Mengelola Pemuda untuk Perubahan Bangsa
Oleh Teuku Zulkhairi Sebuah Potret Berbicara tentang pemuda, kita akan membayangkan mengenai berbagai agenda dan aksi perubahan dala...
https://jalanpertengahan.blogspot.com/2012/05/mengelola-pemuda-untuk-perubahan-bangsa.html
Oleh Teuku Zulkhairi
Sebuah Potret
Berbicara tentang pemuda,
kita akan membayangkan mengenai berbagai agenda dan aksi perubahan dalam
sejarah, baik dengan skala yang kecil maupun aksi-aksi besar yang telah
menghasilkan berbagai perubahan besar. Sebab, pemuda itu sendiri identik dengan
perubahan sekaligus sebagai ikonnya. Dengan statusnya sebagai kaum intelektual,
pemuda memiliki tanggung jawab besar untuk tampil sebagai pelaku
perubahan (agent of change) sesuai
idealita, bukan justru menjadi object of
change (target perubahan) atau sesuatu yang harus diubah itu sendiri karena
banyaknya masalah mereka.
Melihat dan mengaca dinamika dan
realita gerakan dan aksi perubahan pemuda Aceh saat ini, mungkin kondisinya
sudah pada titik nadir dengan stagnasi (kevakuman) yang sangat
memprihatinkan, begitu paradoks antara idelita yang diusung dan diemban dengan realita
dan aksi di lapangan. Pemuda Aceh akhir-akhir ini, telah mewarnai
hidupnya dalam hingar bingar budaya yang terkonstruksi oleh paham
kapitalisme-pragmatisme-materialisme dan hedonisme serta permisifisme(serba
boleh). Mereka kehilangan jatidiri. Merasa lebih berbangga diri dengan
budaya-budaya luar yang padahal sangat jauh dari nilai-nilai dan semangat
keAcehan dan Keislaman.
Di Banda Aceh contohnya, sebagai kota
yang didiami oleh para pelajar yang akan menjadi tokoh-tokoh bangsa di masa
yang akan datang, kota ini justru menjadi arena pertunjukan budaya permisif
muda-mudi Aceh. Mereka bukan saja kurang peduli dengan upaya untuk
mempertahankan identias Aceh dan nilai-nilai Islamnya, malahan mereka justru
menjadi orang-orang yang terdepan dalam menghancurkan impian rakyat negeri ini
menjadi negeri Syari’at yang Baldatun
Thaybatun Warabbun Ghafur. Sehingga tidak heran jika kita mendengar julukan
baru bagi kota Pelajar, dari Darussalam menjadi Darussyahwat.
Di warung-warung kopi, saat azan
berkumandang, muda-muda Aceh sangat sedikit yang menghiraukan suara azan dan
segera bergegas menunaikan perintah Allah. Mereka justru sibuk berhura-hara
dengan Game Poker dan teman lawan
jenisnya. Inikah yang disebut sebagai pemuda Aceh? Inikah generasi Aceh yang
kita harapkan menjadi tokoh-tokoh bangsa yang akan mengambil tongkat estafet
kepemimpinan Aceh di hari esok? Apa yang bisa kita harapkan dari mereka jika
untuk merubah diri mereka saja mereka masih belum mampu, mereka justru menambah
masalah ditengah kompleksitas persoalan negeri ini.
Sudah jarang ada elemen pemuda yang
memiliki kesadaran tinggi terhadap apa yang sedang terjadi di masyarakat
kecuali hanya sedikit diantara mereka. Pemuda yang sejatinya diharapkan
mempelopori berbagai aksi positif, namun justru mereka sendiri belum berlepas
diri dari kungkungan permasalahan dan terjebak dalam kompleksitas permasalahan
itu sendiri. Jangankan mereka kita harap untuk peka (sense of crisis) terhadap berbagai isu-isu syari’at, sosial dan
kemanusiaan (human rights), malahan
mereka menjadi bagian dari permasalahan yang harus diselesaikan.
Jika realitanya seperti ini, lalu
kapan kita bisa berharap mereka turut serta mensuskeskan penerapan syari’at
Islam di Aceh?, ataukah hal itu merupakan tugas para teungku dan ulama saja?
Bagaimana para pemuda ini diharapkan merintis berbagai aksi perubahan jika
mereka merupakan masalah itu sendiri. Bagaimana mereka bisa peka terhadap
isu-isu kemanusiaan jika waktu hariannya hanya dihabiskan didepan meja warung
kopi untuk bermain game poker ria sambil bersorak dan berhuru-hara tanpa makna?
Padahal begitu banyak persoalan-persoalan rakyat Aceh pasca tsunami dan
perundingan damai di Helsinki yang dapat dijadikan moment kebangkitan pemuda
Aceh.
Tugas para
pemuda
Harus diakui, saat ini sebagian besar pemuda
Aceh sudah jarang sekali memakai aspek kognisi mereka di bangku
perkuliahan untuk melihat realitas masyarakat yang ada. Para pemuda juga tidak
menggunakan kompetensi pengetahuan mereka kecuali hanya didalam ruang kelas
saja, tidak untuk memahami realitas yang terjadi di dalam masyarakatnya,
kecuali hanya sedikit diantara mereka. Dengan keadaan pemuda yang seperti itu,
maka itu berimbas kepada gerakan pemudanya. Pemuda yang seharusnya menyatu
dengan masyarakat pada kenyataannya malah menjadi sebuah gerakan baru yang
menantang dan melanggar norma-norma di masyarakat masyarakat. Kita bisa
perhatikan, misalnya ketika ada aksi dilapangan, jumlah pemuda yang terjun ke
lapangan bisa dihitung jari.
Sebagai kaum intelektual, pada
dasarnya tugas seorang pemuda dengan kualitas intelektualitas dan kapasitas
yang dimilikinya adalah mengubah konflik-konflik sosial-kemasyarakatan yang
terjadi di masyarakatnya. Potensi yang dimiliki gerakan pemuda cukup besar.
Akan sia-sia jika potensi dan kekuatan itu tidak dipelihara dan dimanfaatkan
semaksimal mungkin. Masa depan gerakan pemuda tergantung dari seluruh pemuda.
Masa depan pemuda adalah masa depan yang gemilang. Namun masa depan yang
gemilang itu tidak datang dan muncul begitu saja, harus disongsong dan
diciptakan oleh para pemuda itu sendiri. Maka, organisasi pemuda harus
mempertegas posisi kehadirannya dalam upaya perwujudan tanggung jawabnya kepada
kehidupan kemanusiaan, masyarakat dan bangsa. Re-posisi dan re-orientasi
gerakan kepemudaan di Aceh masa lalu saat konflik, atau seperti tahun 1998
menjadi keniscayaan. Pemuda harus terus mengawal masyarakat dengan segenap
kemampuan yang dimilikinya.
Bergerak
seperti Pemuda Qur’ani
Bagaimana
seharusnya pemuda Aceh bergerak? Alqur’an memberikan gambaran bagaimana model
gerakan pemuda ideal.
Pertama,
pemuda berani merombak dan bertindak revolusioner terhadap tatanan sistem yang
rusak. Seperti kisah pemuda (Nabi) Ibrahim. “Mereka berkata: ‘Siapakah yang
melakukan (perbuatan) ini terhadap tuhan-tuhan kami? sungguh dia termasuk orang
yang zalim, Mereka (yang lain) berkata: ‘Kami dengar ada seorang pemuda yang
mencela (berhala-berhala) ini , namanya Ibrahim.” (QS.Al¬-Anbiya, 21:59-60).
Kedua,
memiliki standar moralitas (iman), berwawasan, bersatu, optimis dan teguh dalam
pendirian serta konsisten dengan perkataan. Seperti tergambar pada kisah
Ash-habul Kahfi (para pemuda penghuni gua).“Kami ceritakan kepadamu (Muhammad)
kisah mereka dengan sebenarnya. Sesungguhnya mereka adalah pemuda-pe¬muda yang
beriman kepada Tuhan mereka dan Kami tambah¬kan petunjuk kepada mereka; dan
Kami teguhkan hati mereka ketika mereka berdiri, lalu mereka berkata: “Tuhan
kami adalah Tuhan langit dan bumi; kami tidak menyeru Tuhan selain Dia, ¬sungguh
kalau berbuat demikian, tentu kami telah mengucapkan perkataan yang amat jauh
dari kebenaran” (QS.18: 13-14).
Ketiga,
seorang yang tidak berputus-asa, pantang mundur sebelum cita-citanya tercapai.
Seperti digambarkan pada pribadi pemuda (Nabi) Musa. “Dan (ingatlah) ketika
Musa berkata kepada pembantunya, “Aku tidak akan berhenti (berjalan) sebelum
sampai ke pertemuan dua laut; atau aku akan berjalan (terus sampai)
bertahun-tahun” (QS. Al-Kahfi,18 : 60).
Sebuah
Kerinduan
Kita ingin pemuda-pemuda Aceh itu yang
bisa menghadirkan solusi bagi agama dan bangsanya. Kita ingin mereka yang
mengaku sebagai pemuda-pemudi Aceh menjadi pelopor berbagai agenda perubahan
nanggroe Syari’at Islam. Kita ingin mereka yang mengaku sebagai pemuda-pemudi
Aceh berbangga diri dengan identitas Keislamannya. Kata ingin muda-mudi Aceh
adalah mereka yang langsung bergegas menju mesjid saat azan terdengar
dikumandangkan. Kita ingin muda-muda Aceh itu adalah mereka yang peka dengan
isu-isu sosial kemasyarakatan, memiliki sensitivitas yang tinggi atas berbagai
persoalan negerinya.
Kita rindu muda-mudi Aceh itu adalah
mereka yang konsisten menyuarakan kebenaran, tanpa disekat oleh kepentingan
politik, walaupun mereka adalah anggota-anggota partai politik. Kita ingin
muda-muda Aceh adalah mereka yang benar akidahnya tanpa ada noda-noda
kesyirikan dan kekufuran, kita ingin muda-mudi Aceh itu taat dan benar dalam
beribadah, bagus akhlaknya, kuat badannya, memiliki wawasan yang luas mencakup
ilmu agama dan umum, bersungguh-sungguh berusaha meraih kebaikan, mampu menjaga
waktunya dengan baik sehingga tidak detik-detik dalam hidupnya yang tidak
bernilai ibadah disisi Allah. Kita rindu muda-mudi Aceh yang teratur dan
professional dalam urusannya, mampu berusaha secara mandiri, serta bermanfaat
bagi orang lain. Disisi lain, kita juga ingin muda-mudi Aceh berbangga dengan
bahasa Acehnya. Menguasai sejarah bangsanya. Mengenal dan menghormati para
ulama-ulama Aceh. Apakah semua kerinduan ini mustahil untuk diwujudkan? Tentu
saja tidak.
Figur Pemuda Ideal
1.
Murni Akhidahnya
Pemuda dihadapi dengan suatu perang, Tanpa senjata tapi dengan pemikiran. Menyembah Allah tanpa mempersekutukanNya
Pemuda dihadapi dengan suatu perang, Tanpa senjata tapi dengan pemikiran. Menyembah Allah tanpa mempersekutukanNya
2.
Benar Ibadahnya
Membedakan antara Muslim dengan Mukmin. Allah menerima ibadah yang dilakukan secara benar, bukan yang sembarangan dalam beribadah.
Membedakan antara Muslim dengan Mukmin. Allah menerima ibadah yang dilakukan secara benar, bukan yang sembarangan dalam beribadah.
3.
Mulia Akhlaknya
Senjata pemuda adalah akhlak yang kokoh. Dengan akhlak yang kokoh melindungi pemuda dari hal jahat.
Senjata pemuda adalah akhlak yang kokoh. Dengan akhlak yang kokoh melindungi pemuda dari hal jahat.
4.
Sehat Jasmaninya
Ibadah membutuhkan jasmani yang sehat. Jika kesehatan terganggu, maka menjalankan ibadah mengalami gangguan.
Ibadah membutuhkan jasmani yang sehat. Jika kesehatan terganggu, maka menjalankan ibadah mengalami gangguan.
5.
Memiliki Wawasan yang luas
Dengan berpikir cerdas kita dapat lebih baik.
Dengan berpikir cerdas kita dapat lebih baik.
6.
Bersungguh-Sungguh
Semua butuh keseriusan. Bercanda bukan hal yang penting. Ketuntasan dalam berkerja
Semua butuh keseriusan. Bercanda bukan hal yang penting. Ketuntasan dalam berkerja
7.
Pandai Menjaga Waktu
Manfaatkan waktu sebaiknya. Waktu takkan mungkin dapat kembali.
Manfaatkan waktu sebaiknya. Waktu takkan mungkin dapat kembali.
8.
Teratur Dalam Segala Urusan.
9.
Mandiri.
10.
Bermanfaat bagi orang lain.