Aura Kebangkitan Islam di Mesjid Al-Makmur Lamprit Banda Aceh
JIKA anda pernah membayangkan bagaimana idealnya sebuah masjid, maka Masjid Al-Makmur Lampriek, Banda Aceh barangkali adalah salah satu...
https://jalanpertengahan.blogspot.com/2016/07/aura-kebangkitan-islam-di-mesjid-al.html
JIKA anda pernah membayangkan bagaimana idealnya sebuah masjid, maka Masjid Al-Makmur Lampriek, Banda Aceh barangkali adalah salah satu yang sudah menuju ke arah tersebut.
Masjid ini mampu menghadirkan kenyamanan bagi jamaahnya, baik dari segi ketersediaan sarana dan prasarana, eksistensinya sebagai basis pembinaan masyarakat, maupun pada penyediaan imam-imam hafizh, dan jikapun ada yang bukan hafizh maka tetap memiliki suara merdu.
Adanya kenyamanan sarana dan prasarana, seperti ambal lembut yang memenuhi seluruh ruang mesjid lantai satu, plus ditambah dengan inovasi pengelolaan lainnya seperti i’tikaf di 10 akhir Ramadhan, membuatnya mampu menyedot jamaah yang cukup membludak. Siapa yang pernah shalat di mesjid ini, pasti akan rindu untuk kembali lagi.
Dari sini, saya menyimpulkan, pada dasarnya kemakmuran sebuah mesjid sangat tergantung bagaimana ia dikelola. Bagaimanapun, masyarakat selalu membutuhkan peningkatan atau sentuhan-sentuhan spiritual – religus. Dan kebutuhan semacam ini setidaknya bisa didapati dengan hadirnya kenyamanan, ketenangan saat melaksanakan ibadah wajiab harian mereka.
Apalagi di kota, dimana warganya senantiasa padat dengan rutinitas kesibukan kantoran dengan segenap persoalan-persoalannya yang melelahkan sehingga membuat kebutuhannya akan aspek sentuhan spiritualitas menjadi sangat besar.
Keberhasilan pengelolaan Masjid Al-Makmur, membuat Ramadhan kali ini, hingga hari-hari menjelang Ramadhan pergi, jamaah di masjid ini masih terus membludak, spektakuler bukan?.
Mungkin betul-betul seperti namanya, Al-Makmur, masjid ini telah menjadi seperti yang dimimpikan oleh yang memberinya nama, yang saya yakini terkait dengan visinya me-Makmur-kan masjid ini.
Aura Kebangkitan Islam
Pada waktu pelaksanan ibadah I’tikaf, di masjid ini kita akan melihat jamaahnya datang dari berbagai latar belakang, semuanya berlomba-lomba menuju kebaikan, tilawah Alqur’an, bersedakah hingga qiyamul lail. Dalam catatan saya, selain masyarakat umumnya, sejumlah politisi , aktivis dan para pejabat juga senantiasa hadir. Bahkan bukan hanya itu, jamaah yang hadir pun terdiri dari berbagai usia, dari anak kecil, sampai orang tua.
Pada waktu pelaksanan ibadah I’tikaf, di masjid ini kita akan melihat jamaahnya datang dari berbagai latar belakang, semuanya berlomba-lomba menuju kebaikan, tilawah Alqur’an, bersedakah hingga qiyamul lail. Dalam catatan saya, selain masyarakat umumnya, sejumlah politisi , aktivis dan para pejabat juga senantiasa hadir. Bahkan bukan hanya itu, jamaah yang hadir pun terdiri dari berbagai usia, dari anak kecil, sampai orang tua.
Ketika di masjid ini kita melihat anak-anak ikut orang tua mereka tilawah Alqur’an dan juga melakukan qiyamul lail, saya berfikir, (insya Allah) kita telah terhindar dari apa yang ditakuti Sultan Muhammad Alfatih ketika ia memberi wasiat:
“Jika suatu masa Kalian tidak mendengar bunyi gelak tawa anak-anak, riang gembira di antara shaf-shaf di antara shaf-shaf Shalat di mesjid-mesjid, maka sesungguhnya takutilah kalian akan datangnya kejatuhan generasi muda di masa itu”.
Di masjid ini, ketika pelaksanaan qiyamul lail dari pukul 03.00 sampai pukul 04.00, jamaah masih terus membludak, tidak ada shaf lantai satu yang kosong, bahkan jika kita menuju lantai dua, di sini pun hampir semua shafnya penuh.
Saat membaca qunut nazilat di rakaat terakhir shalat witir, imam membaca doa-doa yang mengharukan, membuat suara isak tangis terdengar dari seluruh pojok mesjid, menandakan telah tersentuhnya nurani mereka dengan doa sang imam.
Selain doa mohon pengampunan atas dosa pribadi, orang tua, umat Islam mukmin laki-laki dan perempuan, sang Imam juga membaca do’a untuk menunjukkan solidaritas kepada umat Islam di berbagai belahan dunia.
“Ya Allah, bantulah saudara kami umat Islam yang lemah di Yaman, di Irak, di Suriah dan di setiap pelosok dunia lainnya”.
Termasuk bait-bait doa ini, membuat banyak jamaa’ah menumpahkan airmatanya. Isak tangis terdengar yang menandakan ada pertemuan batin antara mereka dan umat Islam di wilayah-wilayah konflik tersebut.
Kita tahu, dewasa ini umat Islam di negara-negara tersebut, selain juga negara lainnya, sedang menghadapi berbagai cobaan berat.
Di Suriah misalnya, tidak sedikit anak-anak bersama orang tua mereka meninggal di laut Mediterania saat hendak menyeberang ke Yunani. Tidak sedikit yang telah menjadi korban kebiadaban Rusia, Amerika, kekuatan kaum kuffar dan aliran sesat lainnya dengan bom-bomnya canggihnya.
Tiga juta pengungsi Suriah saat ini ditampung di Turki, dan entah sudah berapa banyak yang meninggal oleh bom-bom canggih dan berbagai bentuk penyiksaan yang menghancurkan nurani kita sebagai Muslim. (BACA: Istanbul Kota Yang Mempesona)
Pun di Irak, sejak Amerika dan sekutunya menjajah negeri ini, mencuri warisan peradaban Islam di Bagdhad, dan kemudiaan memberikan negeri Ahlusunnah wal Jamaah ini ke tangan “Iran”, hingga saat ini muslim di sana semakin dalam ketidakpastian.
Sungguh kondisi mereka dan kita umat Islam seluruhnya persis seperti apa yang pernah disampaikan Rasulullah Saw, ‘Seperti makanan di atas meja hidangan, yang dari Barat menerkam, yang selatan menginjak-injak, bahkan yang utara pun ikut menjelajah”.
Kita mayoritas, tapi seperti buih di lautan. Suata keadaan yang menurut Rasulullah Saw terjadi oleh karena penyakit “Al-Wahn” yang kita derita, yaitu takut mati dan terlalu cinta kepada dunia. Takutnya kita (umat Islam) akan kematian membuat umat Islam yang terzalimi disana sangat sedikit yang membelanya. Sebagian lagi dari umat Islam, kecintaan kepada dunia membuat kita melupakan kehidupan abadi kelak di akhirat, menjual kehidupan akhirat dengan kehidupan dunia.
Kendati pun demikian, kita juga menyaksikan semangat umat Islam di berbagai negara tersebut untuk mempertahankan akidah mereka. Sungguh, mereka memiliki akidah yang kuat. Saat berada di Istanbul tahun 2015 lalu, saya melihat seorang Ibu pengungsi Suriah duduk di teras Masjid Kara Mustafa di tepi Selat Boshporus. Ibu ini dengan wajah kusam dan pakaian yang terlihat sudah lusuh menanti anaknya yang meminta sumbangan. (LIHAT VIDEO Selat Bosphorus Eksotisme Asia dan Eropa)
Saya pun mendekati Ibu Suriah ini dan mengajaknya berdiskusi. Ibu ini dan anaknya nampak begitu senang saat kami menyapa mereka. Ia lalu mengajak kami ke seberang masjid, di pojok emperan luar sebuah toko, dan menjelaskan di situlah ia dan anak-anak tidur di malam hari.
Saya lalu bertanya, siapakah yang selama ini membantu ibu, tanpa sedikit keraguan ibu ini menunjuk ke atas langit seraya berkata, “Allah lah yang membantu kami dan senantiasa akan membantu kami”. Allahu Akbar! Sungguh mereka memiliki akidah yang kuat dan lurus.
Membayangkan kondisi umat Islam di sana, saya yakin sungguh siapapun yang ikut merasakan ikatan persaudaraan Islam pasti akan menumpahkan airmatanya saat doa untuk mereka dipanjatkan. Seperti dikatakan Rasulullah Saw, “Muslim itu ibarat satu tubuh, jika satu bagian tubuh sakit maka akan sakit pula lah bagian tubuh lainnya”.
Tidak sampai di sini, dalam hampir 20 menit membaca doa qunut nazilah, sang Imam juga ikut mendoakan Aceh, dengan arti kira-kira seperti ini. “Ya Allah, berikanlah kejayaan dan kemakmuran untuk Aceh dengan Islam. Jagalah para pemudanya. Jagalah Aceh dari segala fitnah, bala dan tsunami. Ampunilah dosa para syuhada tsunami dan seterusnya”.
Doa semacam ini dibaca setiap malam. Dan imamnya pun menangis sejadi-jadinya, apalagi saat membaca ayat-ayat tentang siksa neraka. Tangisan itu pun lalu diikuti para jama'ah. Subhanallah, benar-benar beraroma surgawi.
Dan tentu saja, kita berdoa agar di salah satu malamnya, saat datangnya Lailatul Qadar, doa tersebut akan diistijabah oleh Allah Swt, sehingga aura kebangkitan Islam di masjid ini, kelak akan menjadi suatu kenyataan. Amiin ya Rabb. [TEUKU ZULKHAIRI, Sekjend Pengurus Wilayah Badan Koordinasi Mubaligh Indonesia (PW Bakomubin) Provinsi Aceh]
Dimuat di Serambi Online. Link http://aceh.tribunnews.com/2016/07/04/masjid-ideal-itu-bernama-al-makmur?page=4