam di Aceh 1076116865400292334

Posting Komentar Default Comments

emo-but-icon

Terbaru

Pesan Buku Klik Gambar

AMP code

Gerakan Santri Aceh

Karya Tulis

Karya Tulis
Buku

Buku Syariat Islam Membangun Peradaban

Buku Syariat Islam Membangun Peradaban
Buku

Facebook 2

Populer Setiap Saat

Popular Minggu Ini

My Facebook

Comments

item