Membaca “Pesona” Haji Uma

Membaca “Pesona” Haji Uma Oleh Teuku Zulkhairi Harian Serambi Indonesia, 25 April 2019 Sebuah kejutan spektakuler terjadi dala...




Membaca “Pesona” Haji Uma
Oleh Teuku Zulkhairi
Harian Serambi Indonesia, 25 April 2019
Sebuah kejutan spektakuler terjadi dalam Pemilihan Umum (Pemilu) kali ini. Ya, kejutan itu adalah raihan suara fantastis calon senator Aceh yang juga patahana, yaitu Haji Uma yang memiliki nama asli Sudirman. Bintang film komedi Eumpang Breuh ini dipastikan akan terpilih kembali sebagai anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Republik Indonesia asal Aceh setelah unggul di semua kabupaten kota yang telah menjalani proses penghitungan suara. Dari perhitungan suara sejauh ini sebagaimana dirangkum Harian Serambi Indonesia, Sabtu (20/4), nampaknya tidak ada kandidat lain yang mampu mengejar raihan suara Haji Uma. Fantastis, Haji Uma meraih lebih dari separuh suara pemilih calon DPD di Aceh. Ia hanya dibayang-bayangi oleh intelektual Aceh alumnus Timur Tengah yang juga sahabat Ust Abdul Somad, yaitu H. Fadhil Rahmi yang berada di posisi kedua setelah Haji Uma.
Jauh hari sebenarnya keterpilihan kembali Haji Uma sudah diprediksi banyak pihak. Sekitar dua bulan lalu, sebagai kegiatan riset kecil-kecilan untuk melihat preferensi pemilih di Aceh, penulis sempat mewawancarai sejumlah masyarakat terkait kecenderungan mereka untuk memilih di pemilu. Selain menyatakan akan memilih Prabowo-Sandi untuk pemilihan presiden, mereka juga menyebut nama Haji Uma yang dianggap layak dipilih kembali. Alasannya, Haji Uma terbukti bekerja untuk rakyat. Selain itu, adanya respons positif masyarakat Aceh terhadap kiprah Haji Uma misalnya dapat kita baca di media sosial dimana banyak yang menyebut nama Haji Uma sebelum pemilu dilangsungkan.
Artinya, jika lima tahun lalu Haji Uma melenggeng ke senayan dapat dikatakan berbekal utama popularitasnya sebagai artis komedian Aceh dalam film Eumpang Breuh yang diproduksi  oleh Din Keramik, maka dalam pemilu kali ini Haji Uma membawa bekal lain yang cukup memberi pesona. Haji Uma sukses melakukan transformasi figur. Dari artis ke politisi yang merakyat. Dalam masa jabatan anggota senator periode berjalan, ia nampak berhasil membangun citra baru, bahwa ia mampu mengemban amanah yang diembannya, dan untuk itu layak dipilih kembali sebagai senator asal Aceh di periode berikutnya. Posisinya sebagai artis membuat ia terkenal, tapi elektablitasnya yang menjulang adalah disebabkan karena kiprahnya yang dapat dibaca oleh publik.
Kiprah Haji Uma sebagai senator dalam periode yang berjalan nampak nampak cukup diketahui dan dirasakan masyarakat. Hari-hari dalam kerja Haji Uma periode berjalan diisi dengan respons aktifnya atas sejumlah problem yang terjadi di masyarakat kelas bawah. Sesuatu yang jarang bisa dikelola secara baik dan konsisten oleh umumnya politisi. Dengan posisinya sebagai senator Aceh, Haji Uma misalnya secara konsisten masuk dalam relung hati masyarakat dengan cara ikut terlibat dalam sejumlah isu-isu populis. Dalam sebuah berita misalnya, Haji Uma disebut telah membantu warga miskin dari Aceh Timur yang mengalami pembekuan darah di kepala sehingga akhirnya pasien ini bisa pulang.
Dalam berita yang lain, Haji Uma disebut telah membantu anak kurang gizi di Aceh Utara. Berita yang lain menulis, “Haji Uma membantu pengobatan TKI asal Aceh di Malaysia”. Berita lainnya yang cukup menyentuh misalnya: “Haji Uma Pulangkan Warga Aceh yang Sakit di Malaysia, Keluarga Sambut dengan Tangisan Haru”. Ada juga berita-Berita lain dengan judul yang cukup menyentuh seperti: “Haji Uma Selamatkan Bayi Aceh dari Jaminan Utang Operasi yang Ditahan di Malaysia”. Haji Uma Biayai Pengobatan Bayi Penderita Antresia Bilier. Haji Uma Ikut Antar Jenazah Rusdiana ke Pemakaman dan sebagainya. Respon Haji Uma atas isu-isu yang merakyat seperti ini nampak cukup mampu menyentuh relung hati masyarakat.
Dengan kiprah semacam ini, Haji Uma perlahan telah memposisikan dirinya sebagai “orang tua” bagi masyarakat lemah. Berbeda dengan politisi umumnya, Haji Uma tidak larut dalam belantika politik tanah air di pusat ibukota dengan segela kemewahan dan permasalahannya. Sebagai senator Aceh di Ibukota, Haji Uma justru juga berhasil mencitrakan dirinya tidak hanya fasih menjalankan fungsinya sebagai senator Aceh di Ibukota dengan kiprahnya yang bisa dibaca  di media massa, namun juga ia berhasil menjelma menjadi politisi yang dekat dengan rakyat,  sebagai orang tua bagi masyarakat Aceh. Haji Uma sebagai anggota DPD RI tidak berlagak sebagai seorang elit yang susah diakses oleh rakyat dengan segudang problematikanya.  
Dalam isu terakhir menjelang Pemilu yang cukup populer, yaitu gerakan mahasiswa Aceh menuntut Plt. Gubernur Aceh Nova Iriansyah agar mencabut izin operasional PT EMM, dimana gerakan ini disebut-sebut sebagai aksi mahasiswa Aceh terbesar pasca perjanjian damai GAM – NKRI, dimana jagad medsos di Aceh nampak memberikan dukungan yang penuh atas aksi mahasiswa ini, dikala politisi lain masih sibuk entah oleh urusan apa, Haji Uma muncul dengan statemennya yang menggelegar. Haji Uma yang di awal telah menyatakan penolakannya atas izin PT EMM, kembali meminta Pemerintah Aceh agar serius menyikapi aspirasi mahasiswa dan rakyat terkait penolakan PT EMM. Sikap Haji Uma mungkin tidak langsung memberi pengaruh kuat, namun demikian sikapnya ini bagi publik dapat dimaknai tentang pada posisi mana ia berdiri, bersama rakyat atau penguasa.
Dengan sikap penolakannya terhadap PT EMM, Haji Uma kembali  menunjukkan dirinya sebagai politisi yang selalu berada di pihak rakyat. Ini berbeda dengan politisi umumnya dimana ketika menjabat, banyak di antaranya yang merasa lebih nyaman menjadi “kaki tangan” penguasa ketimbang sebagai wakil rakyat. Kita lihat pada kenyataannya tidak banyak politisi yang mau berbenturan dengan kebijakan penguasa. Akibatnya mereka cenderung passif. Tidak berani bersuara. Padahal, mereka dipilih untuk bersuara, menyambung lidah masyarakat ke penguasa. Bukan untuk diam saja. Selain itu, pada faktanya, juga tidak banyak politisi yang peduli pada urusan-urusan masyarakat bawah sebagaimana yang dilakukan Haji Uma. Padahal, isu-isu semacam itulah yang mampu menarik simpati masyarakat di semua levelnya.
Tapi di balik semua itu, kunci utama pesona Haji Uma yang kian masyhur adalah pada kemampuan tim medianya dalam memublikasikannya respons Haji Uma atas isu-isu viral dan populer yang menyentuh hati masyarakat sebagaimana yang disebut di atas. Tim media Haji Uma nampak cukup mampu membaca lintasan peristiwa-peristiwa populer di tengah-tengah masyarakat dan kemudian menghadirkan respons Haji Uma dalam bentuk siaran pers. Inilah yang nampaknya modal penting pesona Haji Uma yang telah mengantarkannya menjadi calon senator dengan raihan suara yang begitu fantastis dalam Pemilu.  
Oleh sebab itu, capaian Haji Uma ini sudah seharusnya memberi pelajaran berharga bagi para politisi. Bahwa cara terbaik untuk meraih simpati publik adalah hadir ke tengah-tengah masyarakat dan memberikan jawaban atas persoalan-persoalan yang dihadapi masyarakat kelas bawah. Lebih dari itu, jadilah politisi yang selalu berpihak bersama rakyat. Jadilah juru bicara rakyat di hadapan penguasa. Bukan juru bicara penguasa di hadapan rakyat. Selama ini rakyat memiliki juru bicara yang sangat sedikit ketika berhadapan dengan penguasa. [email:abu.erbakan@gmail.com]

Related

Tokoh 4441949307570129059

Posting Komentar Default Comments

emo-but-icon

Terbaru

Pesan Buku Klik Gambar

AMP code

Gerakan Santri Aceh

Karya Tulis

Karya Tulis
Buku

Buku Syariat Islam Membangun Peradaban

Buku Syariat Islam Membangun Peradaban
Buku

Facebook 2

Populer Setiap Saat

Popular Minggu Ini

My Facebook

Comments

item