Mengelola Pemuda untuk Perubahan Bangsa

Oleh Teuku Zulkhairi Sebuah Potret Berbicara tentang pemuda, kita akan membayangkan mengenai berbagai agenda dan aksi perubahan dala...

Oleh Teuku Zulkhairi

Sebuah Potret
Berbicara tentang pemuda, kita akan membayangkan mengenai berbagai agenda dan aksi perubahan dalam sejarah, baik dengan skala yang kecil maupun aksi-aksi besar yang telah menghasilkan berbagai perubahan besar. Sebab, pemuda itu sendiri identik dengan perubahan sekaligus sebagai ikonnya. Dengan statusnya sebagai kaum intelektual, pemuda  memiliki tanggung jawab besar untuk tampil sebagai pelaku perubahan (agent of change) sesuai idealita, bukan justru menjadi object of change (target perubahan) atau sesuatu yang harus diubah itu sendiri karena banyaknya masalah mereka.
Melihat dan mengaca dinamika dan realita gerakan dan aksi perubahan pemuda Aceh saat ini, mungkin kondisinya sudah pada titik nadir  dengan stagnasi (kevakuman) yang sangat memprihatinkan, begitu paradoks antara idelita yang diusung dan diemban dengan realita dan aksi  di lapangan. Pemuda Aceh akhir-akhir  ini, telah mewarnai hidupnya dalam hingar bingar budaya yang terkonstruksi oleh paham kapitalisme-pragmatisme-materialisme dan hedonisme serta permisifisme(serba boleh). Mereka kehilangan jatidiri. Merasa lebih berbangga diri dengan budaya-budaya luar yang padahal sangat jauh dari nilai-nilai dan semangat keAcehan dan Keislaman.
Di Banda Aceh contohnya, sebagai kota yang didiami oleh para pelajar yang akan menjadi tokoh-tokoh bangsa di masa yang akan datang, kota ini justru menjadi arena pertunjukan budaya permisif muda-mudi Aceh. Mereka bukan saja kurang peduli dengan upaya untuk mempertahankan identias Aceh dan nilai-nilai Islamnya, malahan mereka justru menjadi orang-orang yang terdepan dalam menghancurkan impian rakyat negeri ini menjadi negeri Syari’at yang Baldatun Thaybatun Warabbun Ghafur. Sehingga tidak heran jika kita mendengar julukan baru bagi kota Pelajar, dari Darussalam menjadi Darussyahwat.
Di warung-warung kopi, saat azan berkumandang, muda-muda Aceh sangat sedikit yang menghiraukan suara azan dan segera bergegas menunaikan perintah Allah. Mereka justru sibuk berhura-hara dengan Game Poker dan teman lawan jenisnya. Inikah yang disebut sebagai pemuda Aceh? Inikah generasi Aceh yang kita harapkan menjadi tokoh-tokoh bangsa yang akan mengambil tongkat estafet kepemimpinan Aceh di hari esok? Apa yang bisa kita harapkan dari mereka jika untuk merubah diri mereka saja mereka masih belum mampu, mereka justru menambah masalah ditengah kompleksitas persoalan negeri ini.
Sudah jarang ada elemen pemuda yang memiliki kesadaran tinggi terhadap apa yang sedang terjadi di masyarakat kecuali hanya sedikit diantara mereka. Pemuda yang sejatinya diharapkan mempelopori berbagai aksi positif, namun justru mereka sendiri belum berlepas diri dari kungkungan permasalahan dan terjebak dalam kompleksitas permasalahan itu sendiri. Jangankan mereka kita harap untuk peka (sense of crisis) terhadap berbagai isu-isu syari’at, sosial dan kemanusiaan (human rights), malahan mereka menjadi bagian dari permasalahan yang harus diselesaikan.
Jika realitanya seperti ini, lalu kapan kita bisa berharap mereka turut serta mensuskeskan penerapan syari’at Islam di Aceh?, ataukah hal itu merupakan tugas para teungku dan ulama saja? Bagaimana para pemuda ini diharapkan merintis berbagai aksi perubahan jika mereka merupakan masalah itu sendiri. Bagaimana mereka bisa peka terhadap isu-isu kemanusiaan jika waktu hariannya hanya dihabiskan didepan meja warung kopi untuk bermain game poker ria sambil bersorak dan berhuru-hara tanpa makna? Padahal begitu banyak persoalan-persoalan rakyat Aceh pasca tsunami dan perundingan damai di Helsinki yang dapat dijadikan moment kebangkitan  pemuda Aceh.

Tugas para pemuda
Harus diakui, saat ini sebagian besar pemuda Aceh sudah  jarang sekali memakai aspek kognisi mereka di bangku perkuliahan untuk melihat realitas masyarakat yang ada. Para pemuda juga tidak menggunakan kompetensi pengetahuan mereka kecuali hanya didalam ruang kelas saja, tidak untuk memahami realitas yang terjadi di dalam masyarakatnya, kecuali hanya sedikit diantara mereka. Dengan keadaan pemuda yang seperti itu, maka itu berimbas kepada gerakan pemudanya. Pemuda yang seharusnya menyatu dengan masyarakat pada kenyataannya malah menjadi sebuah gerakan baru yang menantang dan melanggar norma-norma di masyarakat masyarakat. Kita bisa perhatikan, misalnya ketika ada aksi dilapangan, jumlah pemuda yang terjun ke lapangan bisa dihitung jari.
Sebagai kaum intelektual, pada dasarnya tugas seorang pemuda dengan kualitas intelektualitas dan kapasitas yang dimilikinya adalah mengubah konflik-konflik sosial-kemasyarakatan yang terjadi di masyarakatnya. Potensi yang dimiliki gerakan pemuda cukup besar. Akan sia-sia jika potensi dan kekuatan itu tidak dipelihara dan dimanfaatkan semaksimal mungkin. Masa depan gerakan pemuda tergantung dari seluruh pemuda. Masa depan pemuda adalah masa depan yang gemilang. Namun masa depan yang gemilang itu tidak datang dan muncul begitu saja, harus disongsong dan diciptakan oleh para pemuda itu sendiri. Maka, organisasi pemuda harus mempertegas posisi kehadirannya dalam upaya perwujudan tanggung jawabnya kepada kehidupan kemanusiaan, masyarakat dan bangsa. Re-posisi dan re-orientasi gerakan kepemudaan di Aceh masa lalu saat konflik, atau seperti tahun 1998 menjadi keniscayaan. Pemuda harus terus mengawal masyarakat dengan segenap kemampuan yang dimilikinya.

Bergerak seperti Pemuda Qur’ani
Bagaimana seharusnya pemuda Aceh bergerak? Alqur’an memberikan gambaran bagaimana model gerakan pemuda ideal.
Pertama, pemuda berani merombak dan bertindak revolusioner terhadap tatanan sistem yang rusak. Seperti kisah pemuda (Nabi) Ibrahim. “Mereka berkata: ‘Siapakah yang melakukan (perbuatan) ini terhadap tuhan-tuhan kami? sungguh dia termasuk orang yang zalim, Mereka (yang lain) berkata: ‘Kami dengar ada seorang pemuda yang mencela (berhala-berhala) ini , namanya Ibrahim.” (QS.Al¬-Anbiya, 21:59-60).
Kedua, memiliki standar moralitas (iman), berwawasan, bersatu, optimis dan teguh dalam pendirian serta konsisten dengan perkataan. Seperti tergambar pada kisah Ash-habul Kahfi (para pemuda penghuni gua).“Kami ceritakan kepadamu (Muhammad) kisah mereka dengan sebenarnya. Sesungguhnya mereka adalah pemuda-pe¬muda yang beriman kepada Tuhan mereka dan Kami tambah¬kan petunjuk kepada mereka; dan Kami teguhkan hati mereka ketika mereka berdiri, lalu mereka berkata: “Tuhan kami adalah Tuhan langit dan bumi; kami tidak menyeru Tuhan selain Dia, ¬sungguh kalau berbuat demikian, tentu kami telah mengucapkan perkataan yang amat jauh dari kebenaran” (QS.18: 13-14).
Ketiga, seorang yang tidak berputus-asa, pantang mundur sebelum cita-citanya tercapai. Seperti digambarkan pada pribadi pemuda (Nabi) Musa. “Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada pembantunya, “Aku tidak akan berhenti (berjalan) sebelum sampai ke pertemuan dua laut; atau aku akan berjalan (terus sampai) bertahun-tahun” (QS. Al-Kahfi,18 : 60).

Sebuah Kerinduan
Kita ingin pemuda-pemuda Aceh itu yang bisa menghadirkan solusi bagi agama dan bangsanya. Kita ingin mereka yang mengaku sebagai pemuda-pemudi Aceh menjadi pelopor berbagai agenda perubahan nanggroe Syari’at Islam. Kita ingin mereka yang mengaku sebagai pemuda-pemudi Aceh berbangga diri dengan identitas Keislamannya. Kata ingin muda-mudi Aceh adalah mereka yang langsung bergegas menju mesjid saat azan terdengar dikumandangkan. Kita ingin muda-muda Aceh itu adalah mereka yang peka dengan isu-isu sosial kemasyarakatan, memiliki sensitivitas yang tinggi atas berbagai persoalan negerinya.
Kita rindu muda-mudi Aceh itu adalah mereka yang konsisten menyuarakan kebenaran, tanpa disekat oleh kepentingan politik, walaupun mereka adalah anggota-anggota partai politik. Kita ingin muda-muda Aceh adalah mereka yang benar akidahnya tanpa ada noda-noda kesyirikan dan kekufuran, kita ingin muda-mudi Aceh itu taat dan benar dalam beribadah, bagus akhlaknya, kuat badannya, memiliki wawasan yang luas mencakup ilmu agama dan umum, bersungguh-sungguh berusaha meraih kebaikan, mampu menjaga waktunya dengan baik sehingga tidak detik-detik dalam hidupnya yang tidak bernilai ibadah disisi Allah. Kita rindu muda-mudi Aceh yang teratur dan professional dalam urusannya, mampu berusaha secara mandiri, serta bermanfaat bagi orang lain. Disisi lain, kita juga ingin muda-mudi Aceh berbangga dengan bahasa Acehnya. Menguasai sejarah bangsanya. Mengenal dan menghormati para ulama-ulama Aceh. Apakah semua kerinduan ini mustahil untuk diwujudkan? Tentu saja tidak.

Figur Pemuda Ideal
1.       Murni Akhidahnya
Pemuda dihadapi dengan suatu perang, Tanpa senjata tapi dengan pemikiran. Menyembah Allah tanpa mempersekutukanNya
2.       Benar Ibadahnya
Membedakan antara Muslim dengan Mukmin. Allah menerima ibadah yang dilakukan secara benar, bukan yang sembarangan dalam beribadah.
3.       Mulia Akhlaknya
Senjata pemuda adalah akhlak yang kokoh. Dengan akhlak yang kokoh melindungi pemuda dari hal jahat.
4.       Sehat Jasmaninya
Ibadah membutuhkan jasmani yang sehat. Jika kesehatan terganggu, maka menjalankan ibadah mengalami gangguan.
5.       Memiliki Wawasan yang luas
Dengan berpikir cerdas kita dapat lebih baik.
6.       Bersungguh-Sungguh
Semua butuh keseriusan. Bercanda bukan hal yang penting. Ketuntasan dalam berkerja
7.       Pandai Menjaga Waktu
Manfaatkan waktu sebaiknya. Waktu takkan mungkin dapat kembali.
8.       Teratur Dalam Segala Urusan.
9.       Mandiri.
10.   Bermanfaat bagi orang lain.


Related

Pemuda 7912601385502592072

Posting Komentar Default Comments

emo-but-icon

Terbaru

Pesan Buku Klik Gambar

AMP code

Gerakan Santri Aceh

Karya Tulis

Karya Tulis
Buku

Buku Syariat Islam Membangun Peradaban

Buku Syariat Islam Membangun Peradaban
Buku

Facebook 2

Populer Setiap Saat

Popular Minggu Ini

My Facebook

Comments

item