Lembaran khazanah keilmuan klasik. Foto: net Oleh Teuku Zulkhairi Banyak di antara kita yang secara konsisten mencibir dayah dan se...
https://jalanpertengahan.blogspot.com/2015/09/sinergi-dayah-dan-kampus-untuk.html
 |
Lembaran khazanah keilmuan klasik. Foto: net |
Oleh Teuku Zulkhairi
Banyak di antara kita
yang secara konsisten mencibir dayah dan segala kekurangannya, ini terjadi
sejak dahulu, bukan hanya pasca parade Aswaja. Tindakan seperti ini khususnya
dilakukan oleh teman-teman dari atau pernah di kampus yang mungkin belum
bijaksana dalam menilai, atau teman-teman yang barangkali tidak pernah belajar
di dayah.
Pandangan mereka selalu
curiga ketika ada alumnus dayah yang masuk pemerintah, politik, dan seterusnya.
Bagi mereka orang dayah ya harus di dayah terus, meski di mulut mereka mengucap
org dayah jangan hanya berjuang di sarangnya. Meski mereka juga mengkritisi
jika dayah tidak terjun ke tatanan kehidupan lainnya.
Di lain pihak, begitu
juga, masih ada di antara kita yang mencibir apa saja yang datang dari kampus,
tidak menghargai guru-guru di sana. Padahal begitu banyak orang tawadhu’ di sana. Saya tentulah selalu
melihat sendiri. Tapi seiring waktu, dewasa ini saya melihat fenomena ini
alhamdulillah sudah lumayan berkurang setelah banyaknya orang dayah yang
belajar di kampus, atau orang kampus yang menziarahi dayah.
Jadi, kalau begini
terus, saling curiga, saling mencibir, kapan ya hati kita bisa damai? Untuk apa
ya kita membaca banyak buku dan kitab kalau belum bisa saling menghargai?
Seharusnya, kita saling
melengkapi. Ada yang kurang dari dayah, bisa dilengkapi oleh pihak yg pernah
belajar di kampus. Ada yang kurang dari kampus, bisa dilengkapi kalangan dayah
atau yg pernah belajar di dayah.
Maaf ya saya tulis
status ini hanya untuk renungan saja. Tidak ada maksud untuk menyerang
siapapun.
Ketika berjumpa orang
dayah saya selalu ceritakan kelebihan sistem kampus sembari memberi masukan
untuk terjadinya beberapa perubahan di dayah sesuai dengan kaidah "Mempertahankan
yang lama yang baik dan mengambil seuatu yang baru yang lebih baik lagi".
Dan ketika berjumpa
atau menulis ttg pendidikan umum/kampus, saya selalu mencoba agar nilai-nilai
baik di dayah bisa dibawa ke kampus/pendidikan umum, tentang keikhlasan di
dayah, tentang kesederhanaan, tentang ukhuwah islamiyiah, tentang rasa ta'zim kepada guru, tentang ghirah Islam, tentang guru/tgk yang
penuh teladan, tentang biaya pendidikan yang pro masyarakat miskin, dan
sebagainya.
Bagi sebagian pihak
mungkin ini sikap plin plan, cari
aman. Begitulah mungkin yang mereka bisa sampaikan untuk saya. Tapi saya yakin,
hanya butuh waktu bagi mereka untuk memahami apa yang saya pikirkan.
Saya sedih dan tidak
akan pernah rela melihat siapapun yang menyerang dayah, apalagi jika mereka
men-generalisirkan persoalan. Oleh sebab itu jangan heran jika saya pasti
membela dayah, sebab saya tahu banyak kelebihan ada di dayah. Begitu juga saya
tidak akan setuju pada orang-orang yang membabi-buta menyerang kampus. Banyak
kelebihan di dayah. Banyak kelebihan di kampus. Kenapa kita harus mencintai
keduanya? Karena ideologi Islam mengajarkan kita untuk menghormati dan
mencintai setiap institusi Islam, apalagi institusi pendidikan.
Khazanah keilmuan dari
kedua kutub pendidikan ini seharusnya kita "blender" untuk
menghasilkan "jus peradaban". Tidak perlu ada vis a vis kalangan yg pernah atau sdg belajar di kampus dengan
kalangan dayah atau yg pernah belajar di dayah. Wallahu a'lam